"Biasanya orang kasih hadiah apa buat anak umur 5 tahun?"
Naura mengalihkan pandangan dari piring nasi goreng demi memberi orang di depannya tatapan bingung. Rafisqi dan segala kerandomannya masih saja sukses membuat Naura takjub. Tidak ada yang bisa menebak jalan pikirannya. Pria itu bisa saja bicara tentang A baru beberapa saat yang lalu, kemudian tiba-tiba melontarkan pertanyaan mengenai Z yang jauh sekali hubungannya.
Di hadapannya, Rafisqi sudah melipat lengan di atas meja dan menatap Naura penuh perhatian, terang-terangan mengabaikan makanannya sendiri. Rasanya agak menggelikan melihatnya begitu serius menantikan jawaban dari pertanyaan barusan.
"Kenapa?" Dengan santainya Naura kembali menyendokkan nasi ke mulut. "Anakmu ulang tahun?"
"Memang anakmu ulang tahun?" Rafisqi balas bertanya.
"Hah?" Naura sekali lagi tidak paham dengan pertanyaan itu.
"Masa' lupa? Harusnya anakku 'kan juga anakmu, Honey. Ulang tahunnya pasti sama lah. Ibu macam apa- DUH!"
Di bawah meja, kaki Naura dengan sekuat tenaga menendang tulang kering Rafisqi. Mereka sedang ada di restoran di jam makan malam. Otomatis ada banyak orang di sekitar mereka dan Naura tidak ingin memancing kesalah-pahaman karena kalimat barusan.
"Kau makin lama makin receh ya?" Naura kembali fokus ke makanan, tidak peduli sedikit pun pada Rafisqi yang langsung tertunduk sambil memegangi kaki kirinya.
"Anarkis!" gerutu Rafisqi, yang masih mengelus-elus kakinya yang Naura tendang. "Rosy yang ulang tahun."
"Nah, gitu! Coba dari tadi bilang itu. Ini malah langsung tanya tanpa kalimat pengantar." Naura menaruh sendok-garpunya dan bertepuk tangan sekali. "Ada banyak pilihan kok. Boneka, rumah-rumahan, baju-baju cantik," Dengan semangat, Naura mulai menyebutkan macam-macam hadiah yang mungkin disukai anak perempuan umur 5 tahun. "aksesoris, sepeda, buku-buku cerita. Banyak. Hmm, Mas Dharma ngebolehin pelihara hewan? Kasih hewan peliharaan lucu juga. Sekalian belajar buat tanggung jawab. Asal jangan dikasih gadget. Kasihan otaknya. Lalu... Heh! Kau menyimak tidak sih?"
Naura kembali kesal. Padahal dia sudah dengan sangat antusias menyebutkan serentetan hadiah potensial, tapi si Rafisqi malah dengan santainya duduk bertopang dagu. Matanya memang tertuju ke Naura, tapi dari tatapannya yang terlihat menerawang, jelas sekali kalau pikirannya sedang berkelana ke tempat lain.
"Iyaa. Dengar. Oke, besok temani ke pet shop."
"Aku juga ikut?"
"Iya. Aku mana ngerti kesukaan anak kecil."
"Tapi tahu nggak hadiah yang paling spesial?" Sekarang Naura ikut menumpukan siku di atas meja dan meniru Rafisqi duduk bertopang dagu. "Ajak Rosy ke taman bermain atau kebun binatang atau taman kompleks juga boleh. Dengan kata lain, uncle and niece quality time."
Kali ini Rafisqi terang-terangan mengalihkan pandangan. Dia memundurkan tubuh dan tanpa bicara apa pun meraih gelas orange juicenya.
Naura hanya memandangi pria itu meminum minumannya dengan kegugupan yang terlihat jelas. Dia sudah tahu kalau Rafisqi tidak suka anak kecil, termasuk keponakannya sendiri. Sepengetahuan Naura, Rafisqi akan selalu memberi jarak minimal 1 meter antara dirinya dan Rosy-Ziko. Ziko memang selalu mengganggu Rafisqi tiap ada kesempatan, tidak peduli dengan penolakan terang-terangan yang ditunjukkan untuknya. Tapi beda dengan Rosy. Putri tertuanya Dharma itu mulai paham kalau pamannya tidak menyukainya. Rasanya sangat menyayat hati waktu mengetahui Rosy cuma mengintip dari jauh atau bersembunyi dibalik tubuh ibunya tiap kali ada Rafisqi.
KAMU SEDANG MEMBACA
[End] Impossible Possibility
RomancePernah dengar istilah "First Love Never Dies"? Naura Alraisa Anhar sudah paham betul makna istilah yang satu itu. Selama belasan tahun, ingatan tentang cinta pertama itu selalu melekat di pikirannya. Tidak pernah mati dan mengikutinya ke mana-mana...