Naura berhasil menyeret Rafisqi ke bibir pantai setelah bersusah payah berenang sambil menarik pria itu. Rafisqi sendiri sudah tidak sadarkan diri entah sejak kapan.
"Rafisqi! Woy! Rafisqi!" Setelah membaringkannya di atas permukaan pasir yang agak datar, Naura langsung menepuk-nepuk pipi Rafisqi dan berharap bisa langsung menyadarkannya.
Dia mendekatkan telinganya ke hidung Rafisqi dan mulai panik saat menyadari pria itu tidak bernapas. Sambil berusaha untuk tetap tenang, Naura mengecek nadi Rafisqi dan merasa agak lega karena masih ada denyut disana walaupun lemah. Tanpa pikir panjang, dia langsung memberi napas buatan dan kembali panik saat mendapati belum ada pergerakan naik turun pada dada pria di depannya.
Biasanya Naura bisa tetap tenang menghadapi pasien dengan kondisi segawat apa pun. Kenapa disaat begini dia malah terserang panik? Wajah Dharma, Syila dan yang lain berputar-putar di kepalanya. Apa yang harus dia katakan pada mereka nanti?
Tidak! Tidak boleh panik! Naura berusaha untuk tetap fokus pada usaha pertolongan pertama.
Naura mengulangi memberi napas buatan dan bahkan lanjut melakukan CPR. Tepat setelah memberi napas buatan untuk yang ketiga kalinya, Rafisqi akhirnya terbatuk dan mulai memuntahkan air laut yang sempat tertelan.
Naura menghembuskan napas lega dan langsung memundurkan tubuh demi memberi pria itu ruang bernapas yang lebih luas.
"Welcome back," sahutnya sambil duduk selonjoran di samping Rafisqi. Akhirnya dia bisa rileks. "Apa yang kau rasakan?"
"... Mual." Dan seolah mengonfirmasi perkataannya barusan, Rafisqi memiringkan tubuhny dan kembali muntah.
"Baiklah. Kau belum baik-baik saja. Jangan banyak bergerak dulu."
Sekarang setelah masa-masa kritis terlewati, Naura kembali teringat dengan ponselnya. Dia buru-buru mengeluarkannya dari saku dan mendesah pasrah saat benda itu malah mengeluarkan air dari sela-sela casing begitu Naura menggoncang-goncangnya.
Well, sepertinya kondisi Rafisqi sudah agak membaik dan sedikit omelan pasti tidak akan membuatnya pingsan lagi.
"Padahal kau sudah merusakkan ponselku dan sebagai gantinya aku malah menyelamatkanmu?" Sambil berkata begitu, Naura berakting menghela napas berat. "Yang benar saja, Rafisqi. Orang yang punya trauma tenggelam tidak seharusnya nekat berenang di laut seperti tadi! Merepotkan! Membuat orang panik saja!"
"Kau... apa yang barusan kaulakukan?" tanya Rafisqi yang suaranya masih serak.
Naura mengernyit bingung saat mendapati pria itu menutup mulutnya dengan punggung tangan.
"Masih nanya? Aku menyelamatkanmu!" jawabnya ketus.
"Siapa yang memberimu izin untuk menciumku?!"
Satu detik.
Dua detik.
Tiga detik.
Dan tawa Naura langsung meledak ketika akhirnya dia berhasil mencerna perkataan Rafisqi barusan. Dia bahkan sampai harus memegangi perutnya sendiri dan hampir saja dia berguling-guling di pasir saking hebohnya.
"Tidak tahu yang namanya napas buatan?" balasnya sarkatis begitu berhasil meredakan tawa. "Dan tolong jangan bersikap seperti anak perawan yang baru saja kehilangan ciuman pertama. Menjijikkan tahu!"
"Siapa yang kau bilang anak perawan? Apanya yang ciuman pertama?" Rafisqi malah sewot sendiri. Tidak bisa dipercaya kalau pria ini adalah orang yang beberapa saat lalu terkapar tidak berdaya dan nyaris tidak bernapas.
KAMU SEDANG MEMBACA
[End] Impossible Possibility
RomancePernah dengar istilah "First Love Never Dies"? Naura Alraisa Anhar sudah paham betul makna istilah yang satu itu. Selama belasan tahun, ingatan tentang cinta pertama itu selalu melekat di pikirannya. Tidak pernah mati dan mengikutinya ke mana-mana...