33. The One That Means Everything (1)

26.9K 2.4K 67
                                    

"Gimana Rafisqi? Baikan?"

Naura nyaris menyemburkan jus jeruknya waktu mendengar pertanyaan blak-blakan dari Lesty. Buru-buru dia menoleh ke sekeliling dan mengamati berbagai wajah di dekatnya dengan was-was. Untunglah semua tampak sibuk dengan urusan masing-masing, tidak terlihat peduli dengan "nama terlarang" yang baru saja diucapkan Lesty.

"Lesty cintaku, disini, nama itu tidak boleh dihubungkan denganku." Naura memandangi Lesty serius dan bicara penuh penekanan, mati-matian menahan dorongan untuk menyumpal mulut sahabatnya itu dengan pie susu yang ada di meja sebelah. "Gimana kalau bala-balanya malaikat iblis dengar?"

Jarum jam menunjukkan pukul 7 malam dan ballroom hotel tempat mereka berada mulai ramai. Secara alamiah, semua yang ada disana berkumpul dalam kelompok-kelompok acak yang tersebar di seluruh ruangan, saling mengobrol dan melepas rindu dengan teman-teman lama. Meski dengan risiko bertemu empat angkatan yang dulu sukses membuat hidupnya menderita, Naura menguatkan diri menghadiri reuni lintas angkatan SMP-nya. Alasan pertama, Lesty yang tidak mau datang sendirian, terus-terusan merengek dan menerornya siang-malam agar ikutan. Alasan kedua, Naura juga ingin bertemu lagi dengan segelintir orang yang dulu tidak terpengaruh gosip dan tetap setia membelanya. Alasan terakhir, mungkin jauh di lubuk hatinya, Naura ingin mencoba berdamai dengan masa lalu, menghadapinya dengan berani dan tidak lagi bersembunyi.

Lesty refleks membekap mulutnya sendiri dan ikut-ikutan memperhatikan sekeliling. Begitu kembali menatap Naura, senyum melas sudah terpampang di wajahnya. "Sorry."

Sebagai tanggapan, Naura menghela napas berat. Dia tidak tahu lagi mana yang lebih beracun antara mulutnya Rafisqi dan mulutnya Lesty. Setidaknya sejauh mata memandang dia belum melihat penampakan Angel, Ratu dan antek-anteknya.

"Tadi malam dia menemuiku." Naura bicara pelan agar cuma Lesty yang bisa mendengarnya.

"Sumpah?!" Untungnya kali ini Lesty berhasil menjaga volume suaranya. "Lalu?"

"Lalu ...."

Penjelasan Naura terhenti ketika tanpa sengaja pandangannya terarah ke pintu masuk. Seorang pria berjas cokelat muda baru saja melangkah ke dalam ruangan, dan tidak hanya Naura, kedatangannya juga berhasil memancing perhatian separuh isi ballroom. Beberapa orang langsung menghampiri, merangkul bahunya dan mengajaknya mengobrol. Naura bisa mendengar orang-orang berbisik dan menggumamkan nama si pria yang baru muncul. Alumni angkatan lain yang tidak mengenalinya sontak bertanya ke orang terdekat. Sementara itu sebagian yang berkesempatan bertemu dengan sosok itu semasa sekolah lantas membicarakannya dengan bangga, mengenai betapa pria tampan yang baru saja datang itu adalah selebriti pada masanya. Naura yang sejak tadi cuma diam mengamati dari sudut ruangan cuma tersenyum kecut.

Bahkan setelah belasan tahun berlalu, Rafisqi tetaplah 'anak emas' semua orang.

Di antara kerumunan orang yang mengerubunginya, Rafisqi tampak sedang celingukan ke segala arah. Naura tersentak waktu tatapan pria itu terhenti di posisinya. Belum sempat dia mengalihkan pandangan, Rafisqi lebih dulu memutus kontak mata dan kembali bicara pada seseorang di depannya seolah tidak terjadi apa-apa.

"Ternyata masih bertengkar?"

Naura mengembalikan fokus ke Lesty, yang pastinya juga menyaksikan aksi saling-tatap-dan-buang-muka Rafisqi barusan.

"Hmm," Naura menunduk memandangi gelas jus jeruk yang masih dipegangnya. "entahlah." Setelah kejadian semalam, Naura bingung bagaimana mendeskripsikan hubungan mereka yang sekarang.

***

"Kau pernah bilang tidak ada yang terlahir rusak. Semua punya kadar kesempurnaan masing-masing. Aku ingin percaya ... tapi tidak bisa."

[End] Impossible PossibilityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang