38.

4.3K 532 21
                                    

Jihoon sedikit lebih ceria saat sampai di taman bermain bersama Daniel, Kenta dan Donghan.

Kenta lah yang mengajak mereka semua. Padahal Donghan mungkin sudah terlalu tua untuk bermain di tempat itu.

Jihoon mendudukkan dirinya diatas bangku yang tersedia, diikuti oleh Donghan.

Kenta sedang pergi ke toilet, sedangkan Daniel bilang bahwa ia harus membeli sesuatu.

Melihat Donghan yang bisa dengan santai bermain di tempat ini, membuat Jihoon berpikir tentang Guanlin yang bekerja di tempat yang sama dengan Donghan.

"Paman, kau tidak bekerja?"

Donghan sedikit mengernyit bingung.

"Ini sudah malam. Jelas aku sudah bebas dari jam kerja. Ada apa?"

"Ah, tidak."

"Aku berbeda dengan Guanlin. Dia punya jabatan yang lebih tinggi dariku. Jadi dia sedikit lebih penting dibandingkan denganku. Jangan bertanya kenapa Guanlin selalu pulang larut. Dia punya banyak hal yang harus dikerjakan."

Donghan seperti tahu apa yang ada di pikiran Jihoon.

Jihoon pun mengangguk paham, lalu bungkam. Ia mendongak, menatap langit yang terlihat gelap tanpa dihiasi oleh bintang malam ini.

"Jihoon."

Lamunan Jihoon pun buyar, seiring dengan Daniel yang menyerahkan sebuah minuman untuknya.

"Terimakasih."

Senyuman tipis Jihoon berikan pada Daniel.

"Sekarang, apa kita akan pulang?"

Kenta datang, melayangkan tatapan bertanya pada Jihoon, Daniel, dan Donghan.

Donghan beranjak dari duduknya, lalu mengacak lembut surai Kenta.

"Sudah mulai larut. Jadi sebaiknya kita semua pulang."

.

Guanlin belum pulang.

Jihoon menghela napas berat lalu melangkah memasuki kamar Guanlin.

Jihoon menjatuhkan tubuhnya pada ranjang milik Guanlin. Melesakkan wajahnya pada bantal yang biasa Guanlin gunakan, dan mencoba menenangkan diri dengan aroma tubuh pria itu.

Ia merindukan Guanlin. Sangat.

Tanpa sadar, airmatanya mengalir keluar. Merobohkan pertahanannya.

.

Jihoon membuka matanya, merasakan sesuatu yang basah menempel pada keningnya.

Jihoon mengerutkan keningnya heran. Ia pun mengalihkan pandangannya pada pintu kamar saat mendengar suara, matanya mendapati Guanlin dan seseorang yang tengah berbicara.

Setelah itu, seorang wanita yang mengenakan jas putih itu pun pamit dan berlalu pergi meninggalkan kamar Guanlin.

"Ji, kau demam."

Jihoon sedikit kaget, ia memang merasa kedinginan setelah pulang dari taman bermain. Tapi Jihoon pikir, itu karena sudah larut malam.

"K-kau tidak bekerja?"

Jihoon sedikit terbata, hal itu yang ia ucapkan pertama kali pagi ini dengan kondisi tubuhnya yang lemah.

"Tidak. Aku ingin merawatmu."

Jihoon tersenyum tipis. Merasa senang karena seharian ini ia akan bersama Guanlin.

"Mau makan sesuatu?"

Dengan cepat, Jihoon menggeleng.

"Aku tidak nafsu makan."

Guanlin pun mengangguk mengerti, menaiki ranjang lalu mengambil tempat disamping Jihoon. Menatap wajah cantik Jihoon cukup lama, sebelum memeluk erat tubuh lelaki manis itu.

Jihoon sedikit tersentak, namun mempererat pelukan setelahnya.

Saling diam dalam posisi itu, mencoba melepas rindu satu sama lain.

Dan lagi, pertahanan Jihoon kali ini tak sekuat yang ia kira. Airmata lelaki manis itu kembali mengalir, mulai membasahi kaos tipis yang Guanlin pakai.

"Ji? Ada apa?"

Guanlin yang merasa bahu Jihoon mulai bergetar pun sedikit melonggarkan pelukannya. Ia menatap penuh tanya pada wajah Jihoon yang kini menunduk dengan hidung memerah serta isakan kecil yang keluar dari bibirnya.

"Katakan padaku, ada apa?"

"Aku benci kau."

Sebuah pukulan dari kepalan tangan Jihoon, mendarat sempurna tepat di dada Guanlin.

"Aku tak suka sendirian, aku--"

Guanlin membungkam bibir bergetar itu dengan bibirnya. Tak peduli jika ia akan tertular demam nantinya.

Ia tahu, dan ia mengerti apa maksud Jihoon.

Kecupan-kecupan lembut Guanlin berikan pada bibir lelaki manis itu.

"G-guanlin--"

"Aku tahu, aku terlalu sibuk dengan pekerjaanku akhir-akhir ini. Aku selalu mengerjakan semuanya secepat yang aku bisa, Ji. Tapi setelah selesai, berkas yang baru datang lagi padaku."

Jihoon hanya diam sambil menatap Guanlin dengan mata yang masih berbinar karena airmata dan hidungnya yang merah.

"Maaf."

Guanlin kembali mendaratkan bibirnya pada bibir Jihoon.

"Jangan memanggilku paman lagi. Aku lebih suka saat kau menyebut namaku."

Jihoon mengangguk mengerti.

"Maaf aku merepotkanmu hari ini karena aku sakit."

"Tidak, kau sama sekali tidak merepotkan. Lagipula, aku juga ingin menghindari berkas-berkas itu hari ini. Aku ingin menghabiskan waktu bersamamu, sekalipun hanya berguling-guling di ranjang ini sampai besok."

Jihoon terkekeh kecil mendengar perkataan Guanlin.

"Tolong rawat aku, dokter Guanlin."

Jihoon terkekeh geli mendengar perkataannya sendiri.

"Tentu, aku akan merawat pasien menggemaskan ini dengan senang hati."

Jihoon rasanya ingin lebih sering sakit, agar Guanlin bisa terus menemaninya.

.

"Daniel, Jihoon tidak bekerja hari ini. Paman Guanlin bilang, Jihoon sedang sakit."

Kenta menerobos masuk ke dalam dapur di kedai Daniel tanpa permisi.

"Jihoon sakit?"

Kenta mengangguk sebagai jawaban untuk Daniel.

"Aku pesan yang seperti biasanya, Donghan juga."

Kenta berniat keluar dari dapur sebelum Daniel menahan lengannya.

"Aku akan membuat sesuatu untuk Jihoon. Bisa kau berikan padanya nanti?"

"Tentu, kau bisa menyerahkannya padaku."

.
.
.

"Aku sudah meminta pada temanku agar pergi ke apartemenmu."

"Baiklah, akan kutunggu."

Sambungan telepon pun terputus, Joohyun menghela napas kemudian memijat pelipisnya.

"Apa sebenarnya yang dilakukan anak ini."

. . .

Update juga akhirnya:')
Maaf buat yang udah nungguin sampe lumutan.

Ini dia asupan weekend nya:')

Sorry for typo.

UNCLE GUAN [PANWINK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang