44. I'll Stay (1)

29.1K 2.3K 38
                                    

Refleks Naura adalah mendorong Rafisqi sekuat tenaga hingga membuatnya terbentur meja di seberang sofa. Mengabaikan ringisan pria itu, dia berlari menuju pintu keluar dan makin panik saat tahu benda tersebut tidak bisa dibuka walau ditarik atau pun didorong. Merasa tidak ada waktu lagi untuk memikirkan cara membuka pintu besi, Naura berlari ke kamar terdekat dan mengunci pintunya dari dalam.

"Naura!"

Naura mundur menjauhi pintu yang sedang diketuk dari sisi sebaliknya itu. Jantungnya masih menggila dan dipikir bagaimana pun, otaknya belum bisa mencerna apa yang baru saja terjadi.

Kenapa bisa begini?

Memikirkan itu membuat Naura terduduk lemas dengan sekujur tubuh gemetaran. Di balik pintu, Rafisqi masih menyerukan namanya sambil terus menggedor pintu.

Rafisqi memang berkali-kali sukses membuatnya ketakutan, tapi yang barusan terasa sangat berbeda. Tatapan matanya, nada suaranya, wajahnya yang semakin lama semakin dekat .... Naura buru-buru menggeleng demi mengusir ingatan itu. Dia tidak ingin membayangkan apa yang akan pria itu lakukan seandainya tadi dia tidak sempat kabur.

"Pergi!" Naura mencoba berteriak, mengindahkan suaranya yang bergetar.

"Naura, please, buka pintunya!"

Naura mengabaikan permintaan yang lebih mirip perintah itu. Teringat sesuatu yang tak kalah penting, dia mengeluarkan ponsel dari saku jaket dan menelepon Lesty. Sahabatnya itu tidak mengangkat telepon. Naura beralih menghubungi Della, tapi nomornya malah tidak aktif. Berusaha untuk tidak makin panik, Naura membuka grup chat-nya.

.

GILANG & THE GIRLZ (4)

(15.03) Les, Del

(15.03) Tolong ke tempat Ditya

(15.03) Pastikan dia nggak apa-apa

(15.03) Bilang jangan berkeliaran sendirian dulu

.

Beberapa detik kemudian, yang meneleponnya malah Gilang.

"Ditya kenapa?" Gilang bahkan tidak repot-repot bilang 'halo'.

"Lang, telepon Lesty atau Della, please." Seandainya Gilang tidak sedang di luar kota, Naura pasti meminta bantuannya langsung. "Aku takut−"

Kalimatnya disela suara gedoran pintu, kali ini lebih brutal.

"Buka, Naura! Atau kudobrak!"

"Suara itu ... Rafisqi? Dobrak apanya?" Gilang terdengar khawatir. "Kau dimana?"

"Pokoknya kasih tahu Lesty Della. Aku takut terjadi apa-apa ke Ditya." Naura bicara terburu-buru. Dia kembali berdiri dan melihat ke sekeliling, putus asa mencari jalan lain untuk menyelamatkan diri seandainya Rafisqi benar-benar menerobos masuk.

"Tunggu! Bagaimana denganmu? Naura−"

Perkataan Gilang terputus di tengah jalan. Naura mengecek ponselnya dan berdecih pelan.

Dari sekian banyak kesempatan, baterai ponselnya memilih untuk habis di situasi sekarang. Mungkin ini memang hari tersialnya. Naura mengedarkan pandangan dan otomatis menghela napas berat saat menyadari dia ada di mana. Kamarnya Rafisqi, tidak salah lagi.

Ruangan bernuansa kecokelatan tersebut lumayan rapi untuk ukuran laki-laki. Simpel dan tidak terlalu padat dengan berbagai furnitur. Naura menghampiri meja kerja yang ada di sudut, berharap menemukan ponsel atau pun telepon yang bisa digunakan. Namun, yang dia temukan malah puluhan lembar fotonya yang berserakan di atas meja. Fotonya di rumah sakit, di mall, di cafe, di berbagai tempat. Foto yang diambil diam-diam itu membuat Naura merinding hebat. Sebenarnya sejauh mana Rafisqi menguntitnya? Dan sejak kapan?

[End] Impossible PossibilityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang