47.

3.8K 478 93
                                    

Guanlin meringis sakit saat Jihoon menekan luka di pipinya terlalu kuat.

"Pelan, Ji."

"M-maaf."

Jihoon, walaupun isak tangis sudah tak terdengar dari bibirnya, butiran bening masih setia meluncur dari sudut mata lelaki manis itu.

Jihoon berniat menyambut kepulangan Guanlin dan segera memeluk lelaki itu. Namun ia dibuat begitu terkejut saat membuka pintu dan melihat wajah Guanlin yang penuh lebam, serta sudut bibirnya yang kembali terluka.

Jihoon melempar kapas bekas ke sembarang arah.

"Sebenarnya apa yang terjadi?"

Mengusap kasar sudut matanya, Jihoon lalu beralih menatap Guanlin, menuntut jawaban dari lelaki itu.

"Tidak ada."

Jawaban yang Guanlin berikan sungguh tak bisa Jihoon terima.

Lelaki manis itu memicingkan matanya, menatap Guanlin lebih menuntut dari sebelumnya. Guanlin yang melihatnya, tak lama kemudian menghela napas, menarik Jihoon kedalam pelukannya.

Jihoon hanya diam, membiarkan Guanlin memeluk dirinya. Namun telinga lelaki manis itu tetap terbuka, berharap ia akan mendengar jawaban yang sebenarnya.

"Ayah."

Jihoon lantas membelalakkan matanya, terkejut dengan jawaban lelaki itu. Tentu ia tahu dan mengerti, tentang siapa 'Ayah' yang dimaksud oleh Guanlin.

"Kurasa Mingyu telah memberitahunya mengenai dirimu. Secepat itu, sedangkan ia baru mengetahuinya kemarin."

Guanlin terkekeh pelan, kemudian meringis saat merasa luka pada sudut bibirnya tak bisa bersahabat.

"Padahal luka bekas pukulan Mingyu belum pulih, sekarang malah bertambah."

Jihoon meringsek lebih dekat, membenamkan wajah manisnya pada dada Guanlin, membuat lelaki itu sedikit tersentak saat kembali mendengar isakan kecil dari bibir Jihoon.

"Hei, kenapa menangis lagi?"

Guanlin dapat merasakan gelengan halus dari lelaki manis itu, namun isak tangisnya tidak mereda.

"Ha-harusnya bukan hanya kau yang terus dipukul, aku juga. Karena semua ini kesalahan kita berdua, bukan hanya dirimu."

Guanlin lantas tersenyum tipis, tangannya bergerak mengusap lembut surai madu milik Jihoon.

"Ini tanggung jawabku. Jika kau juga dipukul, maka orang yang memukulmu akan habis ditanganku, siapapun itu."

Pukulan ringan mendarat pada dada Guanlin, membuat lelaki itu kembali terkekeh.

Menarik tubuh Jihoon untuk duduk di pangkuannya, Guanlin lalu melingkarkan lengannya pada pinggang lelaki manis itu.

Jihoon yang sedikit kaget pun menatap Guanlin dengan mata berkedip bingung, dan tentu maniknya masih berkaca-kaca.

Jari-jari tangan Guanlin terangkat, mengusap lembut sudut mata serta pipi gembil Jihoon yang basah.

Menatap pada manik cantik Jihoon, Guanlin lalu mengecup singkat bibir manis lelaki yang tengah mengandung anaknya itu. Beralih mengecup kedua mata, hidung, serta pipi sebelum kembali mendaratkan kecupan bertubi pada bibir Jihoon.

"Bahkan setelah dipukul, kau masih bisa bermesraan seperti sekarang?"

Jihoon dan Guanlin sontak menoleh kearah asal suara, merasa kaget.

"Jihoon, aku masih heran denganmu. Kenapa kau bisa menyukai lelaki aneh ini?"

Jinyoung--

--menggeleng heran di ambang pintu, lalu melangkah masuk dan menghempaskan tubuhnya pada sofa di seberang sepasang kekasih itu.

"Aku datang kesini karena mendapat kabar dari karyawan yang melihat kejadian. Kau dipukul oleh seseorang."

