Guanlin bergerak mengeratkan pelukannya pada pinggang Jihoon. Tersenyum cerah, kemudian mengecup kedua mata cantik Jihoon.
"Selamat pagi."
Jihoon bergerak tak nyaman, merasa tidurnya terganggu. Matanya mengerjap, mencoba mengumpulkan sedikit kesadarannya. Ia mendudukkan dirinya dengan mata yang masih setia menutup.
"Sudah merasa baikan?"
"Hm."
Jihoon mengangguk sebagai jawaban. Guanlin terkekeh melihat pemuda manis yang tak berniat membuka matanya itu. Ia mendudukkan dirinya berhadapan dengan Jihoon. Menatap Jihoon untuk beberapa saat sebelum mengecup bibir manis itu.
Guanlin yang menciumnya secara tiba-tiba membuat Jihoon kaget dan sontak membuka lebar matanya. Ia menatap Guanlin meminta penjelasan.
"Agar kau bangun."
Guanlin tertawa puas melihat wajah kesal yang ditunjukkan oleh Jihoonnya.
"Bangunlah. Kita akan pergi."
Jihoon menatap Guanlin penuh tanya.
"Kemana?"
"Rahasia."
Guanlin berlari kecil melihat Jihoon yang telah bersiap untuk melemparnya dengan bantal.
"Cepat bersiap."
Jihoon mendengus kesal.
.
Jihoon menunggu dengan antusias makanan yang tengah dimasak oleh Guanlin.
"Paman, cepat! Aku lapar!"
Guanlin tertawa kecil karena Jihoon yang terus mendesaknya tak sabaran. Ia membawa piring berisi pancake ke hadapan Jihoon.
"Nah, ini dia."
Manik Jihoon berbinar, menatap lapar pada pancake buatan sang paman. Ia bersiap memakan pancake itu sebelum suara bel menginterupsi.
"Makanlah."
Guanlin melangkah meninggalkan Jihoon di ruang makan. Saat membuka pintu apartemennya, ia tersenyum.
"Masuklah."
Guanlin membuka pintu lebih lebar dan membiarkan Jinyoung masuk.
"Kau sudah sarapan?"
Jinyoung menggeleng. Berniat mendudukkan dirinya di sofa ruang tengah, namun Guanlin malah menariknya ke ruang makan.
"Ji, lihat siapa yang datang."
Jihoon mengalihkan pandangannya pada kedua orang yang tengah melangkah ke arahnya.
"A-ah. Hai."
Jihoon menyapa Jinyoung dengan kaku. Jihoon tak tahu mengapa ia selalu merasa tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Jinyoung. Ia merasa canggung saat ada Jinyoung.
"Duduklah, Bae. Aku akan ambilkan pancake untukmu."
Jinyoung mengangguk dan tersenyum, lalu mendudukkan dirinya di depan Jihoon.
"Apa kalian akan pergi?"
Jinyoung bertanya seperti itu karena ia melihat Guanlin yang sudah rapi dengan kemejanya, dan kini ia melihat Jihoon dengan kaos yang dibalut jaket.
"I-itu--"
"Apa kau ingin ikut?"
Guanlin datang saat Jihoon akan menjawab pertanyaan Jinyoung. Merasa sedikit terganggu mendengar pertanyaan Guanlin, Jihoon menatap Jinyoung menunggu jawaban.
"Kalau boleh, aku ikut."
"Tentu saja boleh."
Guanlin mengacak surai Jinyoung sembari tersenyum hangat. Tiba-tiba Jihoon merasa ia sedikit sulit bernapas. Ia merasa, senyum Guanlin sedikit berbeda untuk Jinyoung.
. . .
Ternyata Guanlin membawa mereka ke ladang bunga, di atas bukit. Jihoon menuruni mobil Guanlin dengan antusias. Ia ingin melihat hamparan bunga itu lebih dekat.
Jihoon berlari kecil menuju hamparan bunga disana, melupakan sang paman dengan Jinyoung yang tertinggal di belakangnya.
"Ji, jangan berlari!"
Jihoon tak menghiraukan teriakan Guanlin. Ia terlalu bersemangat untuk melihat dan menyentuh bunga-bunga cantik disana.
Jihoon memekik senang saat mulai memasuki jajaran bunga-bunga itu. Ia tak berhenti berlari, memasuki ladang bunga semakin dalam. Jinyoung dan Guanlin berjalan dengan santai jauh di belakangnya.
Saat Jihoon hampir sampai pada hamparan bunga dengan warna kesukaannya, kakinya tersandung batu yang sedikit lebih besar. Jihoon kehilangan keseimbangan dan terjatuh begitu saja.
"Huh! Batu menyebalkan!"
Jihoon mendengus dengan kakinya yang menendang batu itu dengan perasaan kesal. Telapak tangannya terasa sedikit perih. Jihoon memeriksa telapak tangannya. Dan benar saja, ia terluka. Kembali mendengus sebelum berdiri, kemudian berbalik untuk mencari keberadaan sang paman.
Dan ia menemukan Guanlin jauh di belakangnya tengah sibuk tertawa bersama Jinyoung, mengabaikan dirinya. Hatinya sedikit tak beres melihat hal itu.
"Hei, kau tak apa?"
Jihoon berbalik saat seseorang menepuk pundaknya.
"Aku lihat kau terjatuh, kau tak apa?"
Jihoon menggeleng pelan dan mencoba menyembunyikan tangannya di belakang punggungnya. Lelaki tampan di depannya itu menatapnya tak percaya. Lalu manik lelaki itu mengarah pada tangan yang Jihoon sembunyikan.
"Berikan tanganmu."
Jihoon menggeleng ribut dan menatapnya penuh selidik.
"Aku tak apa."
Lelaki itu mendengus melihat tatapan Jihoon untuknya.
"Aku bukan orang jahat, tenang saja. Aku, Kang Daniel."
.
.
.Nahloh:3
Ada akang disini hwhw.
Happy weekend!Sorry for typo.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNCLE GUAN [PANWINK]
FanfictionHanya kisah percintaan picisan antara Park Jihoon dengan sang paman, Lai Guanlin. Warning! (15+)