36 • Tempat Berlindung

12.4K 821 41
                                    

[Tiga Puluh Enam]

"Bukan cuma lo yang sakit karena luka-luka, tapi hati gue juga sakit ngelihat kondisi lo."
-Steva.

"Ga apa-apa gue sakit. Asal si brengsek ga nyentuh lo sedikitpun!"
-Jafar.

🙈🙉

Steva sudah menangis sedari tadi. Hatinya teriris melihat Jafar yang penuh luka-luka. Dia tidak tahu kenapa Jafar bisa terluka seperti itu. Layar handphone Jafarpun terlihat pecah.

Juan berusaha menenangkan Steva. Namun, hasilnya sia-sia. Steva malah memperkencang tangisannya.

"Udah Stev. Lo kalau kayak gini, Jafar bakal sedih tau! Dia pasti ga suka liat lo nangis kayak gini. Lo harus kasih dia semangat, biar dia juga semangat!"

Gara memang bisa berkata demikian kepada Steva. Tapi faktanya, dia tidak bisa melakukan seperti ucapannya sendiri ketika melihat ayahnya terbaring lemah.

Kondisi Chica menjadi drop. Semuanya terlalu menyakitkan bagi Chica. Kejadian yang menggores hati secara bersamaan.

Steva merasa dia tidak ada tenaga lagi. Dia merasa lemas dan pusing. Dia merasa dirinya akan pingsan, tapi dia bertekad dia harus kuat. Dia tidak mau Jafar semakin bersedih ketika tahu dia pingsan.

Juan menyadari Steva kelelahan karena sudah menangis sedari tadi. "Lo ga apa-apa, Stev? Lo sakit? Lo laper ga? Gue beliin makanan aja, ya?"

Steva menggeleng. Dia benar-benar tidak ingin makan untuk saat ini. Pandangannya tidak terlepas dari dokter yang sedari tadi menangani Jafar.

"Mana mungkin gue bisa enak-enakan makan, sedangkan gue tahu Jafar lagi sakit kayak gini? Ga bisa, Ju!"

Chica menyenderkan kepalanya di pundak Rafa. Rafa benar-benar menjadi tempat perlindungannya. Rafa mengelus rambutnya Chica. Dia mengerti perasaan Chica saat ini.

Gara merasa gelisah saat ini. Dia merasa ini bukan suatu kebetulan, melainkan suatu kesengajaan seseorang. Rena pun belum balik ke sini sampai sekarang.

Apa semua ini ada kaitannya sama Rena? Kalau sampai Rena yang buat ayah dan Jafar kayak gini, gue bakal masukin dia ke rumah sakit jiwa! batin Gara.

"Raf, ayah sama Jafar bakal gimana? Gue ga mau mereka kenapa-kenapa, Raf." Rafa mengangguk paham.

FLASHBACK ON.

"Nomor yang anda tujui sedang tidak ak--"

Steva menghela nafasnya lelah. Sudah dari 10 menit yang lalu dia menghubungi Jafar. Tapi, selalu operator yang menjawabnya.

"Ju, kok handphone-nya Jafar ga aktif-aktif ya? Firasat gue ga enak!" Steva terlihat sangat gelisah dan khawatir.

"Udahlah, Stev. Mungkin itu cuma perasaan lo aja. Enggak selamanya perasaan manusia itu bener," ujar Juan.

"Positive thinking ajalah, Stev. Mungkin Jafar lagi fokus ngerjain proposalnya. Makanya, dia matiin handphone-nya biar ga ada yang gangguin," tambah Gara.

"Bener, tuh! Lo ga boleh mikirin Jafar macem-macem! Nanti kalau misalnya kejadian gimana? Lo emang mau? Gue tau lo khawatir, tapi jangan negatif thinking mulu! Enggak baik!" ujar Chica.

"Ya ud--" ucapan Steva terputus karena sebuah panggilan yang masuk ke handphone-nya. Sebuah nomor yang tidak diketahui. Steva mengangkatnya dengan perasaan yang was-was.

Hey, Chica! [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang