2. Pulang Malam

5.3K 638 19
                                    

Setelah menempuh perjalanan pulang selama dua puluh menit dengan santai, akhirnya (Namakamu) memasuki halaman rumahnya. Ia menghentikan sepedanya dan menuntunnya memasuki garasi, kemudian memarkirkan sepedanya dengan rapi. Setelah itu, ia memasuki rumahnya melewati pintu samping yang ada di garasi.

"Assalamualaikum! Aku pulang!"

Hening. Tidak ada suara sambutan untuknya. Seperti biasanya.

(Namakamu) tidak peduli. Ia melangkah santai menuju dapur dan mengambil sebotol air mineral dan meminumnya. Setelah merasa tenggorokannya kembali fresh, (Namakamu) menaiki tangga menuju kamarnya yang ada di lantai dua.

Kamar yang di dominasi dengan warna baby blue itu menyapa pengelihatan (Namakamu). Ia memasuki kamarnya dan melepaskan sepatunya seraya meraih sebuah note yang tertempel di papan kecil yang ada di atas meja belajarnya.

Mama pergi ngurusin perusahaan yang di Singapura selama sebulan. Kamu baik-baik di rumah. Nanti uang bulanan kamu mama kirim. Bye, sayang.

(Namakamu) menghela nafas dan beralih meraih sepatunya yang kemudian ia letakkan di rak kecil yang ada di sebelah meja belajarnya. Ia melemparkan tasnya ke atas sofa putih di dekat jendela dan menghempaskan tubuhnya ke kasur empuknya.

Manik matanya memandangi langit-langit kamarnya yang di hiasi dengan banyak bintang-bintang kecil dari glitter. Ia menghela nafas, kemudian bangkit dan segera menyambar handuknya. Setelah itu segera masuk ke kamar mandi karena tubuhnya yang benar-benar terasa lengket.

🍃 🍃 🍃

"Iya, (Namakamu) bakal makan teratur. Hmm... iya, Ma. Ya, oke, bye."

(Namakamu) kembali meletakkan ponselnya di sampingnya dan ia kembali sibuk menonton film di temani dengan setoples makanan ringan.

Biasanya jika ia hanya di rumah sendiri, ia pasti akan meminta Iqbaal untuk menemaninya. Namun tidak untuk kali ini. Pria itu sepertinya sedang sibuk dengan Zidny yang katanya adalah gebetan Iqbaal.

Jujur, perasaannya adalah perasaan klise. Menyukai sahabat yang sudah menemani hidupnya dalam lima tahun belakangan. Perasaan seperti ini memang terlalu mainstream. Namun bukan hal itu yang menjadi masalah bagi (Namakamu). Siapapun orangnya, seburuk apapun orangnya, jika memang hatinya sudah memilih untuk menetap pada orang itu, maka apa yang bisa ia lakukan.

Semua adalah takdir.

Dan (Namakamu) pun juga tidak pernah menyesali perasaannya kepada Iqbaal. Semua resiko ia terima dengan senang hati. Entah itu yang membahagiakan untuknya atau malah sebaliknya.

Cklek

(Namakamu) menoleh dan menatap Aldi yang baru saja memasuki rumah. Pria yang seumuran dengan itu adalah sepupunya. Orang yang menjadi tempah (Namakamu) berkeluh kesah. Juga orang yang pertama mengetahui bagaimana perasaan (Namakamu) pada Iqbaal.

Aldi duduk di samping (Namakamu) dan meraih gelas berisi coklat hangat milik (Namakamu). Pria itu meneguknya, kemudian meletakkannya kembali setelah meminumnya hingga tersisa setengah.

"Yang bikin belum minum ini." Protes (Namakamu) saat melihat isi gelasnya.

"Nggak usah ngomel. Cuma susu doang." Ucap Aldi santai. "Btw, tadi gue ketemu Iqbaal di kafenya bang Kiky." Lanjutnya seraya meraih toples yang ada di pangkuan (Namakamu).

(Namakamu) menoleh dan mengerutkan dahinya. "Iqbaal belum pulang?"

"Ya kalo udah pulang mah nggak bakalan gue ketemu dia di kafe bang Kiky. Dia lagi sama Zidny."

𝐊𝐈𝐀𝐌𝐀𝐓 𝐊𝐄𝐂𝐈𝐋 𝐇𝐀𝐓𝐈𝐊𝐔 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang