22.

6.5K 783 78
                                    

Suara bel pintu unit apartemen milik Guanlin mengusik sepasang keponakan dan paman yang tengah sibuk menonton bersama.

"Ji, buka pintu."

Guanlin membuat gerakan menunjuk dengan dagunya. Jihoon yang sedang bersandar pada pundak Guanlin pun mendongak, menatap Guanlin tak suka.

"Kau saja sana!"

Jihoon memukul dan mendorong pundak Guanlin cukup keras.

"Dasar pemalas."

Guanlin tertawa lalu bangkit dari duduknya. Melangkah untuk membuka pintu, dan menghindari Jihoon yang telah bersiap melemparnya dengan bantal sofa.

.

"Lin, apa kau menjaganya dengan baik? Kau memberinya makan yang banyak?"

Guanlin gelagapan.

"A-ah tentu saja, Jie."

Jadi, pelaku yang membunyikan bel apartemen Guanlin, adalah Ibu Jihoon. Kakaknya sendiri.

"Tidak, Bu. Paman bohong."

Jihoon berusaha keras menahan tawanya melihat reaksi Guanlin yang kini menatapnya tajam. Sedangkan Ibunya yang masih setia Jihoon peluk tertawa pelan.

"Kenapa datang tanpa memberi kabar terlebih dahulu, Bu?"

Jihoon mendongak menatap wajah cantik sang Ibu.

"Ibu ingin membuat kejutan untukmu. Apa kau tak suka?"

Jihoon menggeleng ribut dan mengeratkan pelukannya.

"Tentu saja aku suka."

Jihoon menegaskan perkataannya tanpa melepas tatapannya dari Ibunya. Jihoon tak tahu, jika sekarang Guanlin tengah mengepalkan tangannya erat. Menahan gemas melihat wajah lucu serta tingkah Jihoon yang seperti tak mau kehilangan barang berharganya satu detik pun.

"Kau memeluk Ibumu terlalu erat, Jihoon."

Jihoon membelalak kaget, sontak melepaskan pelukannya dari sang Ibu.

"Apa benar, Bu?"

Ibunya hanya tertawa tanpa menjawab pertanyaan Jihoon.
Tiba-tiba saja, sebuah bantal sofa mendarat empuk pada wajah tampan Guanlin. Jihoon, sang pelaku pelemparan bantal itu tergelak puas di samping ibunya yang sedari tadi terus tertawa karena adiknya dan anak tersayangnya.

"Sayang, kau tidak boleh seperti itu. Dia kan pamanmu."

Jihoon mendengus saat mendapati Guanlin menyeringai ke arahnya. Merasa menang karena kakaknya membela dirinya.

"Sudah sore. Aku mau meminjam dapurmu, Lin. Aku akan memasak makan malam bersama Jihoon."

Jihoon tersentak kaget, kemudian merengut lucu.

"Ibu, aku kan tidak bisa memasak."

"Aku akan membantumu. Kita akan buatkan makanan untuk pamanmu."

Jihoon menghela napas berat. Ia pun memilih untuk menuruti perkataan ibunya.

"Baiklah, aku ikut."

Guanlin yang sedari tadi diam pun membuka suaranya.

"Ah, Jie. Kau bisa tidur di kamar Jihoon. Dan aku akan tidur dengan Jihoon."

Saat itu juga, Jihoon rasanya ingin sekali membunuh Guanlin. Ia mendelik tajam pada Guanlin yang tak menyadari perkataannya. Jihoon melirik pada ibunya yang tengah mengernyit heran.

"Mungkin maksud paman, Ibu akan tidur denganku. Paman salah mengatakannya."

Penuturan Jihoon pun membuat sang Ibu mengangguk mengerti. Jihoon tak melepaskan tatapan tajamnya dari Guanlin yang kini menyadari kesalahannya.

"B-benar, Jie. Aku salah mengatakannya. Kurasa, aku sedikit pusing dengan pekerjaanku sekarang. Mungkin kurang fokus."

"Kau harus banyak istirahat, Lin."

Guanlin mengangguk paham. Keduanya mendesah lega saat Ibu Jihoon melangkah menjauh menuju dapur, meninggalkan Jihoon dengan Guanlin yang masih berada di ruang tengah.

"Paman bodoh!"

Jihoon sengaja menendang tulang kering Guanlin sebelum menghampiri Ibunya. Membuat Guanlin meringis menahan rasa sakit.

. . .

"Aku akan mati jika Ibuku tahu kalau aku tidur dengan pria tua mesum sepertimu."

Jihoon berjalan dengan menghentakkan kakinya kesal. Sedangkan Guanlin berjalan dengan santai di sampingnya. Siang sudah berganti menjadi malam. Guanlin dan Jihoon sedang dalam perjalanan kembali ke apartemen mereka selepas dari minimarket membeli kekurangan bahan masakan yang akan dimasak oleh Ibu Jihoon.

"Aku tidak tua."

"Apanya yang kau sebut tidak tua? Kau itu pamanku, adik dari Ibuku. Usia kalian hanya selisih enam tahun. Itu berarti kau tua."

Guanlin berdecak tak suka.

"Aku tak setua itu. Usiaku baru tiga puluh lima tahun."

Jihoon menganga dengan mata membulat besar. Ia melangkah cepat ke hadapan Guanlin, berjalan mundur. Telunjuk tangannya menunjuk wajah Guanlin.

"Lihatlah. Ternyata kau sudah setua itu. Bahkan tak ada yang mau menjadi kekasihmu."

Guanlin memutar matanya malas menanggapi Jihoon.

"Jangan berjalan mundur seperti itu. Nanti kau terjatuh."

"Hei, kau mengalihkan pembicaraan. Aku benar, tak ada yang suka pa--

Aaa!"

Jihoon berteriak cukup keras. Kakinya terpeleset, jalanan cukup licin sehabis hujan.

Jihoon memejamkan matanya erat saat merasa akan jatuh. Namun cukup lama ia terpejam, ia tak kunjung jatuh. Jihoon pun membuka matanya perlahan, dan mendapati wajah Guanlin berada tepat di depan wajahnya.

"Bodoh."

Guanlin menarik tubuh Jihoon untuk kembali berdiri tegak. Tangannya bergerak menepuk kedua pundak Jihoon.

"Makanya dengarkan aku, anak nakal."

Guanlin menarik gemas hidung Jihoon, kemudian mengecup kilat bibir pemuda manis itu.

Jihoon bungkam, sama sekali tak bisa mengatakan apapun. Ia kembali melangkahkan kakinya saat Guanlin mulai melangkah, menggenggam tangannya dengan hangat.

. . .

Inilah pemegang rekor baru kata terbanyak di uncle:3

Manis lagi dong iya dong hwhw.

Sorry for typo.

UNCLE GUAN [PANWINK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang