53 • Loh, Kok Bisa?!

11K 735 235
                                    

[Lima Puluh Tiga]

Chica uring-uringan di dalam kamarnya. Dia merasa, masalah di hidupnya, selalu berdatangan secara bersamaan. Entahlah, mungkin antara satu masalah dengan masalah lain sudah janjian.

Chica bertekad besok dia akan kembali ke sekolah. Namun masalahnya, dia harus memilih pilihan yang diberikan abangnya terlebih dahulu.

"Ayah masih belum sadar dari komanya, mama masih di luar kota karena ada urusan lagi, Bang Gara masih marah karena Rena sama Rafa, nanti apa lagi?"

FLASHBACK ON.

Deg.

Chica tidak mengira jika abangnya juga ikutan bolos dari sekolah. Dia kira hanya Steva yang membolos.

Mampus! Aduh, gimana lagi? Gue belum siap cerita ke Bang Gara. Gue takut kalau Bang Gara bakal ketemu sama Rena. Nanti kalau mereka ketemu, bukannya Bang Gara yang apa-apain Rena. Tapi, Rena lagi yang apa-apain Bang Gara, batin Chica.

"Eh? Eng ... enggak kok, Bang. Bang Gara salah denger kali. Kita itu harus menjaga kesehatan telinga biar ga salah denger ucapan orang, termasuk abang!"

"Dek, jujur sama abang. Abang, mama, papa ga pernah ngajarin buat bohong."

Telak!

Gara mengetahui adik kesayangannya sedang berbohong. Dia sudah mempelajari tentang gerak-gerik seseorang jika sedang berbohong.

"Gi ... gini, tapi Bang Gara jangan marah, ya? Please," tutur Chica sambil memasang mimik wajah memohon.

"Abang ga janji." ujar Gara dengan nada yang datar dan dingin di telinga Chica.

Chica menahan salivanya dengan susah payah. Dia benar-benar takut abangnya akan mengamuk kepada Rena.

"Jadi, yang didenger sama Bang Gara itu bener." Chica menundukkan kepalanya setelah berkata demikian.

Chica tidak berani menceritakan semuanya secara detail kepada Gara, termasuk Qio yang ikut dalam rencana penyiksaan kakaknya sendiri.

"Anjing!" Gara selama ini memang sudah tahu tentang Adel yang disiksa sampai meninggal. Namun, dia masih belum menemukan siapa pelakunya.

Chica terdiam. Dia semakin takut untuk mengangkat wajahnya dan menatap Gara.
Gara benar-benar bisa berubah menjadi kasar jika dia sedang emosi, kepada siapapun itu.

"Bang, please jangan apa-apain Rena. Dia ... dia ngelakuin gini karena mama dulu dateng di keluarga Rena," lirih Chica.

Gara terdiam. Entah angin apa, emosinya langsung menurun setelah mendengar perkataan Chica tadi. Sementara Steva, dia memilih untuk diam dan menatap sepasang kakak beradik ini.

Mama? Mama dulu dateng di keluarga Rena? Untuk apa? Gue harus tanyain ke mama sebenarnya ada apa, batin Gara.

"Untuk apa?" Chica menggeleng. Dia tidak berbohong kali ini. Dia benar-benar tidak tahu alasan mamanya itu.

"Gue ada dua pilihan buat lo," cetus Gara.

Chica mengkerutkan dahinya binggung. Tumben-tumbennya abangnya itu memberikan pilihan. "Pilihan apa, Bang?"

Hey, Chica! [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang