30 • I Want To Kill You

13.7K 917 46
                                    

[Tiga Puluh Satu]

FLASHBACK ON.

Seorang anak kecil memeluk tubuhnya sendiri. Dia kedinginan. Dia menggosok-gosokkan tangannya terus-menerus.

"Di ... dingin .... tolong ... tolongin aku ...."

Anak kecil itu menangis. Dia merasa lemas. Dia belum makan ataupun minum sedari tadi. Dan sekarang, dia kedinginan.

"Tolong ... aku .... aku kedinginan ... tolong ... hiks hiks ..." Anak kecil itu tidak tahu berada dimana saat ini. Dia hanya berlari menyelamatkan dirinya.

"Mama .... hiks ... aku takut, ma .... Mama dimana? Mama ... mama udah janji enggak tinggalin aku .... hiks aku butuh mama ...."

Dia tidak tahu apa yang bisa dia lakukan. Yang hanya dia bisa lakukan hanyalah menjerit meminta tolong dan menangis. Dia sangat ketakutan. Dia melarikan diri.

"Mama ... mama kemana? Mama udah janji enggak tinggalin aku ..." Anak kecil itu menutup wajahnya dengan kedua lututnya. Dia memeluk tubuhnya sendiri.

"Anak pembawa sial! Kemana kamu! Pulang ke rumah atau kakimu akan saya pukul sampai biru! Saya tahu kamu berada di sekitar sini! Jangan coba bersembunyi sebelum saya menemukanmu, dan mematahkan kakimu!

Ank kecil itu memperkecil suara tangisannya. Dia tidak mau bertemu dengan pemilik suara itu. Dia tahu betul itu suara siapa. Dia berusaha bersembunyi agar tidak ditemukan olehnya.

"Saya hitung sampai tiga! Jangan buat saya semakin marah seperti kepada ibumu! Cepat! Satu! Dua! Tiga!"

Suara ayah anak kecil itu semakin terdengar jelas di telinganya. Dia semakin takut. Sejak dahulu, dia memang diajar keras oleh ayahnya. Dia tadi kabur dari rumahnya karena permintaan ibunya.

Ibunya meminta dia kabur dari rumah karena tidak ingin anaknya melihat kejadian yang dapat menggangu mentalnya. Ibunya disiksa oleh ayahnya.

"Mama ... aku takut ... aku harus apa? Aku enggak mau ketemu papa ... papa kejam, Ma! Mama ... aku takut ..." Anak kecil itu mengatakannya dengan suara yang volumenya kecil. Dia semakin lemas.

"Ternyata kamu di sini! Ikut saya! Lihat nanti apa yang akan saya lakukan padamu! Kamu akan menyesal seumur hidupmu dan tidak akan kabur lagi!"

Tangan anak kecil itu ditarik oleh ayahnya. Anak itu masih saja berusaha melepaskan cengkraman tangan ayahnya. Namun, usahanya gagal. Tenaga ayahnya begitu lebih besar daripadanya. Ditambah lagi, anak itu semakin lemas.

"Mama ... aku butuh mama ..." bisiknya. Anak kecil itu menangis. Dia merasa lemas. Tangannya juga sakit. Dia membutuhkan ibunya. Walaupun ibunya berjanji akan tetap bersamanya, dia tetap merasa cemas.

"Ga usah nangis! Cengeng banget jadi orang! Kamu memang menurunkan sifat ibumu! Hapus air matamu! Cepat!"

Bukannya menghapus air mata seperti perintah ayahnya, anak itu malah memperkencang tangisannya. "Sa ... sakit yah ... tolong ... jangan kayak gini ..."

"Aku tidak peduli! Ini belum seberapa! Itu salah kamu sendiri yang tidak mau menuruti perintah! Hapus air matamu cepat! Sebelum aku mematahkan tanganmu juga!"

Anak itu langsung menghapus air matanya. Tangannya dicengkram kembali oleh ayahnya setelah ayahnya melihat anak itu sudah menghapus air matanya.

"Jangan mengingat-ingat mama kamu lagi sekarang! Dia tidak akan ada lagi untukmu! Jadi, bersikaplah dewasa! Jangan manja-manja lagi! Jangan harap kamu bisa bersikap manja kepada saya!"

Hey, Chica! [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang