[Dua Puluh Tiga]
Chica mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Dia sudah mempersiapkan dirinya untuk menerima terror kembali jika ada.
Chica sudah melakukan latihan jika ada hal-hal aneh yang datang kepadanya. Novel yang berisi darah pun sudah dia buang ke tong sampah.
Chica mencoba berjalan santai seakan tidak ada apa-apa saat ini. Chica memang berangkat ke sekolah lebih awal karena ingin menyelidiki siapa yang menaruh benda-benda aneh yang telah dia dapatkan dari kemarin.
Chica saat ini berada di lorong Utama SMA Yolanda. Mungkin saat ini hanya ada dirinya karena keadaan masih sunyi dan sepi. Tidak, Chica tidak sendirian. Ada seseorang yang mengikutinya.
Chica mulai berjalan dengan gugup. Dia merasa seseorang telah mengikutinya dan memata-matainya sedari-tadi. "Ada orang di sana? Jangan main-main, please! Ga lucu tau! Kalau mau ngelawak minta ajarin Sule dulu deh!"
Chica melihat sekelilingnya kembali. Tetap saja, tidak ada bayangan tanda akan muncul menemuinya. Chica rasanya ingin berlari sekarang. Tapi dia tidak melakukannya. Dia tahu, jika dia berlari sama saja dengan dia takut. Jika orang yang menerrornya tahu, orang itu akan semakin gencar untuk menerornya.
Chica merasa tadi ada seseorang yang lewat di belakangnya. Chica membalikkan badan ke belakangnya, tetapi tidak ada orang sama sekali.
Selanjutnya juga seperti itu kembali. Chica merasakan ada orang yang lewat kembali di belakangnya. Tapi setelah dilihat, tidak ada orang.
Chica berjalan mundur. Dia merasakan ada seseorang yang mendekatinya. Jika boleh jujur, dia terlalu takut untuk menghadapi masalah ini sendirian.
Chica meruntuki dirinya sendiri yang tadi tidak mau mengajak abangnya untuk pergi ke sekolah bersama. Dia terlalu ingin menyelesaikan masalah seperti ini sendiri.
Ide ini adalah ide yang muncul di pikirannya saat tengah malam. Dia semalam tidak bisa tidur tenang karena memikirkan masalah ini.
Dia merasa, dia sudah terlalu membuat abangnya khawatir. Belum lagi teman-temannya. Chica hampir frustasi memikirkan jalan keluarnya.
God, please help me! batin Chica. Kakinya sekarang sudah gemetaran. Chica berjalan maju untuk menuju kelasnya untung menenangkan diri.
Chica memeluk dirinya sendiri. Dia sesekali merasa ada seseorang yang melintas di samping kanan dan kirinya. Tapi tetap saja seperti tadi, tidak ada orang sama sekali.
Chica berjalan maju tanpa memperhatikan apa yang diinjaknya. Pikirannya sedang tidak fokus saat ini. Dia merasa dia menginjak hal aneh sedari-tadi.
Chica menoleh ke bawah, arah sepatunya untuk mengetahui apa yang telah diinjaknya. Saat mengetahui apa yang diinjaknya, Chica langsung berjalan mundur.
Siapa yang naruh tikus mati di sini? Astaga, gue nginjek lagi?! batinnya. Chica melihat ke arah belakang. Dia melihat ada beberapa tikus mati juga yang telah diinjaknya.
Chica melihat salah satu tikus mati yang menurutnya paling berbeda dari yang lain. Di tikus mati tersebut, terdapat tulisan yang membuat Chica semakin takut.
Hey, Chica!
Chica mempercepat langkahnya. Entah mengapa, kakinya berjalan menuju gudang SMA Yolanda. Chica melihat lampu di gudang tersebut mati dan menyala terus-menerus.
Okey, Chica! Lo harus positive thinking! Siapa tau aja emang lampunya rusak, terus belum diganti gara-gara males, batin Chica.
Chica menoleh kembali ke arah gudang. Dia melihat sederet kalimat yang membuatnya langsung berlari meninggalkan gudang SMA Yolanda.
Who are you?
Ya, kertas putih yang dihiasi tiga kata berwarna merah bertuliskan who are you? yang membuat Chica semakin takut. Dia menutup wajahnya tidak ingin melihat apa-apa lagi.
Chica berlari sekuat tenaga, tanpa arah tujuan. Dia tidak tahu mau kemana. Akhirnya dia memutuskan untuk menyimpan buku-bukunya di lokernya terlebih dahulu.
Chica membuka lokernya. Dia jadi takut untuk kembali ke kelasnya. Tapi sayang, pilihannya untuk membuka loker sepertinya berakibat buruk.
Kenapa kabur?
Lagi dan lagi. Tulisan berwarna merah menghiasi kertas berwarna putih yang tertempel di loker Chica saat dibuka olehnya.
Chica langsung membanting pintu untuk membuka dan menutup lokernya itu. Dia menangis sampai terduduk. Dia tidak tahu mau melakukan apalagi.
Semua ini terlalu menghantui bagi Chica. Dia sendiri. Dia terlalu lemah. Dia tidak kuat. Dia takut. Siapa sih yang ngelakuin ini? Please, berhenti! Gue ga suka! Gue takut! batinnya.
Chica menangis terus-menerus sampai dia lelah. Sementara seseorang yang sedari-tadi memperhatikan Chica, malah tertawa dengan senang seolah tidak ada beban sama sekali.
Ini belum seberapa! Makanya, jangan main-main sama gue! Gue udah peringatin lo sejak awal, lo nya aja yang ga mau nurutin! Ini baru kelima dari empat belas, baby! Tunggu kelanjutannya! batin seseorang itu.
Orang itu meninggalkan Chica yang masih terus menangis. Tangan dan kaki Chica masih gemetaran.
Chica berharap ada seseorang yang dapat menolongnya. Dia merasa sangat lemas. Tapi sama seperti tadi, SMA Yolanda masih dikategorikan sepi untuk jam-jam saat ini.
Dengam tangan yang gemetar, Chica berusaha menelfon satu nama yang langsung terlintas di pikirannya. Dia tidak peduli lagi dengan apapun, dia hanya memerlukan bantuan.
"Halo?"
Chica mengangkat bibirnya sedikit. Sambungan telepon sudah terhubung. Itu artinya, dia tinggal berbicara saja. Tapi entah mengapa, terlalu sulit untuk berbicara untuk saat ini.
"Lo butuh bantuan?" Chica kembali tersenyum. Manusia ini bener-bener peka ya! Berarti selama ini cuma pura-pura ga peka, batinnya.
"Cha?" Chica menghembuskan nafasnya, mengumpulkan tenaga untuk berbicara dengan lawannya.
"Ke sini, please! Gu..gue butuh lo."
Chica tersenyum. Dia berhasil mengatakannya. Tapi setelah itu, mata Chica sudah tertutup sempurna.
Orang yang tadi meninggalkan Chica, memutar badannya dan kembali ke arah Chica. Dia melihat sambungan telepon yang masih belum terputus.
"Halo?"
"Cha?"
Orang itu mengambil handphone Chica dan mematikan sambungan telepon. Dia membuang handphone Chica ke lantai lalu diinjaknya.
"Gue tinggal dulu ya. Tidur yang nyenyak ya! Mimpi yang indah juga!"
🙈🙉
-Hey, Chica!-
Holla semuanya!
Selamat berbuka puasa bagi yang menjalankan ya!❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Hey, Chica! [Completed]
Novela JuvenilDipersatukan dalam permainan dengan pemain yang sudah jelas memiliki sifat saling bertolak belakang. Si dingin yang hampir tak bisa dibedakan dengan dinginnya es di Kutub Utara dan si cerewet yang selalu berpidato. Bukan permainan kecil-kecilan bia...