43. Make You Stay (1)

27.5K 2.3K 13
                                    

Dari dalam taksi tempatnya berada, Naura berusaha menangkap apa saja yang terjadi di balik jendela-jendela besar milik Betelgeuse Café. Jam makan siang sudah lewat, sehingga suasana café tidak sesibuk biasa. Ditya berdiri di balik meja kasir, sedang mengobrol dengan karyawannya.

Naura memang bertekad untuk tidak bertemu Ditya sampai situasi terkendali. Namun, cuma melihat sebentar tidak ada salahnya, kan?

Sebelum berpisah tadi David sempat memberitahunya kalau Ditya adalah salah satu yang mendapat perhatian spesial dari Rafisqi. Naura tidak suka dengan penggunaan kata 'spesial' tersebut.

"Sudah, Mbak?"

Naura menoleh ke supir taksinya yang barusan bertanya. Tadinya dia sedang dalam perjalanan pulang, tapi ketika lewat depan café, tiba-tiba saja muncul dorongan untuk memastikan kondisi Ditya.

"Sudah. Jalan lagi, Pak," tukas Naura sambil menaikkan kaca jendela mobil yang tadi sempat diturunkannya sedikit. Setidaknya sejauh ini Ditya terlihat baik-baik saja.

Naura melirik ponsel di tangannya. Sejak tadi dia berusaha memantapkan hati untuk menghubungi Rafisqi. Sudah berkali-kali dia mengetik pesan untuk mengajak pria itu ketemuan, berkali-kali pula dia menghapusnya. Dan Naura belum seberani itu untuk menelepon langsung.

Taksi yang ditumpanginya mengerem mendadak, mengakibatkan Naura terdorong ke depan dan tanpa sengaja menjatuhkan ponsel.

"Hati-hati dong, Pak." Naura segera membungkuk demi mengambil ponselnya yang mendarat di bawah kursi.

"Maaf, Mbak. Mobil itu memotong jalur dan tiba-tiba berhenti di tengah jalan."

Mendengar itu, Naura kembali duduk tegak dan melihat ke depan. Jantungnya nyaris copot waktu melihat mobil hitam yang berhenti tidak sampai semeter di depan taksinya. Sepertinya dia tidak perlu lagi repot-repot memikirkan pesan untuk dikirimkan. Rafisqi sudah terlebih dahulu menemukannya.

***

Naura menunggu di trotoar sementara Rafisqi meminggirkan mobilnya. Dia masih tidak habis pikir dengan kenekatan pria itu. Rafisqi benar-benar berhenti tepat di tengah jalan. Mereka pasti sudah celaka seandainya saja supir taksi tadi tidak menginjak rem tepat waktu.

Mesin mobil sudah dimatikan. Rafisqi keluar dan melangkah cepat menghampiri Naura. Kali ini Naura tetap diam di tempatnya, bertekad untuk tidak kabur lagi. Dia sudah siap menerima sindiran pedas, bentakan, atau pun kemurkaannya Rafisqi. Walau bagaimana pun, dia sudah mengabaikan pria itu selama seminggu penuh. Namun, ditunggu dan ditunggu, Rafisqi hanya berdiri di depannya tanpa sepatah kata pun.

Naura yang sejak tadi hanya fokus pada dasi biru yang dikenakan Rafisqi, akhirnya memberanikan diri untuk menatap pria itu langsung.

Dan itu adalah keputusan yang salah.

Semua cerita David tadi kembali berputar ulang di benaknya. Melihat wajah Rafisqi hanya membuat Naura teringat pada berbagai hal yang menimpa pria itu di masa lalu. Dia buru-buru mengalihkan pandangan. Pasti akan terlihat aneh kalau dia tiba-tiba menangis.

"Kau segitu tidak inginnya bertemu denganku?"

Sepertinya Rafisqi salah mengartikan tindakan buang muka Naura barusan.

"Bukan," jawab Naura cepat. "Bukan begitu. Hanya saja ...." Dia tidak tahu harus memberi alasan apa.

Setelah itu mereka kembali sama-sama diam. Setidaknya Naura lega karena Rafisqi tidak menuntut jawabannya. Dalam keheningan itu dia mencoba mengingat-ingat kapan terakhir kalinya mereka bertemu dalam kondisi normal. 'Normal' disini maksudnya adalah pertemuan tanpa melibatkan pertengkaran, tamparan atau pun aksi banting pintu.

[End] Impossible PossibilityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang