18 • Boneka Ikan Dari Siapa?

14.2K 1K 43
                                    

[Delapan Belas]

Rafa mengangkat sebelah alisnya melihat kode-kode di hadapannya. Dia seperti tidak asing melihat kode-kode itu. Tetapi, Rafa lupa pernah menemukan kode-kode itu dimana.

Rafa mencoba berfikir, mengingat-ingat masa lalunya. Rafa menghela nafasnya lelah. Sepertinya, Rafa membutuhkan istirahat untuk menjernihkan pikirannya.

"Gimana? Lo udah inget, Raf?" Chica yang melihat tidak ada respon apapun dari Rafa, menghela nafasnya.

Sudah hampir setengah jam mereka memikirkan kode-kode ini. Untung di kelas Chica maupun Rafa sedang freeclass sehingga mereka bisa berada di halaman belakang saat ini.

Chica melihat Rafa sedang mengetik sesuatu di handphone-nya. Chica berusaha mencuri-curi pandangan ke layar handphone Rafa, untuk mengetahui apa yang diketik oleh dia.

"Ga usah kepo! Gue ga suka!" Chica langsung menyerucutkan bibirnya.

Rafa mengotak-atik handphone-nya. Dia yakin kode itu pasti berhubungan dengan handphone.

Seorang adik kelas yang tidak diketahui namanya datang menemui Rafa dan Chica. Dia datang sendiri dengan membawa sebuah boneka ikan yang lucu bagi Chica.

"Ngapain?" Khas suara dingin Rafa menyapa adik kelasnya itu. Chica langsung memukul Rafa. "Ga baik ngomong dingin sama adik kelas!"

Chica menatap ke arah adik kelasnya itu. "Ada apa ya?" Berbeda dengan Rafa, Chica menggunakan nada lembut kepada adik kelasnya.

"I... ini... bo.. boneka ikan." Adik kelas itu memberikan boneka ikan untuk Chica. Chica menerimanya dengan senang hati. "Ini buat gue? Dari lu? Makasih, ya!"

Chica tampak gemas memainkan boneka ikan itu. "Bukan dari aku, kak! Ta.. tapi dari..."

Rafa menyeritkan dahinya. Aneh, batinnya. "Dari siapa?" Chica tetap bertanya kepada adik kelasnya itu. Maklum, dia ingin berterima kasih kepada orang yang memberikan boneka kepadanya itu.

Adik kelasnya itu bukannya menjawab malah berlari meninggalkan mereka. Itu menjadi tambahan keanehan bagi Rafa.

Rafa kembali mengetikkan sesuatu. Dia mencoba semua kode yang sudah dipakai oleh berbagai negara. Tapi ada satu kode yang belum dia coba. Apa dia pakai kode ini? batin Rafa.

Rafa menghela nafas lelah kembali. Rafa teringat kepada Rena. "Orang yang baik menurut lo, dibelakang bisa aja busuk."

Chica menglongo apa yang dikatakan oleh Rafa. Sejak kapan Rafa jadi ngomongnya panjang? Apa gue udah berhasil luluhin Rafa? Tapi, dia kemarin aja jalan sama Rena! Au ah! Gue harus buat Rafa baper! batinnya.

Rafa memutar bola matanya. Dia bangkit berdiri dari duduknya lalu meninggalkan Chica di halaman belakang sendiri.

Chica yang melihat dia ditinggalkan sendiri langsung berlari mengikuti Rafa. Chica terlihat berusaha menyamai langkah Rafa.

"Enak banget sih, lo! Main ninggalin orang seenak jidat lo! Jangan-jangan lo kebiasaan ninggalin anak orang pas sayang-sayangnya ya?"

"Berisik!"

🙈🙉

"Heh! Lo udah sampein apa yang gue minta?" Adik kelas yang disuruh oleh kakak kelasnya yang menyeramkan baginya hanya mengangguk.

"Kalau ngomong sama orang, lihat matanya! Punya mata ga sih lo? Buta? Atau mau mata lo gue colok pakai pisau yang di tangan gue ini?"

Adik kelas itu langsung menggeleng sambil menangis. Dia takut melihat kakak kelasnya itu. Baru kali ini dia mempunyai kakak kelas seperti ini.

"Pakai acara nangis lagi! Cengeng banget! Udah dibilang juga kalau ngomong sama orang, lihat matanya! Masih ga mau lihat mata gue juga! Telinga lo mau gue halusin pakai gunting? Atau pisau? Eh jangan, pakai cutter aja biar seru!"

Adik kelas yang tadi memberikan boneka ikan kepada Chica menambah tangisannya. Dia belum juga melihat mata kakak kelas di hadapannya. Terlalu takut. "Cemen banget sih lo!"

Kakak kelasnya itu menampar pipi adik kelasnya sampai merah. Adik kelasnya saat ini benar-benar pasrah. Dia tidak tahu harus berbuat bagaimana. Dia tidak punya tenaga untuk melawan kakak kelasnya itu.

"Udah makan belum sih lo? Buat ngelakuin apa yang gue suruh aja susah minta ampun! Udah diciptain telinga buat denger, udah denger malah tapi ga dilakuin! Perlu telinga lo gue potong?"

Adik kelasnya menggelengkan kepalanya. Dia saat ini berada di gudang sekolahnya. Gudang SMA Yolanda memang paling jarang orang kunjungi atau lewati.

"Ja.. jangan kak... aku.. aku mohon."

Kakak kelasnya malah tertawa dengan kencang. "Terus! Gue suka dengan permohonan! Itu membuat gue lebih pengen buat habisin lo!"

"Ke.. kenapa kak? Ak.. Aku kan udah ngelakuin apa yang ka.. kakak minta."

Kakak kelasnya berhenti tertawa. Dia memasang wajah datar lalu tersenyum sinis.

"Oh, ternyata lo belum nyadar juga ya sama kesalahan lo? Lo mau tau? Lo udah macem-macem deketin orang yang bakal jadi milik gue! Dia itu punya gue! Ga usah mimpi buat deketin apalagi buat milikin!"

Adik kelasnya tersentak. Jadi.. jadi ini alasannya? batinnya. Rambut adik kelasnya dijambak olehnya. Kepalanya terasa sangat pusing. Dia sudah tidak kuat lagi.

"Hahaha! Pusing? Sakit? Belum seberapa!" Tangan adik kelasnya disilet oleh kakak kelasnya.

"Agrh! Udah kak! Aku minta maaf! Tolong berhenti kak! Aku.. aku enggak akan deketin dia lagi kak!" Tangis adik kelasnya semakin menjadi.

"Makanya! Jadi orang tuh ga usah sok! Ini akibatnya! Hahaha! Awas aja gue lihat lo buat macem-macem lagi! Gue bakal ngelakuin hal yang lebih dari ini! Ini tuh belum seberapa!"

Kakak kelasnya meninggalkan adik kelasnya di dalam gudang. Dia mengunci adik kelasnya. Dia memang sengaja telah mengambil kunci gudang dari satpam SMA Yolanda.

"Jangan berani macem-macem sama gue siapapun lo! Berani macem-macem? Jangan salahin gue kalau gue ngajakin lo buat bermain-main!"

🙈🙉

-Hey, Chica!-

Hey, Chica! [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang