Makan malam tersebut berlangsung lancar. Naura sedang membereskan meja makan bersama Diana, Balqis dan Syila saat tiba-tiba saja Dharma memanggilnya. Pria itu mengajaknya ke pinggir kolam renang yang ada di halaman belakang dan ternyata disana juga sudah ada Naufal.
"Ngg... ada apa, ya?" tanya Naura was-was. Teryata Naufal ditambah Dharma adalah dua kombinasi yang mengerikan. Mereka hanya berdiri berdampingan seperti biasa, tetapi aura yang dihasilkan terasa sangat mengintimidasi. Naura merasa seperti habis tertangkap basah melakukan kesalahan dan akan disidang saat itu juga. Jangan lupa kalau dia juga merasa seperti sedang berdiri di antara menara kembar. Sepertinya Dharma hanya beberapa senti lebih pendek dari udanya yang raksasa itu.
"Oke, Naura." Dharma memulai pembicaraan. "Bisa tolong katakan pendapatmu tentang perjodohan ini?"
Naura yang bingung karena ditanyai tiba-tiba seperti itu langsung menoleh ke Naufal. Setelah mendapat anggukan kecil dari kakaknya, dia kembali menghadap Dharma. Hanya saja dia masih diam dan tidak tahu bagaimana cara terbaik untuk menjawab pertanyaan barusan.
"Tidak apa-apa. Jujur saja," seru Dharma sambil tertawa kecil. "Tidak akan ada yang marah."
"Aku..." Lagi-lagi dia melirik udanya sekilas, masih ragu-ragu untuk mengatakan yang sebenarnya. Biar bagaimana pun, yang bertanya 'kan kakaknya Rafisqi.
Tapi bagaimana kalau ini kesempatanku untuk membatalkan semuanya?
"Maafkan aku, Mas. Tapi dari awal aku ingin sekali menolak perjodohan ini."
Naura memandangi Dharma takut-takut, mengantisipasi ekspresi kesal, marah ataupun tersinggung yang muncul di wajahnya. Namun, pria itu tetap tenang dan terkendali seperti biasanya. Sekarang dia malah sudah tersenyum tipis.
"Aku mengerti. Ternyata sikap Fiqi padamu waktu SMP memang buruk, ya?" Dharma menghela napas berat. "Dasar anak itu!"
"Eh? Apa? Mas kok tahu?" Dan Naura langsung menoleh ke Naufal yang ternyata sudah tersenyum tidak enak.
"Maaf, Ra. Uda yang kasih tahu Mas Dharma," jelas Naufal. "Menunda pernikahan kalian menjadi selama mungkin itu tidak mudah. Kita butuh bantuan yang lain juga."
Dharma mengangguk. "Sebenarnya Papih sudah menjadwalkan pernikahan juga. Dua bulan setelah pertunangan."
Naura langsung membelalakkan mata saat mendengarnya. Kegilaan macam apa lagi ini? Rasanya Naura ingin langsung berteriak protes. Namun alih-alih melakukan itu, dia hanya bisa tertunduk putus asa dan menghela napas berat.
"Tolong lakukan sesuatu," tukasnya nyaris memohon. "Aku dan Rafisqi mungkin terlihat baik-baik saja di depan semuanya. Tapi sebenarnya yang kami lakukan tiap bertemu hanya cek-cok dan adu mulut. Ditambah lagi, sampai sekarang aku belum bisa lupa kejadian 12 tahun lalu." Naura mengangkat wajah dan menatap Dharma lekat-lekat.
"Aku tahu, tidak seharusnya aku bilang ini. Tapi maafkan aku. Aku benci adikmu dengan segenap jiwaku, Mas. Rasanya ingin marah dan mengumpat saja tiap melihatnya. Bagiku Rafisqi itu cinta pertama mengerikan yang dikirim dari jurang neraka paling dalam. Jadi tolong batalkan perjodohan ini."
Tapi Dharma malah tertawa keras, bahkan sampai memegangi perutnya segala. Naufal bahkan sudah ikut tertawa sambil geleng-geleng kepala.
"Benci segenap jiwa? Cinta pertama dari neraka?" seru Dharma di sela-sela tawanya. "Aku tidak menyangka kau akan sejujur ini. Penggambaranmu unik. Aku suka."
"Maaf ya, Mas. Anak ini memang lumayan alay." Naufal menimpali.
Naura langsung merengut kesal karena dibilang alay.
KAMU SEDANG MEMBACA
[End] Impossible Possibility
RomancePernah dengar istilah "First Love Never Dies"? Naura Alraisa Anhar sudah paham betul makna istilah yang satu itu. Selama belasan tahun, ingatan tentang cinta pertama itu selalu melekat di pikirannya. Tidak pernah mati dan mengikutinya ke mana-mana...