14.

7.4K 861 45
                                    

Jihoon tak bisa tidur. Sedari tadi yang dilakukannya hanya berganti-ganti posisi, mencari posisi yang nyaman agar ia dapat tidur lelap.
Decakan kesal keluar dari bibir Jihoon. Diluar sedang hujan, waktu pun sudah lewat tengah malam. Tapi Jihoon tak bisa tidur.

"Ayolah! Pasti gara-gara kopi. Kenapa aku meminumnya?!"

Jihoon mengerang frustasi, merutuki kebodohannya yang meminum kopi saat tengah malam bersama Guanlin.

Saat Jihoon sibuk mengusak kesal rambutnya, listrik padam. Jihoon tertegun. Semuanya gelap.

"Siapa saja, tolong aku."

Jihoon berbisik pelan. Rasa takut mulai menyelimuti dirinya. Ia tak takut dengan hujan ataupun petir diluar sana, ia hanya takut gelap. Jihoon merasa, setiap ia berada di tempat gelap, seseorang seperti tengah memperhatikannya. Itu mungkin hanya halusinasinya saja, tapi Jihoon tetap saja takut.

"Paman Guanlin, tolong aku!"

Jihoon berteriak sekuat yang ia bisa saat suara petir menyambar dengan keras. Ia menarik cepat selimut tebalnya dan bergelung disana. Ia terus berbisik meminta tolong.

.

Guanlin, yang memang tengah menyelesaikan pekerjaannya. Sedikit kaget saat listrik padam, tapi ia kembali meneruskan pekerjaannya.

Namun saat petir menyambar, Guanlin mendengar teriakan dari kamar di sebelahnya. Kamar Jihoon tentu saja. Guanlin segera menyingkirkan laptop dari pangkuannya dan melangkah cepat menuju kamar Jihoon.

Saat Guanlin sampai di depan pintu kamar Jihoon, tanpa berpikir panjang, ia langsung mendobrak pintu itu. Membuat pekikan kaget kembali keluar dari bibir Jihoon yang kini mengeratkan selimut yang menutupi tubuhnya.

"Jihoon?"

Jihoon yang mendengar suara sang paman pun melepas selimutnya. Ia melempar asal selimut itu dan bergegas turun dari tempat tidurnya.

"Paman! Dimana?!"

Jihoon panik. Ia menyesal telah keluar dari selimutnya. Ia tak bisa melihat pamannya, terlalu gelap.

"Tenang, Ji. Aku disini."

Guanlin telah berhasil membawa tubuh ketakutan itu dalam rengkuhannya. Napas keduanya memburu. Jihoon takut, dan Guanlin khawatir.

Keduanya diam dalam posisi itu sampai Guanlin bersuara.

"Ji, tidurlah."

Jihoon menggeleng cepat. Ia tahu Guanlin tak bisa melihatnya, tapi pasti bisa merasakannya.

"Kenapa? Hujan sudah mulai reda. Petir tak akan muncul lagi, sepertinya."

"Aku takut gelap, bukan petir."

Jihoon bersuara pelan. Ia tak yakin Guanlin dapat mendengarnya, karena wajahnya yang sepenuhnya tenggelam pada dada bidang Guanlin.

"Aku temani?"

Guanlin memegang bahu Jihoon dan mendorongnya perlahan. Tanpa perlu menunggu jawaban Jihoon, ia membawa pemuda manis itu kembali ke tempat tidurnya.

Saat Guanlin ingin melepaskan tangannya dari lengan Jihoon, Jihoon menahannya.

"Jangan pergi! Jangan!"

Jihoon menggenggam erat tangan besar itu, ia takut ditinggalkan dalam keadaan gelap seperti ini.

"Aku ingin mencari penerangan."

"Tidak, tidak perlu. Ku mohon."

Guanlin menghela napas pelan. Jujur saja, ia tak tega melihat Jihoon ketakutan seperti ini.

"Baiklah."

Guanlin mengurungkan niatnya untuk mencari sesuatu yang bisa menerangi mereka. Ia menjatuhkan tubuhnya tepat di samping keponakannya itu dan kembali merengkuhnya. Keduanya saling diam, tapi tiba-tiba saja Guanlin teringat dengan pekerjaannya yang belum selesai.

"Jihoon."

Jihoon mendengung pelan untuk sekedar menyahut panggilan Guanlin.

"Aku ingin mengambil laptopku sebentar. Bolehkah?"

"Tidak!"

Jihoon menjawab tegas dan cepat. Sungguh, ia tak mau sendirian dalam kegelapan.

"Pekerjaan ku belum selesai, Ji."

Jihoon terdiam sesaat sebelum menjawab dengan helaan napas.

"Aku ikut. Dimana laptopmu?"

"Di kamarku."

Jihoon mengangguk paham.

"Baiklah. Tidur disana saja."

Guanlin tersentak kaget.

"Kau yakin?"

Anggukan cepat di dapatkan oleh Guanlin.

"Baiklah. Jika itu mau mu."

Keduanya pun bergegas keluar dari kamar Jihoon dan melangkah ke kamar milik Guanlin.

Guanlin meneruskan pekerjaannya dan Jihoon terlelap di sampingnya, memeluk erat dirinya. Guanlin tersenyum tipis melihat wajah cantik yang tengah terlelap itu, walaupun hanya dibantu dengan cahaya dari layar laptopnya. Jihoon tetaplah cantik.

Tangan besar Guanlin mengusap lembut surai madu milik Jihoon.

"Mimpi indah, Park Jihoon."

. . .

Cieee apdet lagi cieee:3
Happy weekend semwaaa.
Nikmati liburmu dengan Panwink wkwk.

Sorry for typo.

Ngebut lagi ini gaes:v

UNCLE GUAN [PANWINK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang