48 : "Luluhin Hatinya,"

5.5K 256 9
                                        

Jam menunjukan pukul 8 malam. Dan disinilah Dara berada setelah asik bermain bersama Dean tadi. Dirumah Dean.

"Assalamualaikum," Dara dan Dean memasuki rumah milik keluarga Dean.

"Waalaikumsalam, eh Dean udah pulang. Wah, bawa pacarnya, ya? Ayo duduk," Sisil Ibu tiri Dean mempersilakan Dara untuk duduk. Sebelumnya Dara sudah mencium punggung tangan wanita paruh baya itu.

"Loh kamu mau kemana, sayang?" Sisil menatap kepergian Dean yang berjalan menuju kamarnya.

"Kamar," ucap Dean singkat.

"Ini pacar kamu ditinggalin?" tanya Sisil lagi.

"Dean cuma mau naroh bonekanya kok, tan." kini bukan Dean yang menjawab, tetapi Dara.

"Oh gitu," Sisil mengangguk paham.

"Iya, tante. Ehm, aku bawain martabak asin buat tante, semoga suka." Dara menyerahkan satu kantong kresek yang berisi martabak asin itu.

"Kok jadi ngrepotin kamu, makasih loh sayang." Sisil menerimanya dengan senyum manis.

"Mah, aku laper." suara seorang anak perempuan membuat perhatian mereka teralihkan. Ternyata disini ada Anisa, yang baru saja keluar dari kamarnya.

"Lo, Anisa kan? Kok ada disini?" Dara bertanya heran.

"Eh!? Kak Dara!?" Anisa membulatkan matanya terkejut.

"Kalian udah saling kenal, ya?" mereka berdua mengangguk, "Kalo gitu Mamah buatin nasi goreng buat kamu dulu, ya? Dara juga mau?" Dara menggeleng, "Enggak, tante, Dara masih kenyang." Sisil mengangguk, lalu meninggalkan mereka berdua.

"Wah, gue baru tau lo tinggal disini. Berarti lo adiknya Dean, dong?" Dara bertanya ketika Anisa sudah duduk disampingnya.

Anisa mengangguk, "Ya gitu deh. Kok Kak Dara ada disini?"

"Iya, tadi habis keluar sama Dean, jadi sekalian mampir, deh."

Anisa manggut-manggut, "Pasti seneng ya dibaikin sama Kak Dean." Anisa berucap sedih.

Dara tertawa, "Lo pasti sedih ya karna di diemin sama dia mulu?"

Anisa mengangguk, "Iya, sebenarnya aku dulu ingin punya Kakak laki-laki, eh giliran udah punya malah Kak Dean dingin banget. Padahal kan seharusnya Kakak laki-laki itu menjaga adik perempuannya."

"Iya, Dean seharusnya beruntung punya adik kaya kamu. Kamu beda dari adik tiri yang kakak punya. Inget perkataan Kak Dara, luluhkan hati Dean." Setelah Dara mengatakan hal itu, Dean turun dari lantai dua.

"Maaf nunggu lama, gak papa kan? Aku sekalian mandi, hehe..." Dean menggaruk tengkuknya dengan wajah bersalah.

Dara menatap Dean kesal, "Hem, cepet anterin aku pulang. Capek tau," 

Anisa yang melihat hal itu terperangah, ia menjadi mengetahui satu hal. Ternyata Dean berbeda jika berhadapan dengan Dara.

"Em, aku ke dapur dulu. Permisi," Anisa bangkit dari duduknya lalu meninggalkan mereka berdua.

"Ayo, aku anter kamu."

Dara mengangguk, lalu berjalan keluar rumah bersama dengan Dean yang sudah merangkulnya.

"Aku bawanya mobil, biar kamu gak kena angin malam."

***

"Dean, aku mau ngasih tau sesuatu." kini mereka berdua sudah sampai di depan rumah Dara.

"Hm, apa?" Dean menaikan satu alisnya.

"Besok aku ke London, cuma tiga hari kok, gak lama."

Dean mengangguk mengerti, "Yaudah, hati-hati disana. Matanya jangan jelalatan, pake jaket yang tebal semisal disana lagi musim dingin, tetap jaga kesehatan, jangan beli barang yang mahal-mahal, inget pulang, inget disini masih ada yang nungguin, jangan lupa ngabarin kalo udah sampe, sering-sering hubungin aku."

Dara menatap datar pacarnya itu, "Astaga, aku cuma tiga hari doang kok. Gak lama,"

"Iya, iya, bawain aku oleh-oleh, oke?"

Dara terkekeh, "Iya, pasti."

Dean memeluk Dara dan mencium pucuk kepalanya, "Sayang kamu."

"Sayang kamu juga."

Dean melepaskan pelukannya,"Udah sanah masuk."

Dara mengangguk, lalu melangkahkan kakinya menuju gerbang yang sudah dibukakan oleh bodyguard rumahnya.

Dean masih menatap punggung Dara dengan sendu. Cuma tiga hari aja gue udah takut rindu berat sama lo, Dar. Apa lagi setahun lo pergi ke Korea. Gue bisa apa? Batinnya mendesis sakit.

***

15/7/18

DeDara [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang