25. Isn't That Love?

29.1K 2.7K 194
                                    

"Dia bilang begitu?!"

Naura cuma mengangguk lemas, berbanding terbalik dengan Gilang yang tiba-tiba heboh kayak cacing kepanasan. Pria itu bahkan sampai menghentikan langkahnya cuma untuk mengguncang-guncang bahu Naura antusias, membuat Naura terpaksa ikut berhenti.

"Bagus dong!"

"Apanya?" protes Naura sambil menepis tangan Gilang dari bahunya.

"Calon suamimu mencintaimu. Itu maumu 'kan? Menikah dengan orang yang mencintaimu."

"Dan yang kucintai." Naura menambahkan. "Perasaanku juga penting!"

Gilang menghela napas dengan dramatis. "Just fall for him already!"

Naura menggeleng tegas. "Nggak! Dia aneh!"

Sebenarnya yang aneh bukan cuma Rafisqi, tapi juga kakak-kakaknya.

Keesokan harinya setelah peristiwa malam itu, Dharma menyuruhnya izin kerja dan tidak keluar apartemen seharian. Waktu ditanyai alasannya, pria itu malah bilang akan memberitahunya nanti. Sayangnya Naura tidak tahu kapan yang dimaksud 'nanti' itu. Tapi waktu menemukan mobil Rafisqi sudah stand by di parkiran sejak pagi buta, dengan senang hati dia mematuhi Dharma.

Siang ini Naura kerja seperti biasa. Lalu Syila tiba-tiba muncul di apartemennya dan mengajak berangkat bareng. Awalnya Naura berusaha tidak ambil pusing. Mungkin kakaknya Rafisqi itu juga sedang ada urusan di rumah sakit. Tapi kemudian Syila malah bersikeras mengantar Naura ke gedung rawat inap anak, yang jaraknya cukup jauh dari gedung bagian kejiwaan tempatnya bekerja. Setelah mewanti-wanti agar Naura tidak pulang sendirian, barulah Syila pergi dari sana.

Makanya malam ini Naura memaksa Gilang untuk mengantarnya pulang.

"Aneh apanya?" Gilang terdengar kebingungan.

Naura hanya angkat bahu. Sebenarnya dia juga tidak paham. Tapi melihat kerasnya usaha Dharma dan Syila untuk menjauhkannya dari Rafisqi, membuat Naura merasa ada sesuatu yang besar sedang terjadi. Jauh lebih besar dibanding pengakuan cinta seorang Rafisqi.

"Paranoidmu makin parah saja," komentar Gilang sambil mengobrak-abrik tasnya demi mencari kunci mobil. Mereka sudah berada di parkiran. "Khawatir tanpa alasan. Ketakutan, tapi tidak tahu kenapa. Terlalu sensitif juga."

"Nggak selalu, ya!" Naura langsung protes.

Tentu saja dia tidak selabil itu. Dia merasa paranoid cuma disaat-saat tertentu dan biasanya terbukti benar. Pernah suatu hari Naura batal masuk ke bank cuma karena berpapasan dengan pria yang membuatnya merasa tidak nyaman. Benar saja, pria itu ternyata perampok bank. Waktu bertemu orang baru juga sering begitu. Naura bisa saja langsung memutuskan kalau dia tidak suka orang tersebut di pandangan pertama. Dia tidak bisa menjelaskannya, tapi dia tidak suka saja.

Naufal, selaku manajer SDM yang baik dan paham seluk-beluk manusia, sudah mewanti-wantinya kalau itu kebiasaan buruk. Tapi Naura tidak bisa mengubahnya begitu saja.

Sama seperti malam itu. Tiba-tiba Naura memiliki urgensi untuk melarikan diri dan menjauh dari Rafisqi. Padahal sebelumnya biasa saja.

"Masa' dia juga perampok?" Naura keceplosan menyuarakan pikirannya.

"Perampok?" sela Gilang, yang akhirnya berhasil menemukan kuncinya dan sedang membukakan pintu mobil.

Naura baru saja mau mencari alasan, tapi sebuah suara mengagetkannya.

"Naura."

Dan refleksnya adalah bersembunyi di belakang Gilang begitu sadar ada Rafisqi disana. Pria itu benar-benar harus berhenti muncul tiba-tiba. Kebiasaannya itu tidak baik bagi jantung Naura.

[End] Impossible PossibilityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang