33. The One That Means Everything (2)

25.3K 2.4K 55
                                    

Naah, ini dia bagian kedua dari chapter sebelumnya~
Bagi yang belum liat chapter 33 bagian 1, monggo dibaca yang itu dulu. Biar nyambung pas baca yang ini ^^

***

"Maafkan aku. Untuk semuanya. Aku akan menebusnya semampuku." Sama sekali tidak ada keraguan di suara Rafisqi. "Puluhan kali, ratusan kali, akan terus kulakukan, sampai kau siap memaafkanku. Tapi tolong, jangan bicara seolah kita tidak akan bertemu lagi."

Setelah itu hening, mereka sama-sama diam dengan telepon yang masih terus tersambung. Naura tidak tahu sekarang sudah jam berapa karena angin yang berembus di atas sana terasa semakin dingin saja. Anehnya, dia tidak dapat menepis perasaan hangat yang perlahan menyeruak di hatinya. Akhirnya setelah satu minggu Naura merasakan hatinya lapang, seolah sebuah batu besar baru saja lenyap dari pundaknya. Dia belum tahu akan butuh waktu berapa lama sampai dirinya benar-benar memaafkan Rafisqi, tapi untuk saat ini niat tersebut sudah lebih dari cukup. Setelah selama ini mendendam, akhirnya Naura memiliki keinginan untuk mencoba memaafkan.

"Aku benar-benar minta maaf dan syukurlah kau bisa bertahan." Naura bisa merasakan senyum dalam suara itu. "Orang lain pasti akan ...."

Rafisqi tidak melanjutkan kata-katanya dan Naura memutuskan untuk mengemukakan berbagai kemungkinan yang dipikirkan pria itu.

"Akan putus asa dan depresi, kemudian pindah sekolah atau bunuh diri?" tanyanya sambil tertawa kecil. Kehidupan SMP-nya memang berat, untungnya pemahaman agamanya sudah lebih dari cukup untuk tahu kalau bunuh diri itu haram. "Aku bersyukur masih ada sedikit orang di pihakku. Lesty, Teman-teman kelas B, dan beberapa teman di PMR."

"Kau ikut reuni nanti?" tanya Rafisqi tiba-tiba, membuka topik pembicaraan baru.

"Kau juga datang?" Ingatan Naura melayang ke reuni lintas angkatan SMP-nya yang diadakan besok. Sebenarnya dia memang berencana datang. Kalau tidak, buat apa lagi dia dan Lesty repot-repot berburu baju di mall siang tadi. Namun, kalau Rafisqi juga ada disana ....

"Rafisiqi, boleh minta sesuatu?"

"Ya?"

"Di reuni nanti ...," Naura mencoba bicara hati-hati, berharap tidak membuat Rafisqi marah tepat beberapa menit setelah hubungan mereka membaik. "tolong bersikap seolah kita tidak saling kenal."

Tidak ada jawaban.

Naura berusaha untuk meyakinkan pria itu. "Rafisqi, kita bahkan tidak seharusnya ada di tempat yang sama. Tolong mengerti."

"Maafkan aku."

Dan mood di antara mereka kembali berubah suram.

"Bukan. Maksudku ... aku cuma butuh waktu."

"Naura." Naura tidak menyukai nada serius ini. "Kau bukan 'gadis tidak tahu diri', 'penguntit' atau pun 'cewek gila' seperti yang mereka bilang. Untuk saat ini, kau hanya perlu tahu kalau I'm already yours and that means everything."

Kali ini Naura tidak lagi sekedar merasakan hangat, tapi panas. Panas yang seolah berpusat di pipinya dan terasa membakar kulit wajahnya. Bahkan angin dingin tengah malam saja tidak mampu menetralisir panas tersebut.

[End] Impossible PossibilityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang