Jihoon merengut tak suka saat Guanlin melangkah lebih cepat bersama Jinyoung, meninggalkan dirinya.
"Tunggu aku!"
Guanlin dan Jinyoung menoleh saat mendengar pekikan Jihoon. Mereka baru saja menginjakkan kaki di salah satu hotel yang berada di Busan.
Jinyoung terkekeh kecil melihat Jihoon yang susah payah menarik kopernya. Ia pun menepuk bahu lebar Guanlin, membuat lelaki itu menatapnya bingung. Jinyoung tersenyum dan mengisyaratkan pada Guanlin untuk membantu Jihoon.
Guanlin berdecak malas, namun kakinya melangkah mendekati Jihoon. Tangan besarnya meraih koper milik pemuda manis yang kini tengah mendongak menatapnya, dengan matanya yang mengerjap. Guanlin tersenyum tipis, namun kembali memasang wajah dingin setelahnya. Sungguh, sebenarnya Guanlin gemas sekali dengan Jihoon. Tapi mengingat Jinyoung ada bersama mereka, akan gawat kalau Guanlin berbuat sesuatu di luar kehendaknya.
"Lambat sekali."
Guanlin berdecih lalu menarik koper itu. Ia menarik dua koper, miliknya dan milik Jihoon. Namun ia tak peduli berapa koper pun yang ia bawa.
"Kau itu kenapa?"
Jihoon memutar matanya malas menghadapi sikap sang paman.
.
Hanya dua kamar yang tersisa. Karena itulah, disini Jihoon sekarang. Di depan pintu kamar dengan nomor 223. Ia akan tidur sendiri, sedangkan Guanlin bersama Jinyoung.
Rasanya, Jihoon ingin pulang saja. Ia tak tahu harus melakukan apa. Karena ia pikir, Guanlin lah yang merencanakannya. Tapi melihat sang paman bersikap dingin padanya seperti itu, membuat dirinya menyesal tak menyusun rencana sendiri.
"Ah terserah!"
Jihoon menghela napas kasar dan membuka pintu kamar itu, melangkah masuk dengan lesu. Meletakkan kopernya di samping ranjang, lalu menjatuhkan tubuhnya ke atas ranjang itu.
"Baiklah. Aku akan berlibur sendiri. Aku tak peduli jika tersesat. Aku tak peduli jika kelaparan. Aku tak peduli dengan Lai Guanlin!"
Jihoon menendang udara dengan kasar. Ia kesal, dengan Guanlin. Ia memejamkan matanya sesaat, namun tiba-tiba saja sekelebat pikiran aneh menghampiri kepalanya. Ia membuka lebar matanya dan menatap langit-langit ruangan, pikirannya menerawang.
'Apa tidak apa-apa membiarkan mereka berdua berada dalam satu kamar?'
'Apa Guanlin memperlakukan Jinyoung seperti memperlakukan ku?'
'Apa yang akan mereka lakukan bersama di kamar itu?'
Jihoon ingin menangis saja rasanya saat pikiran buruk tentang dua orang itu terus menghantuinya.
"Cukup! Tak akan terjadi apa-apa."
Jihoon mencoba menghentikan semua pikiran aneh di kepalanya, dan menenangkan dirinya. Ia menghela napas berat, menoleh ke arah pintu saat mendengar seseorang mengetuk pintu itu.
Jihoon melangkah gontai menuju pintu, dan membukanya. Lai Guanlin lah yang ternyata mengetuk pintu kamarnya. Jihoon menatap protes pada Guanlin saat lelaki itu menerobos masuk tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.
"Mau apa kau kemari?!"
Guanlin tak menghiraukan pertanyaan dari Jihoonnya. Ia memilih untuk menghempaskan tubuhnya di atas sofa.
Jihoon berdecak kesal namun melangkah menghampiri Guanlin, mendudukkan dirinya di samping lelaki itu.
"Kenapa tak bersama Jinyoungmu saja."
Jihoon bergumam pelan, sangat pelan. Tapi Guanlin dapat mendengarnya. Ia tersenyum tipis, manisnya ini tengah cemburu rupanya.
Tangan besar Guanlin terangkat meraih tangan Jihoon, menautkan jemarinya dengan lelaki manis di sampingnya itu. Jihoon diam saja, tak melakukan apapun. Dan tak protes dengan apa yang pamannya lakukan.
"Kau cemburu."
Guanlin mengangkat genggaman tangannya dengan Jihoon, mengecup punggung tangan milik Jihoon yang tetap bungkam namun kini pipinya terlihat memerah.
"A-aku tidak cemburu!"
Jihoon ingin menarik tangannya, tapi Guanlin menggenggamnya terlalu erat.
"Kau cemburu."
"T-tidak!"
"Aku juga cemburu."
Jihoon mengernyit heran mendengar pernyataan dari sang paman. Cemburu? Dengan siapa memangnya?
"Kang Daniel itu."
Ah, memangnya kenapa dengan Daniel?
Jihoon menatap sang paman bingung, meminta penjelasan. Guanlin menghela napas kasar sebelum menatap dalam manik berbinar Jihoon.
Guanlin tak suka, saat Jihoon mengabaikannya dan sibuk berbincang dengan Daniel. Tadi pagi di kedai itu, Jihoon mengajak Daniel untuk bergabung. Ternyata, Daniel adalah pemilik kedai itu. Guanlin rasa, mereka tak akan berhenti berbicara jika saja Guanlin dan Jinyoung memanggil Jihoon untuk segera berangkat.
"Sepertinya dia menyukaimu."
Jihoon mengernyit heran, Kenta juga mengatakan hal yang hampir sama. Kenta bilang, Daniel sepertinya tertarik padanya. Sekarang, Guanlin mengatakan kalau sepertinya Daniel menyukainya.
"Tidak mungkin."
"Kau tidak percaya padaku?"
Jihoon diam, tak berniat menjawab pertanyaan sang paman.
"Baiklah, itu bukan hal penting bagimu. Tapi penting untukku. Aku akan rapat malam ini, jaga dirimu. Jangan pergi terlalu jauh."
Guanlin mengusak lembut surai Jihoon, dan berlalu keluar dari kamar lelaki manis itu.
"Pergi saja dengan Jinyoungmu itu! Aku akan bersenang-senang sendiri."
Jihoon menatap kesal ke arah pintu kamarnya.
. . .
Apakah pendek?
Aku lagi susah mikir teman-teman:')
Otakku terkontaminasi sama Eleven (11). Gabisa berkata-kata lagi liat mereka bertiga disana:')Nungguin lebaran nih:3 biar bisa bikin adegan... apa ya?
Mana suaranya yang nungguin:3Sorry for typo.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNCLE GUAN [PANWINK]
FanfictionHanya kisah percintaan picisan antara Park Jihoon dengan sang paman, Lai Guanlin. Warning! (15+)