Naura nyaris terjungkal dari ayunannya sendiri.
Untunglah dia refleks menghujamkan kaki ke tanah dan mencengkram tali ayunan di kedua sisinya. Dari arah samping, tangan Rafisqi ikut terulur untuk menstabilkan ayunannya Naura.
"Please jangan pakai acara jatuh segala." Di sebelahnya Rafisqi tertawa kecil.
"Kau bilang... siapa?" Naura merasa harus memastikan ucapan Rafisqi sebelumnya. Masa' Rafisqi bilang dia orangnya? Sudah pasti ada yang salah dengan telinga Naura. Apa jangan-jangan tadi dia sempat ketiduran di atas ayunan dan bermimpi aneh?
"Aku termakan omongan sendiri." Rafisqi mengulas senyum. "Aku bilang, kau orangnya. Aku mencintaimu, Naura."
Butuh beberapa detik bagi Naura untuk yakin kalau telinganya masih berfungsi dengan benar. Atau jangan-jangan malah otaknya yang salah menerima informasi?
"Rafisqi." Naura yang sadar dengan kemungkinan dia sedang dikerjai, langsung tertawa. Bukan sekali dua kali Rafisqi dan mulutnya yang beracun itu membuat Naura kesusahaan. "Bercandaanmu gagal. Ayo pulang!"
Naura turun dari ayunan dan melangkah cepat-cepat menuju tempat parkir. Tapi Rafisqi malah berjalan mendahului dan berhenti tepat di depannya, menghadang Naura untuk melangkah lebih jauh.
"Aku tidak bercanda!" bantah Rafisqi tegas, sama sekali tidak ikut tertawa. Kali ini tersenyum pun tidak. "Aku benar-benar jatuh cinta padamu!"
Beberapa orang yang lewat mulai memandangi mereka penuh rasa ingin tahu. Merasa risih dipandangi begitu, Naura mengisyaratkan Rafisqi untuk mengikutinya menyingkir ke bawah pohon terdekat. Setidaknya dengan begitu mereka jadi tidak terlalu menarik perhatian karena berbicara di tengah jalan.
"Nggak, Rafisqi," jawab Naura dengan tenang. Dia masih yakin kalau Rafisqi berniat mengerjainya. "Kau tidak mencintaiku. Itu ketidakmungkinan yang selamanya tetap tidak mungkin. Kau yang bilang sendiri."
"Apa aku terlihat bercanda?"
Rafisqi mengatakan itu tanpa keraguan sedikit pun dan Naura mulai memandangi pria itu lekat-lekat, berusaha menemukan sorot mata jahil ataupun senyum tertahan di sana.
Dan anehnya, hasilnya nihil.
Naura memutuskan untuk tertawa, yang sialnya malah terdengar canggung. "Aktingmu cukup bagus. Ayo pulang," ajaknya sambil melangkah pergi dari sana. Tapi si Rafisqi malah menahan lengannya.
"Aku serius."
Naura memutuskan untuk diam. Dia kembali menghadap pria itu, menyilangkan kedua lengan di depan perut dan menatapnya seksama. Dia akan menunggu dan menghitung dalam hati sampai 30 detik. Dalam tenggang waktu itu, Rafisqi pasti akan kembali mengubah ekspresinya dan mulai tertawa karena mengira berhasil mengerjai Naura.
Pasti begitu.
Tapi ditunggu dan ditunggu, ekspresi serius yang menurut Naura menyeramkan itu masih tetap menempel di wajah Rafisqi.
Saat itulah dia tahu kalau pria itu memang tidak main-main.
"Rafisqi... bercandanya udahan dong," tukas Naura pelan sambil mengembalikan kedua tangannya ke sisi tubuh. "Mulai nggak lucu."
"Aku serius," ulang Rafisqi dengan suara rendah yang berhasil membuat Naura bergidik. "Aku tidak mau membohongi perasaanku lagi. Kau menyuruhku menemukan orang untuk dicintai 'kan? Aku sudah menemukannya. Kau."
Dan Naura merasakan badai petir dadakan mulai berkecamuk di kepalanya.
"Tunggu! Maksudku-"
"Ya. Cuma kau." Rafisqi memotong perkataan Naura dan tetap memandanginya tepat di manik mata. "Dari sekian banyak perempuan. Cuma kau yang berhasil mengubah perasaanku. Jadi tolong tanggapi perasaanku ini dengan serius," ujarnya dengan tatapan memelas yang belum pernah dilihat Naura sebelumnya. "Tadinya aku mau bilang ini waktu makan malam. Tapi Angel dan Ratu keburu datang."
KAMU SEDANG MEMBACA
[End] Impossible Possibility
RomancePernah dengar istilah "First Love Never Dies"? Naura Alraisa Anhar sudah paham betul makna istilah yang satu itu. Selama belasan tahun, ingatan tentang cinta pertama itu selalu melekat di pikirannya. Tidak pernah mati dan mengikutinya ke mana-mana...