15. I Hate You

29.7K 2.8K 54
                                    

"Kenapa dari siang tidak bisa dihubungi sih? Uda kira kau hanyut di laut."

"Do'anya kok nyebelin?" protes Naura. Baru saja dia angkat telepon, malah langsung dihadiahi omelan udanya. "Makanya dengar dulu. Ponselku jatuh ke laut. Rusak total. Untung kartu memori sama sim cardnya terselamatkan. Untungnya lagi Jay-Oppa ponselnya tiga, jadi aku bisa pinjam satu."

"Ooh, begitu." Naufal akhirnya terdengar paham. "Kok bisa jatuh? Lompat-lompat kegirangan lagi, ya? Hyperaktif sih."

"Yaa, jatuh gitu deh." Naura malas membahas lebih lanjut. Mengadukan Rafisqi pada Naufal juga tidak akan ada gunanya. Palingan udanya itu akan menanggapinya dengan tertawa dan bilang itu hanya candaan yang sialnya berujung tragis (bagi ponsel Naura).

"Sekarang sedang dimana?"

"Di beranda, lihat laut. Lagi bulan purnama. Bintangnya banyak. Cantik banget, Udaa."

"Kirim fotonya coba."

"Ah! Lupa bilang. Ponsel Jay-Oppa yang ini layarnya cuma dua warna."

"Aduh! Sabar ya, Sweetheart. Jadi tidak bisa foto-foto di laut deh. Tidak bisa selfie, video, update medsos."

Iya. Gara-gara Rafisqi nih. Dan udanya malah memanas-manasi.

"Pakai jaket 'kan? Nanti masuk angin."

"Aku menyeret selimut ke beranda. Uda tenang saja." Dan tepat setelah mengatakan itu Naura malah bersin.

"Tuh 'kan. Masuk sana!" Dan Naufal kembali ke sifat asalnya, cemas berlebihan.

"Yaa, sebentar lagi. Eh, Uda tahu nggak-"

Dan tiba-tiba sambungan telepon terputus.

"Pasti lupa nge-charge baterai lagi," gumam Naura sambil menaruh ponsel pinjaman itu di atas meja kayu di sebelahnya. "Kebiasaan buruk Uda."

Naura melipat lutut dan memperbaiki letak selimut di punggungnya hingga menyelubungi seluruh tubuh dari kepala sampai kaki. Sekarang satu-satunya anggota tubuhnya yang terlihat hanya wajah. Dari jauh mungkin Naura sudah terlihat seperti bola bulu raksasa berwarna putih.

Selama sesaat dia hanya diam meyaksikan pemandangan alam di depannya dengan tenang. Sampai tiba-tiba terdengar suara pintu di buka dari arah kamar sebelah. Beranda kamar yang ditempati Naura memang menyatu dengan beranda kamar sebelah. Setahunya, tidak ada seorang pun yang menempati kamar di sebelahnya. Kamar Dharma-Balqis ada di dekat tangga, sementara kamar Jay-Syila dan Rafisqi ada di lantai bawah.

Naura menoleh ke samping dengan was-was. Dalam sekejap suasana syahdu yang tadi dirasakannya mulai berubah horor. Dia tidak mengalihkan pandangan sedikit pun hingga akhirnya pintu beranda di sampingnya terbuka lebar.

"Oh. Kau." Dengan cuek Naura mengembalikan atensinya pada laut. Laut, bulan purnama dan bintang-bintang sangat sayang dilewatkan kalau hanya untuk orang yang baru saja bergabung dengannya di beranda.

"Tambahkan wortel di bagian hidung dan kau akan jadi boneka salju," celetuk Rafisqi sambil meletakkan secangkir minuman beraroma jahe di atas meja dan duduk di kursi lain di seberang meja.

"Kau ingin mengataiku gendut?!" cerca Naura sambil memberi pria itu tatapan tidak suka. Untung saja ada sebuah meja yang membatasi mereka saat ini. Kalau tidak, mungkin Naura akan tergoda untuk menempeleng kepala pria itu sekuat tenaga. "Yang tadi siang kuadukan ke Mas Dharma. Awas, ya!"

[End] Impossible PossibilityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang