"Selamat pagi."
Jihoon tersenyum cerah, ia melangkah menghampiri Guanlin yang masih setengah sadar di atas ranjang.
"Paman, bangun."
Jihoon naik ke atas ranjang itu, menepuk pipi Guanlin agar lelaki itu sadar sepenuhnya. Guanlin mengernyit, merasa terusik dengan tangan Jihoon. Ia pun meraih tangan itu, menggenggamnya kemudian mengecupnya. Jihoon mendengus, tersenyum geli melihat perlakuan sang paman.
"Aku tidak akan bangun sebelum mendapatkan bibirmu pagi ini."
Suara berat Guanlin yang terdengar serak memasuki pendengaran Jihoon. Lelaki manis itu mengernyit heran setelah mendengar perkataan sang paman. Matanya mengikuti pergerakan Guanlin yang kini bangun, duduk di hadapannya. Dengan cepat, tangan Guanlin menarik tengkuk manisnya itu dan mendaratkan bibirnya pada bibir Jihoon. Hanya saling menempel, tanpa ada pergerakan sedikitpun.
"Selamat pagi."
Jihoon diam, matanya terlihat membesar. Terkejut dengan apa yang baru saja dilakukan oleh pamannya. Guanlin tersenyum geli, kemudian kembali mengecup bibir manis Jihoon.
"Kau sudah mandi?"
Jihoon mengangguk kaku, namun beberapa detik kemudian tersadar. Ia mengalihkan pandangannya dari Guanlin.
"Ah i-iya. Aku sudah mandi"
"Kenapa tidak mengajakku?"
"Eh?"
Mata cantik Jihoon kembali membesar, dan mengerjap lucu. Guanlin terkekeh, tangannya terangkat mencubit kedua pipi gembil manisnya.
"Hari ini kita ke rumah sakit. Aku pergi kemarin karena aku mendapat kabar bahwa Jinyoung mengalami kecelakaan saat menuju stasiun kereta."
Jihoon membulatkan matanya, kaget.
"Jinyoung? Kecelakaan? Kenapa tidak mengajakku kemarin? Kenapa tidak memberitahuku kemarin saja? Aku bisa ikut denganmu."
"Disana, aku berlari untuk mencari Jinyoung. Memangnya kau bisa berlari dengan bagian bawahmu yang--"
"Tidak. Jangan dilanjutkan."
Jihoon memotong perkataan Guanlin dengan membekap mulutnya. Guanlin mengacak gemas surai madu milik Jihoon.
.
Guanlin membuka pintu ruang rawat Jinyoung perlahan, kepalanya mengintip masuk. Ia melihat Jinyoung yang tengah terlelap.
Guanlin melangkah masuk, dengan Jihoon yang mengekorinya tentu saja.
"Guanlin?"
Guanlin dan Jihoon menoleh ke sumber suara yang menyebut nama Guanlin.
"Jinyoung? Aku kira kau tidur."
"Jihoon!"
Jinyoung tersenyum sumringah saat mendapati keberadaan Jihoon, tanpa menanggapi Guanlin.
Jihoon tersenyum, melangkah menghampiri Jinyoung.
"Bagaimana keadaanmu?"
"Aku cukup baik sekarang. Dokter bilang, mungkin besok aku sudah bisa pulang."
Jihoon mendudukkan dirinya di samping ranjang Jinyoung.
"Aku kesal, paman Guanlin tidak mengajakku kemarin."
Jinyoung mendengus, melirik sinis pada Guanlin yang kini telah duduk di sofa tanpa peduli dengan obrolan kedua pemuda manis itu.
"Aku juga kesal padanya, dia datang tanpa membawamu kemarin. Jadi aku menyuruhnya cepat pulang."
Jihoon terkekeh kecil melihat tingkah Jinyoung.
"Kau sudah sarapan?"
Jinyoung menggeleng, kemudian menunjuk sarapannya yang belum tersentuh di atas nakas.
"Aku suapi, kau mau?"
Jinyoung mengangguk cepat sambil tersenyum manis.
"Jihoonku sangat baik."
Guanlin menoleh, mengerutkan keningnya tak suka dengan perkataan Jinyoung.
'Jihoonku? Apa maksudnya? Yang benar saja. Jihoon milikku, bukan milikmu.'
.
"Kembali ke hotel saja. Untuk apa kau menginap disini? Kau tidak akan bisa tidur dengan nyaman."
Jihoon menggeleng untuk ke sekian kalinya. Ia ingin menginap disini, menemani Jinyoung. Namun Jinyoung terus membujuknya agar kembali ke hotel bersama Guanlin.
"Aku mau disini. Kalau mau, paman Guanlin saja yang pulang ke hotel."
Guanlin sedari tadi hanya memperhatikan perdebatan kedua lelaki itu, tak ingin ikut campur.
"Kau yakin ingin menginap disini?"
Jihoon mengangguk pasti. Sudah seharian ini ia menemani Jinyoung, dan ia mulai terbiasa dengan suasana rumah sakit.
"Lin, ini sudah malam. Kau kembali ke hotel saja. Jihoon disini bersamaku."
Guanlin menoleh, kemudian menggeleng.
"Aku juga tak akan pulang. Aku disini saja."
"Kau ingin tidur dimana, bodoh?"
"Aku bisa tidur dimana saja."
"Terserah, Lin. Jika aku tidak sakit mungkin sekarang aku sudah menendangmu."
Jihoon tertawa mendengar adu mulut antara Jinyoung dan Guanlin.
.
Jinyoung telah terlelap beberapa waktu yang lalu. Jihoon bangkit dari duduknya, melangkah menghampiri Guanlin yang tengah menonton televisi.
Jihoon mendudukkan dirinya disamping sang paman.
"Mengantuk?"
Jihoon mengangguk lucu dengan matanya yang terlihat sayu. Ia mengucek satu matanya, lalu bersandar pada pundak Guanlin. Kemudian terlelap tanpa perlu waktu lama.
Guanlin tersenyum tipis, menatap lama wajah cantik Jihoon yang tengah terlelap. Tangannya bergerak mengusap tangan Jihoon lembut.
"Hei."
Jihoon melenguh, merasa tidurnya terganggu. Guanlin mendorong perlahan kepala Jihoon dari pundaknya.
"Bertahan seperti itu sebentar."
Jihoon yang tak sepenuhnya sadar, mengangguk mengerti dengan mata yang masih terpejam.
Guanlin menggeser duduknya hingga ke ujung sofa panjang itu, meraih bantal sofa dan meletakkannya di atas pangkuan. Kemudian menarik Jihoon perlahan agar membaringkan tubuhnya di sepanjang sofa, dengan kepala Jihoon di atas bantal yang dipangku olehnya. Setelah merasa posisi Jihoon sudah lebih baik dan Jihoon sudah kembali terlelap, Guanlin tersenyum. Ia menunduk, kemudian mengecup singkat bibir Jihoon.
"Lin?"
Guanlin membeku, tidak mungkin Jihoon yang memanggilnya.
. . .
Akhirnya up:')
Makasih yang udah support, aku jadi berusaha mikirin lanjutannya hwhw.
Sorry for typo.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNCLE GUAN [PANWINK]
FanfictionHanya kisah percintaan picisan antara Park Jihoon dengan sang paman, Lai Guanlin. Warning! (15+)