"Lo... siapa?"
Senyum (Namakamu) memudar. Gadis itu terdiam, menatap Iqbaal yang sedang menatapnya bingung. "Lo jangan bercanda, deh, Baal." Ucapnya yang di akhiri dengan kekehan.
Pria di hadapannya itu menggeleng. "Nggak, gue nggak bercanda. Lo siapa?" Iqbaal kembali bertanya.
(Namakamu) menghentikan kekehannya. Kedua matanya kembali berair. Ia menatap Iqbaal dalam diam. "Iqbaal jangan bercanda. Gue nggak suka." Lirih (Namakamu) dengan suara yang terdengar tercekat.
Aldi segera melangkah cepat menghampiri Iqbaal dan (Namakamu). Pria itu seketika menatap ke arah Iqbaal yang tampak kebingungan. "Baal, jangan bercanda, deh!" Ucap Aldi dengan sedikit berteriak.
Hening. Hanya suara isakan (Namakamu) yang terdengar mengisi ruang rawat Iqbaal. Aldi sendiri kini berusaha menenangkan sepupunya yang terus menangis. Pria itu mengusap punggung (Namakamu), berusaha menenangkan. Tak lama kemudian, terdengar suara kekehan pelan.
"Jadi lo masih cinta sama gue?"
Isakan (Namakamu) terhenti. Gadis itu beralih menatap Iqbaal yang kini sedang tersenyum ke arahnya. Ia langsung menepis pelan tangan Aldi dan beralih menatap Iqbaal tidak percaya.
"Jadi lo bohongin gue?"
"(Nam...)... gue--"
"Keterlaluan lo! Lo pikir khawatirnya gue main-main? Gue punya hati! Kalo lo mau bercanda, jangan sama gue! Rasanya gue makin benci sama lo."
Setelah itu, (Namakamu) melangkah pergi dengan cepat. Aldi menatap Iqbaal tajam. "Keterlaluan lo, Baal! Nggak seharusnya lo bercanda kayak gitu. Bukannya makin membaik, hubungan lo sama (Namakamu) malah makin parah."
"Bantuin gue turun." Iqbaal menatap ke arah Aldi yang kini sedang menatapnya bingung.
"Hah?! Lo gila?" Aldi menatap Iqbaal tidak percaya.
Iqbaal mendesah pelan. "Iya, gue gila! Makanya bantuin gue turun sekarang, Al!" Teriak Iqbaal seraya menatap tajam ke arah Aldi.
Aldi menggeleng cepat. "Jangan aneh-aneh. Jangan makin nambah masalah. Kalo lo-- IQBAAL!!"
Darah mengalir dari punggung tangan Iqbaal. Dengan tubuh yang masih lemas, Iqbaal bangkit dan mulai menuruni ranjang rumah sakit. Aldi dengan segera menahan Iqbaal yang akan melanjutkan langkah. Pria itu mendorong Iqbaal kembali duduk di ranjang.
"Lo jangan gila! Lo masih sakit dan jangan bikin masalah! Kalo lo sayang sama (Namakamu), jangan kayak gini."
Iqbaal terdiam. Ia menghela nafas panjang dan mencengkeram erat sprei rumah sakit dengan tangannya yang masih terus mengeluarkan darah. Ia memandang ke arah pintu kamar rawatnya, kemudian beralih menatap Aldi dengan tatapan sendunya.
"Aldi..."
🍃🍃🍃
(Namakamu) keluar dari toilet seraya memasukkan ponselnya ke dalam tas. Ia menepis air mata yang kembali mengalir membasahi pipinya. Ia sangat kecewa saat ini. Bagaimana bisa Iqbaal mempermainkannya dengan kebohongan seperti itu? Padahal ia sudah sangat takut jika kemungkinan-kemungkinan yang ia pikirkan menimpa Iqbaal. Namun dengan mudahnya Iqbaal membodohinya seperti itu.
"(Namakamu)."
(Namakamu) memutar tubuhnya dan menatap Iqbaal yang sudah berdiri di hadapannya dengan wajah pucat dan peluh yang memenuhi dahinya. Pria itu menatap (Namakamu) dengan nafas yang tersenggal.
Iqbaal meraih tangan (Namakamu) dan menggenggamnya. "(Namakamu)... gue--"
"Apa? Lo mau bohong apa lagi sekarang? Belum cukup buat lo begoin gue dari tadi? Apa belum puas lo mainin gue, hah?! Kalo emang lo nggak ada rasa sama gue nggak papa. Tapi jangan mainin gue karena alasan itu! Bukan karena gue cinta sama lo, lo bisa mainin gue sesuka hati lo! Bukan karena gue cinta sama lo, gue bakal maafin lo segampang itu!"
(Namakamu) menepis tangan Iqbaal. "Gue harap gue nggak pernah jatuh cinta sama lo, Baal~" Ucapnya kemudian melangkah menjauh.
Iqbaal mengepalkan tangannya. Ia memandang punggung (Namakamu) yang perlahan menjauh.
"Karena gue cinta sama lo."
(Namakamu) menghentikan langkahnya. Ucapan Iqbaal terdengar jelas olehnya. Mungkin karena ia belum melangkah terlalu jauh dari Iqbaal.
"Gue tau gue pecundang. Gue nggak berani cuma buat nyatain doang. Gue juga cuma bisa nyakitin lo doang. Gue nggak pernah bisa kasih lo kebahagiaan kayak Devano. Gue tau gue bego." Iqbaal menghela nafas panjang.
"Tapi nggak papa, kan, kalo selama ini gue takut lo pergi?" Iqbaal memandang ke arah (Namakamu) dengan mata yang berkaca-kaca.
(Namakamu) terdiam. Ia mengusap darah yang ada di tangannya. Hatinya mendadak nyeri. Mengapa di saat ia berusaha merubah hatinya, Iqbaal malah membuatnya kembali pada pria itu? Mengapa semua semakin terasa sulit?
"Jujur... gue cinta sama lo, jauh sebelum gue kenal Zidny. Gue nggak pernah jatuh cinta bahkan cinta ke Zidny. Gue cuma... gue cuma berusaha jaga lo, karena Zidny nggak pernah suka sama lo dan bisa ngelakuin hal aneh apapun itu. Akhirnya gue mutusin buat berkorban. Kalo emang gue nggak bisa milikin lo, seenggaknya gue bisa berkorban buat lo."
Air mata (Namakamu) mengalir. Nafasnya terputus-putus karena berusaha menahan isakan. Ia bahkan tidak ingin melihat wajah Iqbaal sekarang.
"Karena gue sayang sama lo makanya gue jadi pecundang kayak gini. Karena gue nggak siap buat kehilangan lo. Tapi ternyata, kesalahan guelah yang bikin lo perlahan pergi."
Perlahan Iqbaal melangkahkan kedua kakinya mendekati (Namakamu). Sekitar satu meter di belakang gadis itu, ia menghentikan langkahnya.
"Gue cinta sama lo sejak pertama kali lo sapa gue pake senyuman di pagi itu, sampai sekarang di saat gue udah ngecewain lo, dan sampai nanti, lo nemuin kebahagian lo walau bukan gue." Ucap Iqbaal lirih dengan air mata yang sudah mengalir.
(Namakamu) menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan isakannya.
"Kalo udah nggak ada kesempatan buat gue, biarin gue cari kesempatan itu. Biarin gue perjuangin lo. Sampai nanti waktunya tiba, waktu di mana lo bisa nemuin kebahagiaan lo. Sampai waktu itu tiba, gue janji, gue bakal mundur dan pergi dari hidup lo."
(Namakamu) segera berlari dengan tangisan pecah. Ia membekap bibirnya sendiri agar isakannya tidak keluar. Sedangkan Iqbaal kini jatuh terduduk dengan tangis yang pecah. Ia memandang punggung (Namakamu) yang perlahan menjauh dan akhirnya menghilang.
"Gue minta maaf, (Nam...)~"
Devano memandang Iqbaal yang kini terisak hebat dengan tubuhnya yang jatuh terduduk. Ia menyandarkan punggungnya ke tembok koridor. Air matanya mengalir begitu saja dari sudut matanya.
'Kenapa gue harus jatuh cinta sama cewek yang udah jelas bukan punya gue? Andai gue nggak jatuh cinta sama lo, (Nam...), mungkin nggak akan ada penghalang di antara lo sama Iqbaal. Harusnya gue yang pergi, bukan Iqbaal.'
Tbc.
Yuhuuu😌😌
Jangan lupa mampir yaa
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐊𝐈𝐀𝐌𝐀𝐓 𝐊𝐄𝐂𝐈𝐋 𝐇𝐀𝐓𝐈𝐊𝐔 ✔
Fanfiction"Love is when the other person's happiness is more important than your own."-H.Jackson Brown, Jr. Iqbaal Dhiafakhri, pria tampan dengan sejuta pesonanya. Zidny Iman, gadis cantik paling beruntung. Dan (Namakamu) Anandita, gadis yang paling mudah ber...