[Lima Puluh Lima]
Kalau di pelajaran IPA, sejauh apapun jarak antara bandul yang satu dengan bandul yang lain, asal panjangnya sama, akan tetap beresonasi. Kalau kita, sejauh apapun jarak yang memisahkan, kita akan tetap bersatu. |Chica.
Setiap tuts-tuts piano itu melambangkan sebuah makna kehidupan. Oleh karena itulah, hidup itu seperti piano. |Guena.
🙈🙉
Chica menikmati minuman yang berada di hadapannya. Dia memang sengaja untuk pergi ke cafe sendirian, anggap saja agar dia mendapatkan waktu untuk dirinya sendiri.
Jemari-jemari perempuan yang sedang berada di atas panggung cafe tersebut, mulai memadukan antara tuts putih dan hitam.
Alunan nada musik yang indah dan harmonis, membuat para pengunjung Cafe tersebut terpaku kepadanya. Cafe yang sedang Chica kunjungi memang rata-rata diisi oleh anak-anak remaja.
Perempuan itu menarik nafasnya terlebih dahulu sebelum membacakan puisinya.
Kata orang, kita boleh berjuang
Asalkan dia memang pantas untuk diperjuangkanKata orang, kita juga boleh berhenti memperjuangkan seseorang
Jikalau dia sudah tak pantas untuk diperjuangkanTapi, apakah aku mampu bertahan ketika aku melihat kebahagiannya bersama orang lain dan bukan dengan aku?
Apakah aku bisa berhenti mengharapakannya ketika aku ingin melepaskannya, tetapi 'dia' seolah menarik aku kembali ke dalam kehidupannya?
Tidak ada satu orang pun yang berbicara selain perempuan yang sedang berpuisi ini. Alunan musik yang lembut, membuat menarik para pengunjung ke dalamnya.
Bukan hanya lelah yang melanda melainkan goresan luka yang aku rasakan
Luka yang tak tampak,
Karna tertutup oleh lengkungan senyum yang tulus
Luka yang akan membekas sampai kapanpunBukan hanya tentang aku yang sekedar mengetahui namanya,
Tapi juga tentang aku yang mengenal 'dia'Karna tau belum tentu mengenal tetapi mengenal sudah tentu tau, bukan?
Terkadang, pilihan terbaik dari suatu hubungan adalah melepaskannya dan mengikhlaskannya.
Karna mereka tahu, jikalau mereka memang ditakdirkan untuk bersatu, mereka pasti akan bertemu kembali.
Prok! Prok! Prok!
Perempuan itu langsung turun dari atas panggung setelah selesai berpuisi. Chica dapat melihat, perempuan itu menuju ke arah mejanya.
Dia yang tadi atas panggung kan? Gue samperin aja, deh! Eh tapi, beneran udah turun kan? Nanti kalau gue salah orang, terus ketahuan yang lain, bisa-bisa gue langsung viral lagi! batin Chica.
"Eh!"
Perempuan itu menoleh Chica. Dia mengkerutkan dahinya karena tidak mengenal Chica. "Iya? Panggil aku, ya?"
Chica menganggukkan kepalanya. "Iya, gue manggil lo. Maaf ya tadi gue manggil lo pakai eh, soalnya gue ga tau nama lo."
"Enggak apa-apa, kok! Nama aku Angelina Guena, panggil aja Guena."
Deg.
FLASHBACK ON.
"Makanan yang lo pesen banyak banget! Lo udah gendut, gua doain makin gendut!" tutur Juan dengan sangat jujur.
"Bodo amat! Yang penting gue makannya nasi, bukan makan temen!" balas Steva yang tidak mau kalah.
"Juan! Lo diem atau nanti selesai makan, gue gorok!" ancam Chica kepada Juan.
"Yaelah, Ca! Kok jadi gue yang disalahin? Kenapa ga nenek lampir ini aja? Wah, pilih kasih sekarang lo! Aku pernah sakit ... tapi tak pernah sesak--SAKIT!"
Juan mengelus-elus kaki kesayangannya yang telah diinjak oleh Steva. Steva menunjukkan senyum kemenangannya.
"Diem atau gue jewer telinga lo!" Juan langsung diam. Dia tidak mau mencari masalah lagi. Karena bagaimana pun, cewek selalu benar dan cowok selalu salah.
"Qio!" Chica melambai-lambaikan tangannya di hadapan wajah Qio. Namun, tidak ada balasan sama sekali oleh Qio.
Steva yang memiliki ide licik, langsung menjalankan aksinya. Dia mencuci tangannya lalu memercikkan ke arah Qio.
"Quena!" ucap Qio spontan. Qio yang menyadari itu, langsung gelagapan sendiri. Sementara dengan Chica dan Steva, mereka malah tersenyum misterius.
"Hayo lo, nyet! Siapa Quena, heh? Selingkuhan lo? Seriusin dulu coba yang ada di samping lo!" ujar Juan sambil menaik-turunkan alisnya.
FLASHBACK OFF.
Apa jangan-jangan dia Guena yang Qio maksud waktu itu? Wah! Gue harus cari tahu semua ini! Qio kan waktu itu nembaknya gue, masa sukanya Guena?! Apa jangan-jangan ada sesuatu yang ditutup-tutupin dari gue?! batin Chica.
🙈🙉
Drrt.. Drrt..
Rafa mengangkat panggilan yang masuk ke dalam handphone-nya. "Hm?"
"Tuan Walance, bisakah Tuan ke tempat biasa sebentar? Ada hal yang ingin kami sampaikan, ini menyangkut CCTV yang telah kami dapatkan. Kami juga telah mendapatkan informasi-informasi lainnya. Namun masalahnya, kami sedang dikejar oleh orang-orang yang ti--ARGH!"
Rahang Rafa mengeras. Tangan Rafa juga telah terkepal dengan sempurna.
"Hati-hati di tempat biasanya, Tuan."
Tut!
Rafa mengacak-acak rambutnya kesal. Dia mengambil kunci mobilnya, lalu pergi meninggalkan rumahnya ke suatu tempat.
🙈🙉
-Hey, Chica!-
Yeah! Emak kembali euy!
Pendek? Iya tau pendek kok! Kan biar endingnya kalian penasaran /plak!
Mau update? Tunggu mood emak buat nulis ada, ya! Sekalian, jebolin komentar!
Maaf kalau belum dapet feel, typo, ada kesalahan tanda baca, dan lainnya :)
Jangan lupa vote dan komennya! Oh iya, siapin diri kalian ya karena Hey, Chica! bakal tamat~
By the way, jangan lupa mampir ke cerita emak Malam ya! Di situ Qionya sama kok sama Qio ini! Quena juga!
Sekian,
Salam sayang dari emak Rafa 💋
KAMU SEDANG MEMBACA
Hey, Chica! [Completed]
Teen FictionDipersatukan dalam permainan dengan pemain yang sudah jelas memiliki sifat saling bertolak belakang. Si dingin yang hampir tak bisa dibedakan dengan dinginnya es di Kutub Utara dan si cerewet yang selalu berpidato. Bukan permainan kecil-kecilan bia...