11. Iqbaal, Devano, dan Papa

4.4K 526 6
                                    

Hari ini, (Namakamu) bangun lebih awal dari biasanya. Yang biasanya ia akan bangun jam enam pagi, hari ini bangun jam empat pagi. Setelah mengumpulkan nyawa, ia segera beranjak untuk membersihkan kasur dan menyiapkan peralatan sekolahnya.

Setelah selesai dengan urusannya, (Namakamu) segera meluncur menuju kamar mandi untuk bersiap. Hari ini hari Jumat, jadi ia tidak perlu terburu-buru, karena khusus hari akhir sekolah ini, sekolah di mulai pukul delapan. Dan sekarang masih menunjukkan pukul enam pagi.

Setelah sekitar dua puluh menit, (Namakamu) akhirnya keluar dari kamar mandi sudah dengan seragam pramuka yang membalut tubuhnya. Handuk putihnya tergulung membalut rambut basahnya. Kebiasaan (Namakamu), keramas pagi jika ia ingin.

Gadis berambut kecoklatan itu duduk di depan meja riasnya dan mulai bersiap. Mulai dari mengeringkan rambut, menyisir, memakai bedak dan lipbalm, dan di akhiri dengan pemakaian parfum aroma bayi kesukaannya.

Setelah selesai, ia segera meraih tas dan sepasang sepatu putih polos favoritnya. Masih menggunakan sandal rumah, (Namakamu) keluar kamarnya.

"Aldi! Kok nggak--" ucapan (Namakamu) berhenti. Gadis itu saat ini sedang menatap terkejut seorang pria paruh baya yang sedang merentangkan tangan padanya.

"Papa!!" Teriak (Namakamu) seraya berlari menuruni tangga dengan cepat dan berakhir memeluk papanya itu.

Pria paruh baya berkacamata itu memeluk putri sematawayangnya erat seraya menggoyangkan tubuh anaknya itu. Sedangkan (Namakamu) tertawa kecil dan semakin mempererat pelukannya dengan sang ayah.

"Uuu... anak papa. Papa kangen, lho." Ucap pria itu seraya mengusap kepala anaknya.

Setelah beberapa saat, keduanya saling melepaskan pelukan dan saling tersenyum. "Papa kapan pulang? kok nggak bilang aku kalo mau pulang?"

"Semalem papa mau bilang. Cuma pasti kamu udah tidur. Ya udah, nggak jadi." Ucapnya seraya mendorong (Namakamu) untuk duduk manis di meja makan.

Sarapan sudah tersedia. Ada segelas susu dan dua lembar roti untuk (Namakamu). Ia duduk dan menatap sarapan di hadapannya yang ia yakin pasti buatan papanya.

"Mau pake apa? selai coklat atau keju?"

(Namakamu) tersenyum seraya menunjuk ke arah bungkusan keju lembaran. "Cheese, please."

"Okay!"

(Namakamu) mempertahankan senyumannya. Ia menatap pria paruh baya di hadapannya yang sedang sibuk membuatkan sarapan sederhana untuknya. Rasanya seperti sudah lama ia tidak bertemu langsung dengan papanya karena pekerjaan papanya sendiri.

Ya, setidaknya papanya lebih baik dari mamanya.

"This is for you, my little princess." Ucap pria paruh baya itu seraya memberikan sandwich sederhana berisikan dua lembar keju.

(Namakamu) pecinta keju, jadi jangan heran.

"Selamat makan, Pa."

Pria paruh baya itu hanya mengangguk dan membiarkan anak sematawayangnya itu menikmati sarapannya. Entah mengapa perlahan tatapan antusiasnya berubah menjadi tatapan sendu yang sulit di artikan.

Dari arah dapur, Aldi membenarkan seragamnya. "Om habis nanti mau otw jam berapa?"

(Namakamu) yang mendengar hal itu sontak menoleh menatap Aldi yang sedang menatapnya terkejut. Ia beralih menatap papanya dan menatapnya meminta jawaban atas ucapan Aldi.

"Papa nggak bisa lama di sini, sayang. Papa ada meeting di Singapura sama beberapa perusahaan besar di sana. Jadi--"

(Namakamu) langsung meletakkan rotinya yang tersisa setengah kembali ke atas piringnya. Ia beranjak berdiri dan menatap kesal papanya yang juga sedang menatapnya.

𝐊𝐈𝐀𝐌𝐀𝐓 𝐊𝐄𝐂𝐈𝐋 𝐇𝐀𝐓𝐈𝐊𝐔 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang