21

3.2K 82 3
                                    

Kamis malam, setelah pengajian. Kami menyempatkan untuk berdiskusi sebentar setelah makan malam bersama.

"Untuk humas, Trisal dan Riana. Besok, saat surat telah selesai. Secepatnya diberikan kepada tamu undangan seminar kita ya" perintah Rama.

"Iya, besok pagi-pagi sekali surat sudah siap dimeja kerja" sambung Milly.

"Siap!" Ucap Trisal.
"Siap!" Ucapku.

Kamipun bubar. Sebelum keluar dari posko laki-laki. Banyu berbicara kepadaku.

"Besok aku yang antar ya"

"Hm. Baiklah"

Aku meninggalkannya. Lalu berlalu menuju posko perempuan.

***

Di posko perempuan.

"Sal" ucapku.

"Ya?"

"Aku kan ga tau nih rumah-rumah tamu undangan selain kepala dusun"

"Lalu?"

"Bagaimana kalau semua tamu undangan kepala dusun aku yang kasih suratnya. Sementara kamu, sisa tamu undangan yang lainnya. Gimana?"

"Ide bagus. Besok juga aku ada keperluan keluar sebentar dari desa ini hehehe"

"Oke deh, besok kamu sama siapa?"

"Rita" jelasnya.

***

Keesokan harinya. Setelah sarapan pagi. Aku siap untuk pergi. Tapi, aku belum melihat Banyu keluar dari kamarnya. Sementara, Trisal dan Rita sudah pergi sejak tadi.

Aku menghampiri kamarnya.

Ku ketuk pintu berwarna merah itu tiga kali. Namun, tidak ada jawaban. Aku memilih untuk diam, tidak melanjutkan ketukan ku. Mungkin dia tengah bersiap. Lalu aku membalikan badan menuju kursi yang biasa kami tempati.

"Riana" panggil seseorang.

"Ya?" Aku membalikan badan ku, kearah sumber suara. Aku terkejut, karena, hari ini dia berpenampilan sangat rapi sekali. Berbeda dari biasanya. Ia mengenakan kemeja, dilengkapi dengan jas almamater kampus. Dan, rambut yang klimis tidak seperti biasanya. Ya, dia mengenakan pomade. Aku takjub melihatnya. Sangat takjub, bahkan ketika matanya secara perlahan berkedip, seakan-akan aku yang mengatur waktu, menjadikannya slow motion.

Mata yang diujungnya terdapat tahi lalat itu menatapku lekat.

"Sudah siap?" Tanyanya, membuyarkan imajinasiku.

Aku mengangguk kaku. Meng-iya-kan pertanyaannya. Lalu, dia meraih tangan ku.

"Kami berangkat dulu kapten!" Ucapnya pada seseorang. Sambil mengangkat tangan kanannya, sementara tangan kirinya menggenggam tangan ku.

"Siap, hati-hati dijalan" ucapnya. Ternyata laki-laki yang dia maksud itu adalah Rama.

Kami pun keluar dari posko laki-laki. Aku melepaskan pegangan tangan Banyu. Lalu, meraih sepatu yang ada diteras. Aku duduk disebuah ban, yang telah dialih fungsikan menjadi sebuah tempat duduk. Lalu memakai sepatu. Banyu membungkuk. Meraih tali sepatu yang masih terjuntai bebas dilantai. Ia membantuku memasangkan tali sepatu. Aku menatapnya. Menatapnya yang sedang serius bermain dengan tali sepatuku.

"Sudah" ucapnya.

Aku tersenyum. Lalu bangkit.

***

Singkat cerita, kami telah mengirimkan lima surat undangan untuk  lima kepala dusun. Kini, yang tersisa hanya satu surat untuk kepala dusun terakhir. Sebenarnya, dusun ini bukan dusun terdekat ke posko kami, tapi, ini merupakan dusun yang jalannya paling ekstrim, karena kita akan melewati tanjakan dan turunan yang sangat berbahaya. Itulah alasannya kenapa kami memilih untuk menyimpan dusun ini diakhir.

Ketika tiba diawal perjalanan menuju dusun tersebut Banyu berkata kepadaku.

"Pegangan"

"Ga usah" jawabku. Namun, tiba-tiba, Banyu menarik tangan kiri ku, lalu tangan kanan ku, dan meletakan di pinggangnya.

"Pegangan erat-erat, ini berbahaya" jelasnya. Akhirnya, aku menyetujui permintaannya.

Kami pun berlalu, pergi menuju rumah kepala dusun yang kami tuju.

Setelah selesai, kami bergegas kembali menuju posko. Perjalanan yang kami lalui sungguh menyeramkan. Begitu banyak belokan disetiap tanjakan. Tapi, sinyal disini sangatlah bagus.

Banyu mengajak ku untuk menepi beristirahat sebentar.

"Duduk disini" jelasnya sambil mengelus-elus batu besar yang sedang ia duduki. Aku mengangguk. Menghampirinya. Kini, kami tengah berada ditepian. Ditepi kiri puncak jalan sini.

"Panas ya" ucapku.

"Iya" jawabnya, sambil menghela nafas. Banyu membuka tas mininya, mengeluarkan secarik kertas. Lalu menggunakannya untuk dijadikan kipas. Ke arah ku.

"Terima kasih" ucapku, dan bibirku melengkung, memberikan senyuman sederhana untuknya.

"Coba deh kamu lihat kebelakang" pintanya. Aku manut, menoleh kebelakang.

"Wow! Ini menakjubkan Banyu. Aku suka" ucapku riang. Aku melihat pemandangan yang sungguh sangat menakjubkan. Pemandangan rumah-rumah yang ada di bawah sana. Berderetan. Dan beberapa sawah juga.

"Kamu sudah tau tempat ini sejak kapan?" Tanyaku.

"Sejak kunjungan ke kepala dusun sini"

"Kenapa tidak memberitahuku sejak awal?"

"Karena, belum waktunya. Ini momen yang tepat" jelasnya.

"Terima kasih Banyu" ucapku.

***

Di posko. Diskusi malam tengah berlangsung.

"Bagaimana hari ini?" Tanya Rama.

Aku angkat bicara.

"Hari ini telah selesai, tugas telah dilaksanakan" jawabku.

Rama tersenyum, begitu pula dengan yang lainnya.

"Tugas ku juga sudah selesai" sambung Trisal.

"Syukurlah, oya, tadi saya bertemu dengan bapak sekretaris desa, beliau menyampaikan bahwa KKN harus membantu mereka melakukan sensus mengenai kartu-kartu jaminan yang mereka punya, seperti misalnya jaminan kesehatan, kartu indonesia pintar dan yang lain-lainnya" jelasnya.

"Tapi, kita kan juga ada proker pak?" Tanya Milly.

"Nah, berhubung kita memiliki proker juga. Maka, anggota inti, seperti ketua, wakil ketua, sekretaris dan bendahara tidak saya izin kan melakukan sensus, karena masih memiliki banyak pembahasan. Juga untuk tim dekdoklog harus membahas mengenai peralatan apa saja yang diperlukan. Juga untuk yang ada jadwal ngajar disekolah"

Kami semua mengangguk, memahami apa yang diperintahkan Rama. Lalu, setelah selesai diskusi, kami berbincang-bincang, bersenda gurau bersama. Ketika itu, waktu sudah menunjukan pukul 9. Kami perempuan berpamitan menuju posko. Aku berdiri dari kursi yang biasa kami gunakan. Begitupula dengan Debbo. Tiba-tiba, kami berbenturan. Aku dan Debbo jatuh. Aku duduk tepat dipangkuan Ihdan, ssmentara Debbo dipangkuan Andri.

"Astaga" semua orang tercengang. Beberapa orang tertawa-tawa. Beberapa orang menonton kami. Tidak ada yang membantu, semuanya tertawa akibat ulahku dan Debbo.

KKN?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang