32. Is It a Regret?

27.3K 2.5K 100
                                    

TIIIINN!

Naura terkesiap waktu mendengar bunyi klakson panjang yang seolah menusuk ke dalam telinganya. Suaranya sangat keras dan terasa begitu dekat. Belum sempat Naura bereaksi apa-apa, seseorang meraih bahunya dan menariknya ke belakang. Sekejap kemudian, sebuah truk berkecepatan tinggi melaju cepat tepat di depan matanya.

Menyadari jaraknya yang ternyata tidak sampai satu meter dari jalur truk itu, sekujur tubuh Naura sontak gemetaran. Kepalanya terasa ringan dan kakinya lemas mendadak. Seandainya tadi dia tidak ditarik mundur ....

Naura akhirnya tersadar dengan dua tangan yang masih bertengger di bahunya dan buru-buru berbalik.

"Rafis-"

Namun Naura buru-buru menutup mulut waktu menemukan wajah yang sama sekali tidak dikenalinya, seorang pria asing berpenampilan sangar dengan rambut hitam yang dikuncir di bagian tengkuk, satu tindikan di telinga dan sebuah tato di sisi lehernya. Dilihat dari sudut mana pun, jelas itu bukan Rafisqi.

Lagipula bisa-bisanya nama itu yang pertama terlintas di pikiran Naura. Sepertinya tanpa sadar dia mulai gila.

Pria jangkung itu balas mengamati Naura dengan tatapan tak terbaca. Keningnya berkerut samar dan ekspresinya terlihat tidak senang. Entah kenapa Naura merasa tidak seharusnya dia berurusan dengan pria berpenampilan preman itu. Namun Naura bukanlah orang yang tidak tahu terima kasih.

"Makasih," Naura menengadah menatap wajah penyelamatnya dan tersenyum kecil. Dia berusaha untuk bersikap ramah meski tatapan pria itu terasa mengintimidasinya. "sudah menolongku."

"Baik-baik saja?"

Suara rendah milik pria itu membuat Naura bergidik. Firasatnya mengatakan untuk menjauh, tapi bukankah itu tidak sopan?

"Tidak apa-apa." Naura menggeleng kecil. "Berkat kau."

"Lain kali hati-hati."

Sepertinya pria itu tidak sejahat penampilannya. Naura benar-benar harus menghentikan kebiasaan buruknya menjudge orang sembarangan. "Ya. Maafkan aku."

Untuk pertama kalinya, pria itu tersenyum. Walau cuma satu sudut bibirnya yang terangkat ke atas, pokoknya Naura akan menganggap itu sebagai senyuman, bukan seringaian.

"Jangan melamun mikirin cowok lagi, oke?"

"Ya?" Naura rada tidak paham dengan kalimat yang terakhir.

Namun pria itu hanya mengangkat sebelah tangannya dan mengucapkan "Bye-bye, Miss" dengan nada geli. Setelah itu dia melangkah cepat menyusuri trotoar dan menghilang di balik tikungan.

Belum habis rasa bingungnya, Naura kembali dikagetkan oleh tepukan keras di bahunya.

"Ya Tuhan! Naura! Mikirin apa sih?! Aku nyaris jantungan tahu!"

Naura tidak tahu sejak kapan Lesty ada di sana. Gadis berambut panjang itu terlihat ngos-ngosan seolah baru saja melakukan lari marathon. Belum sempat Naura menanyakan kondisinya, Lesty keburu menyerocos panjang lebar.

"Naura sayangku, aku sudah jamuran menunggumu di depan mall." Telunjuk Lesty mengarah ke bangunan besar yang ada di seberang jalan. "Kita janjian disana, ingat? Tapi kau tidak datang-datang dan aku mulai khawatir. Lalu kuputuskan menunggu di dekat pos satpam dan menemukanmu nyaris terserempet truk."

Naura melongo menyaksikan Lesty bicara berapi-api dalam satu tarikan napas. Kalau sudah begini, tidak ada gunanya menyela.

"Aku buru-buru lari kesini. Untungnya ada yang menarikmu. Tidak luka kan?"

[End] Impossible PossibilityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang