Jihoon bergerak resah, merasa tak nyaman. Ia tak bisa memejamkan matanya sedari tadi. Padahal sudah dini hari. Sedangkan Ibunya telah terlelap sejak beberapa jam yang lalu di sampingnya. Mata besar Jihoon melirik sekilas ke arah Ibunya yang sepertinya sudah berada di alam bawah sadar.
Jihoon bangkit dengan hati-hati, takut pergerakannya akan membangunkan Ibunya. Setelah berhasil turun dari ranjangnya, Jihoon melangkah perlahan menuju pintu.
.
Guanlin yang tengah bersiap untuk tidur dikejutkan dengan Jihoon yang tiba-tiba saja berada di kamarnya. Dengan piyama bergambar tokoh kartun, sepasang sandal rumah yang juga berbentuk tokoh kartun, dan sebuah guling yang cukup besar dalam pelukannya.
Satu kata yang dapat mendeskripsikan sosok Jihoon.
Lucu."Jihoon?"
"Aku tidak bisa tidur."
Jihoon menampilkan wajahnya yang merengut lucu. Membuat Guanlin tertawa gemas melihatnya.
"Tak bisa tidur kalau tidak mendapatkan pelukanku?"
Guanlin menggoda Jihoon yang kini mulai gelagapan.
"Apa? Tidak! Aku tak sengaja meminum kopi."
Guanlin mengerutkan keningnya beberapa saat sebelum tergelak.
"Kapan kau minum kopi? Sejak sore kau bersamaku, dan ibumu."
Benar juga. Saat itu juga Jihoon merutuki kebodohannya. Lalu kembali tersenyum saat mendapat alasan barunya.
"Aku meminum kopinya saat siang."
Guanlin menahan tawanya.
"Kau pikir aku bodoh? Mana mungkin efeknya baru saja bekerja. Sudahlah, bilang saja kau merindukan pelukanku."
Jihoon juga tak terpikirkan itu semua. Ia hanya memikirkan alasan agar Guanlin tidak menggodanya, namun alasannya yang tak masuk akal malah semakin memperparah keadaan.
"Temani aku menonton film. Tapi jangan dekat-dekat denganku. Aku di ujung sofa, kau di ujung sofa sisi lain."
Guanlin tertawa gemas. Tangannya terangkat ingin mengusak surai legam Jihoon, namun tatapan tajam Jihoon menginterupsi kegiatannya. Manisnya ini sedang marah rupanya.
"Baiklah aku temani."
Guanlin tak peduli dengan waktu, dan tak peduli tentang dirinya yang besok harus bekerja. Yang terpenting, Jihoonnya senang.
.
Seperti kesepakatan, Jihoon duduk di ujung sofa sisi kiri dan Guanlin di ujung sofa sisi kanan. Keduanya menonton film dalam hening, terlalu fokus. Guanlin melirik Jihoon di ujung sana, matanya terlihat terpejam sesaat. Namun setelah itu terbuka kembali, kemudian terpejam lagi. Dengan guling yang masih ia peluk erat.
Guanlin meringsek mendekat, Jihoon tak menyadarinya. Ia terlalu mengantuk untuk peduli dengan hal itu.
"Ini bahkan belum setengah jalan cerita."
Guanlin terkekeh menatap wajah yang terlihat sangat mengantuk itu. Ia pun beralih mematikan televisi di depan sana. Kemudian meraih tubuh Jihoon agar bersandar padanya. Jihoon tersentak dan membuka matanya. Guanlin menahan tubuh Jihoon yang ingin beranjak dari sandarannya.
"Ji, tak apa. Tidurlah."
Jihoon hanya menurut karena matanya terasa sangat berat. Ia pun kembali bersandar pada bahu lebar Guanlin.
"Aku tak bisa membawamu untuk tidur di kamarku. Akan gawat kalau Jie tahu."
Guanlin mengecup puncak kepala Jihoon, dan mengusap lembut surai legam itu. Guanlin pun menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa, ikut melelapkan dirinya. Ia berjanji akan bangun lebih awal agar Ibu Jihoon tak melihatnya dengan Jihoon.
. . .
Namun niat Guanlin yang akan bangun lebih awal itu tak bisa ia tepati. Karena ia pun tidur larut, dan sangat mengantuk.
Ibu Jihoon tak melihat Jihoon sejak bangun. Hingga ia keluar kamar dan berniat berkeliling, ia menemukan Jihoon yang tengah tertidur lelap dengan bersandar pada Guanlin yang juga masih berada di alam mimpi, mungkin.
Ibu Jihoon mengernyit menyadari itu, bahkan posisi tangan kiri Guanlin melingkar di pinggang Jihoon.
"Lin. Bangunlah."
Ibu Jihoon menepuk pelan pipi Guanlin. Tak lama, lelaki itu sudah membuka matanya dan melotot kaget saat mendapati sang kakak yang berada di hadapannya.
"Ah, Jie."
Guanlin pun berdiri, tak lupa melepaskan tangannya yang melingkari pinggang Jihoon. Namun Guanlin melupakan Jihoon yang bersandar padanya. Karena Jihoon bersandar di pundak Guanlin, sudah jelas seperti apa Jihoon sekarang. Ia jatuh tertidur di atas sofa tempat Guanlin duduk beberapa saat yang lalu.
Jihoon yang merasa kaget pun terbangun, dan mengerjapkan matanya.
"A-aku akan bersiap kerja dulu, Jie."
Guanlin membungkuk pada kakaknya dan berlalu pergi begitu saja. Jihoon yang baru membuka matanya pun tak menyadari apa yang terjadi. Ia malah tersenyum lebar dan memeluk Ibunya yang memang berdiri di depannya. Hanya sebatas perut sang Ibu, karena Jihoon memeluknya tanpa beranjak dari sofa.
Ibu Jihoon mengusap lembut rambut halus Jihoon dan tersenyum hangat. Sejenak melupakan rasa herannya atas kejadian tadi.
"Ayo memasak sarapan dengan Ibu."
Jihoon mendongak menatap wajah cantik sang Ibu, dan memekik setelahnya.
"Call!"
. . .
Yhaa yang puasa angkat jempol dulu pemirsa:3
Yang kuat puasanya, jangan liatin abs oppa dulu. Nanti aja abis buka wkwk.
Maaf kalo ada salah salah yaaa.
Selamat menunaikan ibadah puasa!
Happy weekend!Sorry for typo.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNCLE GUAN [PANWINK]
FanfictionHanya kisah percintaan picisan antara Park Jihoon dengan sang paman, Lai Guanlin. Warning! (15+)