Jinyoung menatap pada sepasang kekasih di depannya dengan kening mengernyit.

"Oh ayolah! Aku disini, dan kalian akan tetap dengan posisi seperti itu?"

Jihoon yang menyadarinya pun turun dari pangkuan Guanlin dengan tergesa-gesa. Ia lalu mendudukkan dirinya disamping Guanlin.

"Satu lagi."

Jinyoung mengalihkan pandangannya ke arah pintu masuk yang memang terbuka sejak Jinyoung datang.

"Hei, masuklah!"

Jihoon serta Guanlin lalu memutar pandangan ke arah pintu, untuk melihat siapa yang akan masuk.

"Maaf, dia sempat melihat kalian berdua bermesraan karena aku membuka pintu sendiri tanpa menekan bel."

Mata Jihoon sontak terbelalak sesaat setelah mendengar perkataan Jinyoung. Ia melihat dengan jelas, seseorang yang melangkah masuk dengan ragu--

--Kang Daniel.

"D-daniel?"

Jihoon berani bertaruh, bahwa kini Daniel pasti kaget dan bertanya-tanya tentang hubungannya dengan Guanlin.

"Bisa aku bicara dengan Jihoon sebentar?"

.
.
.

Jihoon menatap tangan Daniel yang menyerahkan sebuah paper bag padanya.

Tubuh besar Daniel kini terduduk disampingnya, dengan pandangan lurus menatap dirinya.

Mereka berdua tengah berada di sebuah taman kecil yang berada tak jauh dari gedung apartemen.

"Aku kesini, untuk meminta maaf atas sikap lancangku."

Jihoon menyambut pemberian Daniel dengan ragu, merasa sedikit tidak nyaman mengetahui bahwa Daniel telah melihat dirinya dengan Guanlin.

"Maaf, Ji. Aku hanya merasa, merindukanmu."

Jihoon hanya diam, mendengarkan Daniel.

"Kau tak bisa menerimaku, karena--

"Ya, karena Guanlin. Aku tahu kau ingin menanyakan hal itu."

Jihoon memotong perkataan Daniel. Lelaki berbahu lebar itu lantas tersenyum tipis.

"Bukan sekedar hubungan biasa?"

Daniel berharap Jihoon menjawab bahwa hubungannya dengan Guanlin hanyalah hubungan biasa, namun adegan mesra antara sepasang paman dan keponakan itu terus berputar memenuhi kepalanya.

Tidak sesuai dengan harapan Daniel, Jihoon menganggukkan kepalanya.

Seluruh urat saraf dan otot Daniel rasanya mati, ia tak mampu bergerak ataupun mengatakan sesuatu.

"Aku minta maaf, Niel."

Saat Jihoon beranjak dari duduknya, dan bersiap untuk melangkah pergi, Daniel mendongak.

"Tapi dia pamanmu, Ji!"

Daniel hanya merasa, segalanya seperti tak nyata dan tak mungkin.

"Seperti itulah keadaannya, Niel. Aku minta maaf, kuharap kau bisa mengerti. Aku masih ingin berteman denganmu, jika kau juga mau."

Daniel menatap tak percaya pada Jihoon yang kini mulai melangkah menjauh, meninggalkan dirinya di bangku taman itu.

"Sekali lagi. Maafkan aku, Niel."

.

Saat Daniel masih sibuk mencerna semua kejadian, seseorang datang menghampirinya dan duduk disampingnya.

"Taman ini cukup bagus, walaupun kecil."

Tatapan kosong Daniel buyar, pandangannya beralih pada lelaki disampingnya.

"Kau bekerja di kedai waktu itu, bukan? Aku teman Guanlin. Kau ingin pulang? Boleh aku berkunjung sebentar ke kedai tempatmu bekerja?"

Daniel tersenyum tipis, lelaki itu terdengar ceria. Seperti Jihoon.

"Tentu, kau boleh berkunjung."



.
.
.



Maaf lama up T^T

Selamat pagi!

Sorry for typo.

UNCLE GUAN [PANWINK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang