/Part 3/
.
.
."Sekarang tentang bagaimana hubungan mereka berakhir."
Pembawaan David berubah serius dan Naura punya feeling kalau mereka tidak akan bisa tertawa lagi seperti tadi begitu kisah selanjutnya dimulai.
"Yang katamu melibatkan nyawa?" Sambil mengatakan itu, perhatian Naura refleks tertuju ke makamnya Juwita. "Please jangan bilang ...."
David tertunduk. Sebelah tangannya mulai memain-mainkan rumput yang ada di samping kakinya. "Kejadiannya saat kami kelas 3 SMA. Waktu itu Tata ke New York buat liburan. Dia memang paling dekat dengan Fiqi dan Fiqi selalu jadi pilihan pertamanya untuk diajak jalan-jalan.
"Jadi siang itu mereka pergi ke luar berdua dan sialnya Rafisqi memergoki Leah sedang bersama senior yang waktu itu. Fiqi memutuskan untuk mengejar mereka, setelah sebelumnya meminta Tata untuk menunggu sebentar. Keduanya sadar dikejar dan langsung berusaha melarikan diri ke tempat parkir. Leah dan pria berengsek itu memasuki mobil, tancap gas, dan nyaris menabrak Fiqi waktu berusaha kabur. Fiqi memang bisa mengelak saat mobil itu melaju ke arahnya dengan kecepatan tinggi, tapi−"
David tercekat. Tangannya yang sejak tadi meremas-remas rumput di bawahnya tanpa ampun, sekarang terangkat untuk menutupi wajah. Naura mencoba bersimpati dengan menyentuh bahu pria itu. Perasaannya sendiri juga mulai campur aduk. Dia takut dengan apa yang akan didengarnya selanjutnya.
"Fiqi tidak tahu kalau Tata ikut menyusulnya. Saat mobil itu melaju ke arahnya dengan kecepatan tinggi, Fiqi bisa mengelak, ... tapi Tata yang ada di belakangnya ... tidak bisa."
Helaan napas David terdengar sangat berat. Kondisinya terlihat jauh berbeda dengan saat dia menertawakan Naura tadi.
"Jantungnya sudah lemah sejak awal." Kali ini suara David nyaris menyerupai bisikan. "Ditambah tertabrak seperti itu ...."
Naura mengusap bahunya, mencoba untuk menenangkan, sementara tatapannya lagi-lagi tertuju ke makam Juwita. Saat itulah Naura jadi ikut-ikutan merasakan kebencian yang amat sangat terhadap Leah dan senior kurang ajar perusak hubungan orang itu. Tiba-tiba saja Leah tidak lagi terkesan sangat cantik bagi Naura.
"Kepergian Tata jadi pukulan hebat bagi keluarga Mavendra. Papi yang awalnya tidak punya riwayat sakit jantung, malam itu mendapat serangan pertamanya. Mami nyaris tidak pernah bersuara selama seminggu penuh. Mas Dharma melakukan apa pun untuk menjebloskan dua orang itu ke penjara. Sementara kak Syila ... dia bahkan tidak bisa melepaskan perhatian dari Fiqi sedetik pun.
"Kejadian itu membuat kondisi psikisnya memburuk. Dia jadi lebih gampang marah. Posesifnya menjadi super akut dan dia bisa secara random melukai diri sendiri. Berkali-kali dia punya pikiran ekstrim untuk membalas dendam ke senior itu." David merogoh sakunya dan kali ini mengeluarkan sehelai sapu tangan. "Fiqi yang waktu itu tidak akan segan membunuh orang, Ra."
Naura tersentak saat tiba-tiba David mendekatkan sapu tangan itu ke pipinya.
"Ah, maaf." Naura buru-buru mengambil alih sapu tangan tersebut dan menyeka pipinya yang ternyata sudah basah oleh air mata. "Aku hanya ...." Dia tercekat sekali. "This is too much."
Rafisqi. Bagaimana bisa satu orang menanggung hal seberat itu? Untuk pertama kalinya Naura merasa kalau nerakanya selama SMP sama sekali tidak ada apa-apanya dibanding ini. Setidaknya dia tetap sehat fisik maupun mental, keluarganya utuh dan bahagia, dan dia masih bisa menjalin hubungan baik dengan mantan, sementara Rafisqi ....
"Fiqi mulai tidak bisa menerima orang asing. Hubungan pertemanan hanya dibuat sewajarnya dan dia berusaha untuk tidak terlalu terikat dengan seseorang. Suatu hari mbak Balqis datang berkunjung dan mas Dharma memperkenalkannya sebagai calon istri. Saat semua orang lengah, Fiqi mendorongnya dari atas tangga."
KAMU SEDANG MEMBACA
[End] Impossible Possibility
RomancePernah dengar istilah "First Love Never Dies"? Naura Alraisa Anhar sudah paham betul makna istilah yang satu itu. Selama belasan tahun, ingatan tentang cinta pertama itu selalu melekat di pikirannya. Tidak pernah mati dan mengikutinya ke mana-mana...