36.

4.5K 550 56
                                    

"Ji, kau lelah?"

Jihoon menoleh, mendapati Daniel tengah menatapnya.

"Sebenarnya ya, sedikit."

Jihoon menggaruk tengkuknya, merasa canggung. Daniel tersenyum tipis.

"Aku sudah bilang, aku bisa mengurus kedai ini sendiri. Kenapa kau memaksa sekali ingin membantuku? Itu membuatku tak tega jika tak membayarmu."

Lelaki manis itu terkekeh geli.

"Aku hanya ingin, Daniel. Tak apa jika kau tak membayarku. Aku suka berada disini."

"Jangan terlalu memaksa dirimu. Jika kau lelah, kau boleh istirahat kapanpun."

Daniel mendapatkan anggukan cepat dari Jihoon. Daniel kembali menampakkan senyuman tipis. Lalu keduanya terdiam satu sama lain.

Jihoon memperhatikan orang-orang yang tengah bersantai dengan secangkir kopi di atas meja.

Ia suka seperti ini, merasakan suasana kedai yang nyaman. Jihoon menyukainya. Itu sebabnya, beberapa hari yang lalu Jihoon memohon pada Daniel untuk membantu pria itu di kedai ini. Awalnya, Daniel tak mengizinkannya. Namun Jihoon terus merengek, membuat Daniel terpaksa mengangguk.

Lelaki itu hanya mengizinkannya untuk sekedar berdiam diri di balik kasir, tapi tetap saja Jihoon senang.

Jihoon mengatakan pada Daniel, bahwa ia bosan di rumah. Benar, Jihoon bosan. Guanlin selalu sibuk akhir-akhir ini, dan pulang saat Jihoon mungkin sudah terlelap. Ia dan Guanlin hanya bertemu saat pagi hari, sebelum Guanlin kembali bekerja. Jihoon bosan menunggu Guanlin pulang, pada akhirnya ia juga akan terlelap saat tengah menunggu lelaki itu.

Setelah pulang dari kampusnya, Jihoon pasti akan langsung pergi ke kedai. Ia senang menghirup aroma segar dari kedai hijau milik Daniel. Terkadang Jihoon juga menata beberapa bunga yang terpajang disana.

"Ji."

Jihoon tersadar dari kegiatannya yang sedari tadi memperhatikan orang-orang. Ia lalu menoleh pada Daniel yang baru saja memanggilnya.

"Ada apa?"

Lelaki itu memberi isyarat pada Jihoon, agar Jihoon menatap ke depan.

Jihoon pun perlahan menoleh dengan wajah bingung.

Matanya membesar ketika mendapati Guanlin berada tepat di depannya saat ini.

"Apa yang kau lakukan disini?"

Jihoon meremat bagian sisi celananya dan menggigit bibirnya. Tatapan Guanlin sedikit tajam, Jihoon tak berani mengatakan apapun. Ia tahu, Guanlin tak suka jika ia dekat dengan Daniel.

Daniel, lelaki itu tak tega melihat raut wajah Jihoon yang tampak takut.

Ia sudah mengetahui bahwa lelaki yang waktu itu berada di ladang bunga dan mengunjungi kedai ini bersama Jihoon, adalah paman dari lelaki manis itu.

"Anda ingin memesan sesuatu?"

Guanlin menoleh pada Daniel yang berdiri tepat di samping Jihoon.

"Aku ingin bicara dengan Jihoon."

.

"Kau bekerja disini?"

Jihoon mengangguk sebagai jawaban.

"Kenapa kau bekerja? Apa kau butuh uang? Kenapa tak mengatakannya padaku?"

"A-aku..."

Guanlin menatap Jihoon penuh tanya.

"Aku hanya ingin, karena aku bosan. Kau tenang saja. Aku kesini setelah pulang dari kampus, bersama Kenta."

"Kau bosan? Bosan karena apa?"

Jika saja mereka tidak sedang berada di tempat umum, mungkin Jihoon sudah menangis dan mengatakan bahwa Guanlin bodoh.

Ia merindukan Guanlin.

Hanya bertemu setiap pagi, dan hanya mendapatkan sebuah pelukan sebelum lelaki itu pergi bekerja tak cukup bagi Jihoon. Ia ingin lebih, ia ingin menuntut waktu Guanlin yang sangat sedikit untuknya.

Jihoon melirik Daniel yang menatap penasaran kearahnya.

"Aku harus kembali bekerja."

Jihoon bangkit dari duduknya dan merapikan pakaiannya.

"Kau butuh sesuatu?"

Guanlin mendongak, tatapannya terlihat menuntut.

"Kau pulang bersamaku. Aku akan menunggu sampai jam kerjamu selesai."

.
.
.

"Bau tubuhmu berbeda."

Guanlin mengernyit bingung, usapan tangannya pada surai Jihoon terhenti.

"Maksudmu?"

Jihoon mendongak menatap wajah tampan sang paman.

"Kau menggantinya?"

"Mengganti apa? Aku tak melakukan perubahan sedikitpun."

Wajah Jihoon merengut lucu. Ia melepaskan pelukannya pada Guanlin, lalu berbalik memunggungi pria itu.

"Aku tak suka bau tubuhmu yang sekarang."

Guanlin masih bingung. Ia tak mengganti sabun, ia juga tak mengganti parfum.

"Lalu bagaimana aku bisa memelukmu? Bukankah kau bilang, kau merindukanku?"

"Aku merindukanmu, tapi aku tak suka bau tubuhmu."

Jihoon diam saat Guanlin meringsek maju lalu memeluk dirinya dari arah belakang.

"Kuharap ini tak mengganggumu."

Sebuah senyum tipis terukir di wajah Jihoon. Tangannya bergerak turun mengusap lembut tangan besar Guanlin.

"Tidurlah. Kau pasti lelah bekerja."

Malam itu ditutup dengan Guanlin yang mengecup sekilas leher lelaki manisnya.

. . .

Jihoon melangkah menuju kedai dengan senyum cerah. Ia tak peduli dengan Kenta yang terus saja 'diculik' oleh Donghan setelah kelas selesai.

Ia senang, sempat bertemu Guanlin tadi malam dan sedikit berbagi cerita dengan pria itu sebelum tidur. Sangat menyenangkan bagi lelaki manis itu.

Namun senyumnya perlahan berubah menjadi raut kebingungan saat mendapati bahwa kedai tutup.

Jihoon pun memilih untuk melangkah memasuki kedai.

"Daniel?"

Jihoon melangkah menuju dapur, menatap pintu yang di dalamnya terdapat puluhan anak tangga menuju lantai atas.

Suara derap langkah kaki yang tengah menuruni anak tangga, memasuki pendengaran Jihoon. Ia dapat mendengar dengan jelas karena kedai sangat sepi, tak ada siapapun.

"Jihoon?"

Pintu terbuka, menampakkan Daniel dengan wajah tampannya serta dengan pakaian rapi yang melekat di tubuhnya.

"Kedai tutup?"

"Aku lupa memberitahu, hari ini aku akan ke tempat ibuku. Itu sebabnya kedai tutup."

"Lalu apa yang akan aku lakukan?"

"Kau bisa pulang dan bersantai."

Jihoon melayangkan tatapan tak setuju dengan perkataan Daniel.

"Sangat membosankan."

"Atau, kau bisa ikut denganku mungkin. Jika kau mau."


. . .


Maaf minggu kemaren ga up:')

Sorry for typo.

UNCLE GUAN [PANWINK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang