Warn! 15+!
Sudah diperingati ya. Kalo tetep mau baca, dosa tanggung sendiri wkwk.Happy reading!
. . .
Keduanya sama-sama tak tahu. Segalanya terjadi begitu saja. Entah siapa yang memulai, pagutan bibir mereka semakin dalam. Mencari kehangatan satu sama lain, ditengah dinginnya udara hujan.
Tangan kokoh Guanlin bergerak menarik tubuh Jihoon, berusaha membuat lelaki manis itu menempatkan dirinya diatas pangkuan Guanlin. Tanpa sedikitpun terbersit niat untuk saling melepaskan tautan bibir itu. Begitupun Jihoon, tak terpikirkan untuk melawan Guanlin dan mengakhiri kegiatan yang kini mulai memanas. Hujan diluar sana semakin deras, seolah memaksa keduanya untuk tetap saling bercumbu berbagi kehangatan.
Guanlin memeluk pinggang Jihoon, sedangkan bibirnya mulai bergerak menyusuri leher jenjang pemuda manis itu. Jihoon bergerak mengikuti alur yang dibuat oleh sang paman. Ia mendongak dan meremas sedikit lebih kuat rambut pada tengkuk Guanlin.
Tangan Guanlin tak tinggal diam, bergerak menjelajah ke dalam kemeja biru langit milik Jihoon yang terlihat mulai berantakan. Mengusap lembut perut Jihoon, kemudian beralih pada pinggul pemuda manis itu. Jihoon sedikit melenguh saat tangan besar itu tak sengaja menyentuh titik sensitif di bagian dadanya.Bibir manisnya itu kembali memperdengarkan lenguhan yang sedikit lebih nyaring dari sebelumnya, kala sang paman menggigit lehernya. Memberikan tanda kepemilikan disana. Jihoon, milik Guanlin. Sepertinya begitu, menurut sang dominan.
"Jihoon, I want you."
Guanlin berbisik serak, kemudian mengecup ringan bibir manis itu. Ia menatap Jihoon yang kini pipi gembilnya terlihat bersemu, namun mengangguk tanpa ragu.
Dan, mereka melakukannya.
Di dalam mobil Guanlin, ditemani derasnya hujan yang seakan menuntut mereka untuk terus saling menghangatkan. Melewati malam panjang bersama.
. . .
"Selamat pagi."
Guanlin mengecup puncak kepala Jihoon lembut. Senyuman tak luntur dari wajahnya sejak bangun, menunggu Jihoonnya bangun.
Mata cantik itu mengerjap lucu. Terkekeh gemas, Guanlin kemudian memilih untuk mencium pipi gembil milik Jihoon.
Jihoon sempat bingung dengan apa yang terjadi. Namun, ingatan tentang malam indah yang mereka lewati bersama tadi malam mulai berputar memenuhi kepalanya. Membuat semburat merah memenuhi wajah manis itu. Tubuhnya hanya berbalut jas milik Guanlin di bagian punggung. Dadanya menempel dengan dada bidang Guanlin, yang sama-sama tak terlindungi oleh sehelai benang pun. Wajahnya semakin memerah.Guanlin tak memperhatikan hal itu, ia mencoba mencari kemeja milik Jihoon yang ia lemparkan entah kemana tadi malam. Dan maniknya menangkap kemeja itu tepat di bawah kakinya, di bawah kursi kemudi yang tengah ia duduki dengan Jihoon.
"Sebentar."
Tangan Guanlin terangkat untuk merengkuh tubuh itu, hanya agar Jihoonnya tak jatuh. Jihoon berusaha menahan erangannya dengan menggigit bibirnya kala milik Guanlin terasa mengenai miliknya.
Guanlin tak sadar akan hal itu. Ia mendorong perlahan pundak Jihoon, memberikan tatapan hangat pada lelaki manis itu sebelum memasangkan kembali kemeja biru langitnya. Sedikit merapikan kembali kemeja Jihoon yang sudah terlihat berantakan, ia juga memasang kemeja putih miliknya yang memang tak lepas dari tubuhnya. Hanya saja, kancingnya terbuka seluruhnya.
Maniknya kembali bertemu dengan manik berbinar milik Jihoon. Mengecup sudut bibir Jihoon lembut, kemudian berbisik.
"Kau indah, Park Jihoon."
Jihoon merasa seperti disengat listrik yang langsung mematikan seluruh saraf tubuhnya. Jihoon jadi gelagapan dan bergegas turun dari pangkuan sang paman.
"A-ah, maafkan aku."
Jihoon kembali ke tempat duduknya dan mengarahkan pandangannya keluar jendela. Menggigit bibirnya saat rasa sakit mendera di bagian bawah tubuhnya. Guanlin yang melihatnya justru tertawa pelan. Ia mengerti, Jihoon mungkin malu. Guanlin menerka seperti itu karena sedari tadi, warna merah yang memenuhi wajah hingga telinga Jihoon tak juga menghilang. Sangat lucu.
"Ayo pulang."
Jihoon menoleh dan menatap Guanlin bertanya.
"Kita pulang dengan taksi. Aku akan mencarinya dulu. Kau, diamlah disini."
Jihoon mengangguk menuruti perintah Guanlin.
.
Jihoon terus memikirkan tentang dirinya dan Guanlin. Yang malah membuat wajahnya terus memerah.
Lamunannya buyar saat Guanlin membuka pintu mobil di samping Jihoon.
"Aku sudah menemukan taksi. Ayo pulang."
Jihoon terdiam beberapa saat. Memikirkan bagaimana caranya agar ia bisa berjalan. Sakit, sungguh.
"Ji?"
"Hm?"
Guanlin kembali membuyarkan lamunannya.
"Ayo turun. Kita pulang."
"A-aku tak bisa."
Guanlin mengernyit bingung menatap Jihoon.
"S-sakit. Tak bisa."
Guanlin langsung menyadari maksud Jihoon. Ia pun meraih tubuh Jihoon tanpa pikir panjang. Jihoon sempat kaget, namun ia tahu tujuan Guanlin. Jadi, ia memilih diam. Membiarkan Guanlin menggendong dan membawa tubuhnya.
. . .
Chapter terpanjang hwhw.
Bagaimana?:3Sorry for typo.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNCLE GUAN [PANWINK]
FanfictionHanya kisah percintaan picisan antara Park Jihoon dengan sang paman, Lai Guanlin. Warning! (15+)