22 • Ich Liebe Dich

14.3K 1K 72
                                    

[Dua Puluh Dua]

"Gue kangen sama sifat lo kayak biasanya, bawel."
-Jafar

🙈🙉

Keadaan Chica sudah sedikit lebih membaik dari tadi siang. Dia masih kepikiran dengan darah-darah di novel itu. Entahlah, semua ini seperti masa lalu yang menghantuinya.

Dia terlalu takut untuk kembali ke sekolah. Semua ini seperti terror tersembunyi untuknya. Dia ingin bebas dari terror ini. Terserah jika yang lain mengatakan penakut, tapi kali ini dia benar-benar takut.

Rafa tidak tahu dia harus berbuat apa. Dia tidak pernah menghadapi keadaan seperti ini. Begitu juga dengan Gara, Qio dan Jafar.

Qio mengepalkan tangannya. Dia begitu tidak habis pikir dengan sikapnya Rena dari hari ke hari. Dia selalu menginginkan semua keinginnya terkabul. Jikalau tidak, maka orang lain juga tidak boleh mendapatkannya juga.

Jafar juga semakin tidak suka kepada Rena. Karena ulah Rena, Steva mengalami shock berat.

Rafa teringat dengan satu ide yang sempat terlintas di kepalanya. Tetapi dia kurang yakin dengan ide tersebut.

Sama seperti Rafa, Jafar juga memikirkan cara agar Steva dapat kembali ke sifat biasanya tidak diam seperti ini terus-menerus.

Jafar memiliki ide yang terlintas di otaknya. Dia membisikkan sesuatu ke arah Rafa lalu ke arah Gara. Gara yang diminta izinnya, meyetujuinya saja. Sementara Rafa, dia hanya mengikut saja.

"Setan! Lazada! Daripada ngurung di sini, nunggu lama kayak nunggu kepastian doi, mending kita jalan-jalan ke pasar malem!"

Chica dan Steva menoleh ke arah Jafar. Chica berfikir sejenak lalu mengangguk. Steva yang melihat Chica setuju, dia ikut setuju.

Thanks buat kalian. Kalian udah mau berusaha buat lindungin adek-adek gue ini. Ya, walaupun Steva bukan adek gue tapi gue udah anggep dia adek juga. Gue percayain mereka sama kalian, batin Gara.

🙈🙉

"Cha, lo bareng Rafa aja, Setan bareng gue!" Chica menganggukan kepalanya.
Chica ingin memanfaatkan waktu-waktu seperti ini untuk melupakan masalah tadi sejenak.

Steva tersenyum, lalu menjitak kepala Jafar. "Modal kerdus!"

Jafar tersenyum. Setidaknya, dia sudah berhasil membuat sedikit sifat Steva yang biasanya muncul kembali.

"Pegangan! Nanti jatoh! Kalau lo jatoh, gue juga yang susah! Badan lo kan sekarang gampang melayang kalau kena angin. Kalau misalnya jatoh, mending jatohnya ke pelukan gue. Kalau jatohnya ke pelukan orang lain gimana?"

Steva mengalihkan pandangannya. Dia berharap Jafar tidak seperti itu lagi. Jangan sampai Jafar melihat pipinya yang sudah menjadi merah.

"Udah, baper mah baper aja. Soalnya bapernya sama gue, bukan yang lain. Gue ga kayak cowo lain, yang bisanya cuma baperin tapi ga seriusin."

Steva semakin baper dengan sikap Jafar malam ini. Please, jangan buat gue melayang, terus lo jatuhin gitu aja. Gue ga mau berharap lebih dengan sikap lo yang kayak gini, batin Steva.

Berbeda dengan Steva dan Jafar, Chica malah sedang kesusahan menaiki motor Rafa. Sementara Rafa, bukannya membantu Chica, dia malah tidak peduli.

"Bantuin, dong! Jahat banget jadi orang! Motor lo ketinggian tau ga?!"

Rafa menoleh ke arah Chica. Dia memutar bola matanya dengan malas. Sementara Chica, dia berharap Rafa langsung menolongnya. "Ga peduli."

Dua kata yang diucapkan Rafa, membuat Chica ingin memukulnya dengan kencang sampai Rafa kesakitan. Liat ya! Gue tabok terus lo kesakitan, gue mampusin lo! batinnya.

Chica bersiap-siap ingin menabok Rafa. Dia menghitung satu dua tiga di dalam hatinya. Dia tidak peduli lagi mau Rafa kesakitan atau tidak.

Plak! Plak! Plak!

"Pijitinnya nanti aja, keburu tutup!" Rafa merespon Chica dengan santainya tanpa merasa bersalah. Chica melongo setelah mendengar respon Rafa.

Pijitinnya nanti aja? Lo kira gue mbak-mbak tukang pijit apa? Apa otak dia udah miring? Perasaan gue tadi nabok dia deh, bukan pijitin. Aneh! Untung sayang! Eh? batin Chica.

"Buru naik! Pegang pundak gue!" Rafa akhirnya membantu Chica untuk naik ke atas motornya. Chica melakukan semua yang diperintahkan Rafa.

Chica merasa antusias untuk pergi ke pasar malam. Kenapa? Karena dia terakhir ke pasar malam waktu dia kecil bersama orang tuanya dan Gara.

"Udah, Raf?" Bukannya menjawab pertanyaan Jafar, Rafa malah berjalan duluan mendahului Jafar.

"Kampret tuh kembaran Kutub Utara! Untung gue udah kebal! Pegangan yang erat! Gue pengen ngebut ngebalepin si Rafa!"

Steva langsung memeluk Jafar dengan erat. Dia tau bagaimana kecepatan Jafar ketika dia sedang mengebut atau balapan motor. Tak heran jika Steva tahu, Steva dulu pernah men-stalker Jafar waktu dia suka dengan Jafar.

"RAFA! PELAN-PELAN!" Chica sedari-tadi meminta Rafa untuk tidak mengebut. Tapi sayang, Rafa tidak mendengarkannya. Dia tidak peduli sama sekali dengan omongan Chica.

Beberapa hal lain juga sudah dilakukan oleh Chica, seperti menabok Rafa kembali, mengetok helm Rafa, dan lain-lain untuk menyuruhnya tidak mengebut.

"BUDEK! CONGEK! HUAA! PEL--" Omongan Chica terpotong karena Rafa memberhentikan motornya.

"Sakit jantung?" Chica yang entah sudah terbiasa atau mengerti pertanyaan Rafa menggelengkan kepalanya. Dia memang tidak punya riwayat sakit jantung.

Rafa langsung menyalakan mesin motornya kembali dan mengebut kembali. "RAFA! KAMPRET LO! HUA!"

"Brisik!" Ya, Chica kira tadi, Rafa akan mengkhawatirkan dirinya karena dia takut dengan kecepatan motor Rafa yang di atas rata-rata. Tapi setelah seperti ini, dia yakin Rafa adalah manusia yang tidak punya hati.

"HUA! RAFAA!! EH? Kok berhenti?" Rafa memutar bola matanya dengan malas. "Udah sampe, bego!"

"Tapi kok?" Chica binggung dengan semua ini. Tidak ada wahana yang bekerja, tidak ada penjual makanan atau minuman dan lainnya.

"Tutup." Chica langsung merasa kesal. Dia sudah rela melawan Rafa yang ngebut-ngebutan. Kenapa harus tutup? Gue ga mau pergi ke pasar malem bareng Rafa lagi! Nanti gue bisa-bisa terbang lagi! batin Chica.

"Pegangan!" Rafa langsung menyalakan mesinnya dan pergi meninggalkan pasar malam yang tutup itu. "Steva sama Jafar gimana?"

Rafa hanya membalas pertanyaan Chica dengan mengangkat bahunya. Biarin aja mereka juga kena apesnya, ini awalnya juga ide Jafar.

"Gue sayang sama lo!" Chica tidak dapat mendengar suara Rafa dengan jelas karena dia sedang ngebut.

"APAAN? GUE GA DENGER! COBA BERHENTI DULU NGEBUTNYA!" Chica penasaran dengan apa yang dikatakan Rafa tadi. Dia meruntuki pendengarannya yang mendengar suara Rafa dengan tidak jelas.

"Ga." Rafa tidak ingin mengulang perkataannya, cukup sekali saja. Biarkan malam, angin, bintang dan bulan yang mendengarnya.

🙈🙉

-Hey, Chica!-

Hey, Chica! [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang