Jakarta,
Bagian terberat dari sebuah perjalanan adalah perpisahan. Kesediaan meninggalkan masa lalu yang tiada di masa depan. Belajarlah dari semua yang telah terjadi dan mengertilah. Bahwa jawaban adalah tak akan selalu dengan terus bertahan, melainkan dengan melepaskan genggaman untuk sebuah kesempatan baru di masa depan.
Aku selalu tersenyum ketika memandangmu, tetapi di dalam hatiku berkata. Inilah seseorang yang dulu selalu keperjuangkan dengan segenap jiwaku, dan kini sang waktu telah jauh meninggalkan kita. Kini kau bukan lagi milikku, kini kau telah berada di tempat yang jauh lebih baik.
Setiap perpisahan pasti meninggalkan bekas yang tidak akan sembuh dalam waktu dekat.
Disini ada tangisan, ada perjuangan, ada luka, ada tawa, bahagia dan rindu. Dan itu semualah yang memberatkan ketika harus berpisah.
Perpisahan yang paling menyakitkan adalah dimana hanya aku yang merasa kehilangan.
Senja mengajari kita menerima sebuah perpisahan dengan jamina pertemuan yang hangat pada esok hari.
Perpisahan adalah ucapan menyambut hari-hari penuh rindu.
Meski perpisahan itu ialah kenyataan yang sulit diterimna namun itu adalah kensekuensi dari perjumpaan.
Biar bagaimanapun tidak ada yang akan baik-baik saja tentang sebuah perpisahan.
Perpisahan bukan berarti berhenti untuk menyatukan.
Selalu ada pertanyaan tentang bagaimana nanti, bagaimana masa depan dan bagaimana akhirnya. Sadarkah kalau semua pertanyaan itu terhubung dengan takdir. Takkan ada yang bisa mengatur takdir, jadi nikmatilah setiap detik yang kau punya untuk bersamanya.
Tidak terasa ia menarik sudut bibirnya hingga mengukir senyuman, namun di waktu bersamaan air matanya pun mengalir deras di pipinya.
Naya membaca lembaran setiap lembaran dari kotak yang berwarna merah muda itu, ia pun tersenyum, lalu mulai membayangkan bagaimana kedepannya? Naya menutup kotak itu dan menaruh nya di tempat yang aman dan menjaga nya. Baginya itu merupakan surat terindah yang pernah ia dapatkan.
Saat ini Naya mengenakan jas berwarna putihnya itu, lalu mulai memasangkan stetoskop pada bagian lehernya.
Naya mulai melangkahkan kakinya menuju sebuah ruangan, ruangan yang saat ini sudah menjadi tempat favorit nya. Sebagai pengganti perpus yang ada di universitas nya dahulu.
Ya! Saat ini Naya sudah berhasil menjadi seorang dokter ternama di ibu Kota Jakarta, tidak hanya itu bahkan Naya pun harus membagi waktunya antara Indonesia-Singapura.
Ini sudah satu tahun saat Naya meninggalkan Spanyol pan memutuskan untuk kembali ke kota kelahiran nya. Dan sudah satu tahun pula ia tidak bertemu dengan Faro, atau sekedar saling memberi kabar dan bertatap wajah melalui via ponsel. Naya sudah berusaha menghubungi Faro berkali-kali, namun usaha nya nihil, Faro tidak kunjung mengangkat atau pun membalas pesan dari Naya.
Naya membolak-balikan kertas yang sebelumnya ia baca dengan detail, kertas yang menjadi favorit nya selama satu tahun kebelakang ini.
Lalu tidak lama kemudian ponselnya pun berdering. Naya dengan cepat mengangkat telepon itu.
"Hallo, apakah ini dengan nyonya Naya?"
Dengan ragu, Naya pun menjawab, walaupun hatinya sudah tidak karuan.
"Iya dengan saya sendiri, ada apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Destino [SELESAI]
Teen Fiction[FOLLOW DULU AKUN INI BEBERAPA CHAPTER DI PRIVATE] Highest rank: 6 in Pengorbanan ***** "Hallo nama kamu ciapa?" Tanya laki-laki berumur kurang lebih lima tahun. "Nama aku Ana." Ucap gadis berambut pirang. "Nama aku Falo, kamu mau gak jadi pacal ak...