45 • Puncak Pertunjukkan

11.5K 774 67
                                    

[Empat Puluh Lima]

Chica dan lainnya sedang berada di kantin rumah sakit. Mereka memakan yang telah mereka pesan masing-masing. Rena juga ikut menjenguk ayah Chica dan Gara.

"Raf, mau nyobain nasi goreng gue ga? Enak, loh! Sini gue suapin." Rafa yang tahu dia disuapi oleh Rena, membuka mulutnya. Rena tersenyum senang.

"Lo mau?" tawar Rafa. Tanpa aba-aba, Rena menganggukkan kepalanya. Rafa menyuapi Rena dengan makanannya.

Chica mencoba memfokuskan diri untuk kembali makan. Namun, pikirannya tetap mengarah ke Rena dan Rafa.

Chica merasa ada sesuatu yang dingin, yang menempel di pipinya. Chica berhenti makan dan menoleh ke pelakunya. Qio membuka aqua yang tadi dia tempelkan ke pipi Chica. Qio memberikan aqua itu kepada Chica agar dia bisa minum.

"Aqua dulu biar fokus. Lo kan lagi makan, harus fokus makan, jangan mikirin hal-hal lain!" ujar Qio. Maksud perkataan Qio dari hal-hal lain ialah, Rena dan Rafa.

Chica menerima minuman dari Qio. Dia meminumnya, lalu melanjutkan aktivitas makannya yang sempat terhenti tadi.

Anggep aja mereka iblis yang lagi godain lo, biar lo ga bisa kasih cacing-cacing lo makanan. Terus, anggep mereka angin lalu, kayak mereka anggep lo angin lalu, Ca! Tenang, jangan cemburu! Anak sabar disayang doi, batin Chica.

Chica mengatur nafasnya. Dia membuang nafasnya dengan perlahan namun pasti. Bukan seperti hubungannya yang tidak pasti dan tidak tahu mau dibawa kemana.

"Ca, lo ngapain, sih? Lo kayak ibu-ibu mau lahiran aja!" ujar Steva sambil menggelengkan kepalanya.

"Lo juga mirip ibu-ibu! Kerjaannya ngomentarin orang mulu." Juan mengatakan tanpa rasa bersalah sedikitpun. Dia menginjak kaki Juan.

"Stev, lo jangan injek kaki Juan!" seru Gara.

Juan yang mengira Gara ingin membelanya, langsung memeluk Gara sambil memasang wajah terharu. "Thanks, Bro! Bang Gara emang paling pengertian!"

"Maksud Bang Gara bilang jangan tuh, kasian kakinya Steva. Kaki lo kan belum tentu dicuci, bisa aja bawa bakteri-bakteri ke kaki Steva," ucap Chica membela Steva.

Drtt.. Drrt..

Gara baru saja ingin membuka mulutnya untuk berbicara. Namun, niatnya diurung karena ada pesan yang masuk.

Gara membuka pesan tersebut. Dia dapat melihat, jika pesan tersebut berasal dari mamanya sendiri. Gara memang sudah memberitahu soal keadaan ayahnya, yang masuk rumah sakit dan berakhir koma.

Mama : Mama udah sampai di bandara. Kamu bisa jemput mama enggak? Mama mau langsung ke rumah sakit, buat jengukin ayah kamu.

Senyum Gara mengembang. Ini yang paling dia sukai dari mamanya. Walaupun mamanya sudah menikah lagi, mamanya tidak pernah melupakan Gara ataupun Chica, tetap memberikan perhatiannya.

Gara : Oke, Ma! Gara jemput mama di bandara. Mama tunggu ya!

Mama : Iya, sayang. Hati-hati! Jangan pakai acara ngebut-ngebut!

Gara : Siap, Ma!

Gara menutup handphone-nya. Dia bangkit berdiri dari duduknya. Gara mengambil kunci mobilnya yang dia letakan di meja.

"Mau kemana, Bang?" tanya Chica penuh menyelidiki.

"Mau jemput mama. Kamu tunggu di rumah sakit aja sama yang lain. Abang ga bakal lama," ucap Gara menyakinkan.

Hey, Chica! [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang