3. Terserah

5K 598 31
                                    

"(Namakamu)."

"Lo kenapa, sih? Lo marah sama gue?"

Langkah (Namakamu) terhenti yang sontak membuat Iqbaal ikut menghentikan langkahnya. Ia menatap punggung (Namakamu) yang masih tidak bergeming. Tak lama kemudian, gadis itu memutar tubuhnya dan menatap datar Iqbaal.

"Gue nggak papa. Gue cuma lagi badmood, aja." Setelah itu, (Namakamu) kembali melangkahkan kedua kaki jenjangnya.

Iqbaal menghela nafas singkat dan berlari kecil menyusul (Namakamu). Ia berhenti berlari dan berjalan santai setelah berada tepat di samping (Namakamu).

"Kalo lo nggak marah sama gue, kenapa berangkat duluan?" Tanya Iqbaal seraya menatap (Namakamu) yang hanya fokus memandang jalan koridor yang keduanya lewati.

"Kenapa emangnya?" Tanya (Namakamu). "Ada yang salah?" (Namakamu) hanya melirik Iqbaal.

"Nggak, sih. Nggak ada."

"Ya udah, jangan di permasalahin lagi."

(Namakamu) mempercepat langkahnya dan meninggalkan Iqbaal yang sedang menatap punggungnya seraya menghela nafas. Pria itu menyalakan ponselnya dan mengirimkan sebuah pesan kepada seseorang.

Tak lama kemudian, ia tersenyum dan melangkah berlawanan arah dengan (Namakamu).

🍃 🍃 🍃

Bel masuk baru saja berbunyi. (Namakamu) segera memode senyap ponselnya dan memasukkannya ke dalam tas. Ia memandang ke arah luar jendela. Tidak ada tanda-tanda kedatangan Iqbaal. Padahal tadi pria itu masih mengekorinya.

"Kenapa lo?" Tanya Gio, pria yang cukup akrab dengannya di kelas.

(Namakamu) menoleh dan tersenyum tipis. "Nggak, nggak papa."

Gio mengangguk-angguk. "Nyariin Iqbaal?" Tanyanya yang sedang membuka buku catatan Biologi.

(Namakamu) menoleh dan menatap Gio sekilas sebelum akhirnya mengalihkan fokusnya pada buku yang ada di laci mejanya.

"Iqbaal nemuin Zidny. Nah~ itu orangnya."

Pandangan (Namakamu) langsung tertuju pada seorang pria yang baru saja masuk kelas dengan wajah yang terlihat sumringah. Pria itu melangkah mendekati (Namakamu) dan duduk di bangku kosong yang ada di samping (Namakamu).

"Dari mana?" Tanya (Namakamu) yang nyatanya tidak pernah bisa marah dengan waktu yang lama pada Iqbaal.

Iqbaal melirik (Namakamu) sekilas, kemudian kembali fokus merogoh tasnya untuk mencari buku. "Dari kelas Zidny. Dia tadi habis jatuh jadi gue agak lama deh di sananya."

"Oh~ terus sekarang keadaannya gimana?"

"Nggak papa. Cuma luka kecil. Btw, lo udah nggak marah sama gue?" Tanya Iqbaal seraya menaik turunkan kedua alisnya bersamaan.

(Namakamu) menatap Iqbaal dengan dahi sedikit berkerut, kemudian fokus pada bukunya. "Emang siapa yang marah? Perasaan gue cuma badmood doang tadi. Lo aja yang alay."

"Ya nggak papa alay yang penting tampan."

(Namakamu) mendengus dan menjitak kepala Iqbaal. "Kepedean banget."

Bukannya kesakitan, Iqbaal malah tertawa pelan. Pria itu mengacak rambut (Namakamu) yang tergerai dan langsung menyambar pulpen bermotif awan milik (Namakamu).

"Minta isinya, pinjem pulpennya." Ucap Iqbaal.

(Namakamu) mendengus. "Dasar."

𝐊𝐈𝐀𝐌𝐀𝐓 𝐊𝐄𝐂𝐈𝐋 𝐇𝐀𝐓𝐈𝐊𝐔 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang