19. Kafe

3.7K 559 30
                                    

Musim hujan akhirnya datang. (Namakamu) sangat antusias. Ia suka hawa di saat musih hujan seperti ini. Menenangkan dan tentunya akan membantunya untuk berpikir lebih jernih. Apalagi sekarang adalah minggunya untuk melakukan ujian akhir semester.

"Dan semalem gue udah tidur lo tetep nyalain video callnya? Oh my god! Kenapa nggak lo matiin, Devano?! Gue malu tau." Protes (Namakamu) yang berakhir dengan gadis itu menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

Sedangkan Devano kini terkekeh seraya berusaha meraih tangan (Namakamu) yang menutup seluruh wajah gadis itu. "Nggak, lo tuh kalo tidur lucu tau."

"Tuh, kan! nyebelin banget sih lo! Tau, ah! gue nggak mau video call sama lo lagi."

"Dih? ngambek. Nggak, nggak. Lo itu cantik waktu tidur. Gue juga waktu lo tidur masih nyanyi buat lo tau. Kurang baik apa gue?" Devano menatap (Namakamu) yang kini nyengir ke arahnya.

"Hehehe... makasih udah mau nyanyiin buat gue. Btw habis ujian rencana yang kata lo itu jadi?"

Devano tampak berpikir sejenak, sebelum akhirnya mengangguk. "Jadi, dong. Entar pokoknya kita beli keperluannya bareng, ya?"

(Namakamu) mengangguk. "Gue nggak sabar rasanya."

Karena gemas, Devano mengacak rambut (Namakamu). "Makanya kalo ujian yang bener. Hari terakhir besok. Kita harus semangat. Fighting!"

"Fighting!"

Dan di akhiri dengan tawa keduanya yang membuat beberapa penghuni kantin menoleh dan memperhatikan keduanya.

Salah satunya adalah tawa itu berhasil mengambil perhatian Iqbaal. Ia memandang dai kejauhan (Namakamu) dan Devano yang sedang bercanda. Sesekali (Namakamu) akan memekik atau memukul Devano yang terus menggodanya.

Dan sekarang Iqbaal merasakan dadanya menyesak. Namun apa yang harus ia lakukan? Diam adalah pilihan terbaik untuk saat ini.

Tanpa Iqbaal sadar, Zidny juga sedari tadi mengamati apa yang Iqbaal tatap sejak beberapa saat yang lalu. Bahkan cerita yang ia ceritakan panjang lebar tidak di dengar sedikit pun oleh Iqbaal. Pria itu hanya terfokus pada (Namakamu) dan Devano yang tampak terus bergurau walau sudah ada buku tebal di hadapan keduanya.

Ia melirik ke arah Iqbaal, sebelum akhirnya melambaikan tangan tepat di depan mata Iqbaal yang berhasil membuat Iqbaal berjengit kaget. "Kenapa?"

"Dari tadi di panggilin juga. Emang nggak denger, ya?" Zidny menatap Iqbaal yang sedang tersenyum dan menghela nafas panjang.

"Nggak. Maaf, nggak fokus soalnya." Ucap Iqbaal, kemudian kembali pada bukunya.

Zidny hanya ber'oh' ria. Ia tersenyum tipis dan kembali menatap (Namakamu) dan Devano.

Iqbaal berbohong padanya.

Tanpa ia tanya pun, ia sudah tahu bahwa sejak tadi Iqbaal hanya sibuk memandangi kedua teman seangkatannya itu.

🍃🍃🍃

Seperti yang sudah di prekdisikan, sore ini hujan turun. Ujian juga baru saja selesai. Seisi kelas langsung bergegas untuk segera pulang. Begitu juga dengan (Namakamu) dan Devano.

"Rempong banget ya kalo jadi cewek." Ucap Devano yang melihat (Namakamu) sedang memasukkan semua barangnya ke dalam tas.

"Stt... don't comment."

Devano terkekeh pelan. Ia menatap (Namakamu) yang tersenyum ke arahnya seraya menggendong tasnya. Gadis itu segera melingkarkan lengannya di lengan Devano dan menarik Devano untuk segera melangkah.

𝐊𝐈𝐀𝐌𝐀𝐓 𝐊𝐄𝐂𝐈𝐋 𝐇𝐀𝐓𝐈𝐊𝐔 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang