Chapter kali ini lebih fokus ke pengenalan keluarganya Rafisqi ya
Soalnya untuk selanjut2nya mereka bakalan banyak muncul 😄
.
.
."Halooo! Naura, ya? Mari masuk. Mas sama Mbak juga. Ayo!"
Bukannya balas menyapa, Naura malah terkesima memandangi wanita bertampang blasteran yang barusan membukakan pintu.
Model kah? Artis? Putri kerajaan? Malaikat?
Dengan yakin Naura mendaulat yang ada di depannya saat ini sebagai wanita tercantik yang pernah ditemuinya langsung. Rambut lurus hitam legamnya yang jatuh hingga menyentuh pinggang terlihat persis seperti yang ada di iklan-iklan sampo. Tanpa perlu efek-efek pencahayaan yang tidak perlu, kulitnya tampak putih cerah tanpa noda. Seakan belum cukup dengan tubuh tinggi semampai dan wajahnya yang agak kebule-bulean, sepasang iris mata berwarna Hazel ikut melengkapi kesempurnaannya.
Tiba-tiba saja Naura terserang inferiority complex hanya dengan berhadapan dengan wanita itu. Dengan rambut bergelombang sebahunya yang dibiarkan tergerai dan dandanan seadanya, Naura seperti itik buruk rupa jika dibandingkan dengan bidadari di depannya. Dalam hati dia mulai protes. Seandainya saja papa menurunkan gen mata birunya pada Naura, pasti penampilannya akan sedikit tertolong.
Sekedar informasi, papanya Naura blasteran Jawa-Inggris, sementara bundo orang Indonesia asli, tepatnya orang Minang. Sayang sekali yang diturunkan pada Naura dari kakek bulenya itu hanya kulit putih dan hidung yang mancung. Selebihnya? Haha. Naura ingin tertawa saja. Tingginya bahkan tidak sampai 160 cm. Yang beruntung itu udanya. Selain kulit putih dan hidung mancung, tingginya juga melebihi tinggi rata-rata pria Indonesia. Naura selalu merasa seperti hobbit tiap kali berdiri di samping Naufal yang tingginya mencapai 180 cm itu.
"Ah, sudah datang?" Dharma tiba-tiba muncul dan berdiri di sebelah wanita tadi. "Ayo masuk."
Sikutan Naufal pada lengannya berhasil membuat Naura tersadar.
"A-ah ya. Permisii," ujarnya sambil cengengesan.
Memalukan. Naura merutuki diri sendiri.
Jelmaan malaikat di depannya hanya tersenyum cantik saat lagi-lagi Naura mencuri pandang padanya. Ya Tuhan, sungguh Naura merasa terintimidasi.
"Makasih, ya. Sampai mengundang makan malam segala." Naufal bicara pada dua tuan rumah yang menyambut mereka.
"Santai saja, Fal," seru Dharma sambil merangkul bahu Naura dan kedua pria itu langsung melangkah duluan ke ruang tamu. Naura, yang kebetulan sedang menggendong keponakannya, dan Diana langsung masuk mengikuti Naufal, Dharma dan wanita titisan dewi yang tadi.
"Ni, itu istrinya Mas Dharma?" Naura mulai berbisik-bisik pada Diana yang jalan di sampingnya.
Diana mengangguk yakin. "Tidak salah lagi!"
"Huhuu, cantik sekali, Unii. Rasanya kebanting banget di dekatnya," curhatnya sambil merengek pelan. "Sainganku berat sekali."
"Sweetheart, jangan ganggu rumah tangga orang please."
"Silahkan duduk."
Begitu sampai di ruangan tamu serba putih yang super luas itu, istrinya Dharma langsung mempersilahan mereka untuk duduk. Altan mulai rewel dan meronta-ronta minta dilepaskan. Keponakan Naura yang masih dua tahun itu memang lagi bandel-bandelnya. Pokoknya hobi bayi itu adalah berkeliaran kesana kemari dan mengacak barang-barang yang ada di jangkauannya.
"Waah, lucunyaa," seru wanita cantik tadi sambil membungkuk di dekat Naura. "Anaknya Mbak, ya? Namanya siapa?"
"Namanya Altan," jawab Diana. "Sedang nakal-nakalnya nih, Mbak."
KAMU SEDANG MEMBACA
[End] Impossible Possibility
RomancePernah dengar istilah "First Love Never Dies"? Naura Alraisa Anhar sudah paham betul makna istilah yang satu itu. Selama belasan tahun, ingatan tentang cinta pertama itu selalu melekat di pikirannya. Tidak pernah mati dan mengikutinya ke mana-mana...