"Serius? Kau menamainya Raisa?"
Naura menatap kucing berbulu kuning keemasan berpadu putih itu dan Rafisqi bergantian. Dari dalam kandang kecil yang ditenteng Rafisqi, anak kucing itu balas memandangi Naura dengan sepasang matanya yang bulat besar seperti mata boneka. Ngomong-ngomong, itu kucing yang akan dihadiahkan Rafisqi untuk Rosy dan katanya sih termasuk jenis Munchkin.
"Kenapa bukan 'Kitty', 'Puss', atau 'Manis'?" Naura masih saja tidak percaya waktu tahu Rafisqi menamai kucing tersebut dengan nama 'Raisa'. Lagian itu kucing kan buat hadiah, kenapa dikasih nama segala coba? Naura agak membungkuk supaya dapat melihat kucing itu dengan lebih jelas lagi. Si Raisa berkedip dua kali, mengeong pelan dan kembali memandangi Naura dengan sorot prnasaran.
"Nggak ada nama yang lebih mainstream lagi?" Rafisqi terdengar sewot. "Suka-suka aku mau kasih nama apa."
"But she is not yours." Naura mengingatkan sambil tertawa kecil. "Ternyata diam-diam kau fansnya Raisa."
"Lagian kalau mau lihat, ya kesini saja, Naura. Ngapain lihat dari jauh begitu?"
Mendengar itu, Naura kembali berdiri tegak dan tertawa cengengesan. Sekitar dua meter di depannya, Rafisqi sudah memasang tampang tidak mengerti. "Dari sini juga kelihatan kok."
Oke. Sejujurnya Naura tidak suka kucing. Iya, makhluk yang satu itu memang imut, lucu dan menggemaskan. Tapi apa gunanya semua itu kalau Naura cuma akan bersin-bersin tiap kali ada di dekat mereka? Sejak dulu dia memang alergi dengan makhluk itu. Bahkan kucing paling bersih dan terawat pun tetap mampu membuatnya bersin tidak terkendali.
"Mau pegang? Lumayan buat ngelepas kangen sama kucingmu yang mati."
"Kucingku yang-" Tadinya Naura ingin langsung membantah tuduhan semena-mena itu. Namun dia ingat pernah membohongi Rafisqi dengan dalih 'kucingnya baru saja mati'. Sekarang Naura menyesal. Kenapa dari sekian banyak hal dia malah memilih kucing sebagai alasan? "Oh, itu. Tidak apa-apa, aku sudah merelakannya," ralatnya cepat-cepat.
Tapi Rafisqi malah melangkah mendekat dan mengarahkan cat carrier itu tepat ke depan wajah Naura. "Ini, Raisa katanya ingin melihatmu lebih jelas."
"Rafis-" Dan akhirnya Naura pun bersin. Dia buru-buru mundur dua langkah sambil memijat-mijat hidungnya yang mulai terasa gatal. "Iya. Sudah-" Dia bersin lagi. "Aku bisa lihat kok. Raisa lucu banget."
Seandainya Rafisqi tahu tentang alerginya, pasti pria itu akan memanfaatkan informasi tersebut untuk membuat hidup Naura makin menderita.
"Ah, itu Rosy. Sana kasihin hadiahnya." Untungnya Naura melihat Rosy yang memasuki ruangan bersama kedua orangtuanya. "Jangan kasih tahu kalau kau menamai kucingnya 'Raisa'."
Sebenarnya mereka sedang ada di sebuah panti asuhan. Ternyata Dharma dan Syila memang tidak bohong waktu bilang akan mengadakan pesta ulang tahun Rosy bersama anak-anak yatim-piatu. Teman-teman TK-nya Rosy tentu saja juga diundang. Saat ini, aula yang ada di panti asuhan tampak semarak dengan hiasan kertas warna-warni, berbagai mainan dan juga balon. Jangan lupakan beraneka snack dan kue warna-warni yang ada di seluruh penjuru ruangan. Benar-benar surganya anak-anak.
Sebaliknya, neraka untuk Rafisqi.
Dengan adanya puluhan anak yang memenuhi ruangan dan terus berseliweran di dekatnya, pria itu cuma bisa berdiri mematung di sudut ruangan. Tadinya Naura ingin bergabung dengan anak-anak itu, tapi Rafisqi keburu menahannya dan malah memperkenalkannya dengan Raisa.
"Cepat kasih sekarang!" Naura mendorong punggung Rafisqi. "Nanti acaranya keburu mulai!"
Rafisqi terlihat ragu dan memandangi sekelilingnya dengan was-was. Untuk berpindah dari tempatnya sekarang ke tempat Rosy, pria itu harus melewati anak-anak yang terus berlarian kesana kemari. Sejurus kemudian, tatapan memelasnya tertuju ke Naura.
KAMU SEDANG MEMBACA
[End] Impossible Possibility
RomancePernah dengar istilah "First Love Never Dies"? Naura Alraisa Anhar sudah paham betul makna istilah yang satu itu. Selama belasan tahun, ingatan tentang cinta pertama itu selalu melekat di pikirannya. Tidak pernah mati dan mengikutinya ke mana-mana...