Guanlin menerobos pintu masuk tempat Jinyoung berada setelah salah satu perawat mengantarnya. Jinyoung ada disana, di atas ranjang rumah sakit dengan perban yang membalut bagian kepalanya.
Guanlin mendekat perlahan, merasa sedikit tak percaya. Ia berdiri tepat di samping ranjang, mengamati wajah kecil Jinyoung untuk memastikan. Seluruh tubuh Guanlin rasanya lemas, pasien itu memang benar-benar Jinyoung. Sahabatnya, dan cinta pertamanya.
Guanlin mendudukkan dirinya di samping ranjang, dengan tatapannya yang terus melekat pada wajah manis Jinyoung. Guanlin menahan napasnya saat manik Jinyoung mulai mengerjap, dan bibirnya mengeluarkan sebuah ringisan kecil.
"Jinyoung."
Jinyoung mengenali suara itu. Perlahan maniknya membuka, ia menoleh dan mendapati Guanlin di sampingnya.
"Guanlin?"
"Kau tak apa?"
Jinyoung tersenyum tipis.
"Aku tak apa."
Guanlin meraih jemari Jinyoung kemudian menggenggamnya.
"Kenapa bisa sampai seperti ini?"
"Ini salahku, Lin. Aku yang meminta pada supir taksi itu untuk mempercepat mobilnya. Aku ingin cepat bertemu ayahku. Saat di persimpangan di dekat stasiun, taksi kehilangan kendali. Dan, berakhir begini."
Guanlin menghela napas kasar.
"Tapi kenapa kepalamu yang terluka? Bukankah kau duduk di kursi penumpang?"
Jinyoung terkekeh pelan.
"Aku duduk di depan, Lin. Kau tahu kan, aku tak terlalu suka duduk di belakang."
Guanlin tersenyum geli.
"Benar juga."
"Ah, dimana Jihoon?"
Guanlin terdiam, seketika di kepalanya muncul sekelebat bayangan saat ia meninggalkan Jihoon sendirian di tepi pantai.
"Aku datang sendiri."
Jinyoung mengernyit heran.
"Lalu Jihoon?"
"Aku tinggalkan sendirian."
Jinyoung mendelik tajam pada Guanlin, membuat lelaki itu sedikit bergidik ngeri.
"Bodoh! Kenapa tidak kau bawa saja kemari?"
Guanlin bungkam, tak tahu harus menjawab apa.
.
"Lin."
Guanlin yang tengah fokus menonton televisi pun menoleh, namun tatapannya kembali pada layar televisi setelahnya.
"Ada apa?"
"Kau tidak mau kembali ke hotel? Ini sudah larut malam."
"Aku akan menginap disini, menjagamu."
Jinyoung memang harus menginap di rumah sakit untuk beberapa waktu.
"Jihoon sendirian di hotel."
Guanlin diam, pandangannya tak lagi berfokus pada televisi di depan sana.
"Ada perawat disini, Lin. Mereka yang akan menjagaku. Kau kembalilah ke hotel."
Guanlin beranjak dari sofa di ruangan itu, kemudian melangkah mendekati Jinyoung.
"Besok aku akan kembali kesini."
Tangan Guanlin mengusap lembut surai legam Jinyoung.
"Aku pergi dulu, jaga dirimu."
Jinyoung mengangguk, lalu setelahnya Guanlin berlalu cepat menghilang di balik pintu ruangan.
. . .
Langkah Guanlin tergesa-gesa, bayangan seseorang memenuhi kepalanya saat ini. Tentu saja orang itu, Park Jihoon.
Guanlin mengetuk pintu kamar yang di tempati oleh Jihoon dengan tak sabaran. Berharap pemuda manis di dalam sana masih terjaga.
"Ji--"
Pintu itu terbuka saat Guanlin akan membuka mulutnya untuk memanggil Jihoon.
"Paman!"
Jihoon tersenyum sumringah melihat keberadaan sang paman di hadapannya saat ini.
"Kau ini darimana saja? Ayo masuk!"
Jihoon menarik lengan Guanlin untuk masuk ke dalam kamarnya.
"Jihoon."
Guanlin menahan tangan pemuda manis itu. Jihoon pun berbalik dan menatap sang paman dengan tatapan bertanya. Namun ia tersentak kaget saat Guanlin menarik tubuhnya, dan merengkuhnya erat.
"Maafkan aku."
Jihoon mengernyit heran di dalam rengkuhan Guanlin.
"Ada apa?"
Guanlin tersenyum tipis, hatinya terasa sedikit lega. Ia tak menjawab pertanyaan Jihoon.
"Maaf meninggalkanmu. Kau baik-baik saja? Apa kau susah payah untuk kembali ke kamar ini?"
Jihoon terkekeh mendengar banyak pertanyaan yang meluncur dari bibir Guanlin.
"Aku baik, dan aku berhasil kembali ke kamar ini. Walaupun memang susah payah. Tapi sekarang sudah membaik, tak terasa sakit lagi."
Guanlin tersenyum lega mendengar jawaban Jihoon.
"Lepaskan aku! Aku ingin tidur."
Jihoon memukul pelan pundak Guanlin agar melepaskan pelukannya. Guanlin menurut, ia melepaskan pelukan itu.
"Kau bau. Mandi sana!"
Guanlin tertawa geli melihat Jihoon yang kini sedang menjepit hidungnya dengan dua jarinya.
"Kemari, aku masih ingin memelukmu."
"Tidak mau!"
Jihoon berlari kecil menuju ranjang, lalu menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang itu.
"Kau terlalu menggemaskan, Park Jihoon."
Jihoon melempar tatapan tajam pada Guanlin. Namun Guanlin tak menghiraukannya, lelaki itu melangkah santai menuju kamar mandi sembari melepas kemejanya.
Pipi Jihoon memerah saat melihat tubuh kurus Guanlin yang terlihat berotot itu, dan juga bagian perutnya yang mulai tebentuk.
"Kenapa menatapku seperti itu?"
Guanlin menghentikan langkahnya tepat di depan pintu kamar mandi. Ia menatap bingung ke arah Jihoon. Kemudian menyeringai tipis setelah mengetahui penyebab merahnya pipi Jihoon.
"Kau menyukainya? Tubuhku bagus bukan? Mau menyentuhnya lagi?"
Mata Jihoon melebar mendengar godaan dari sang paman. Ia mengalihkan pandangannya dari Guanlin.
"T-tidak! Apa maksudmu?! Mandi saja sana!"
. . .
Selamat pagi!
Happy weekend semuaaa.Jangan hujad aku:3
Sorry for typo.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNCLE GUAN [PANWINK]
FanfictionHanya kisah percintaan picisan antara Park Jihoon dengan sang paman, Lai Guanlin. Warning! (15+)