7. I'll Be There For You

4.3K 543 7
                                        

'Dan gue kehilangan lo sekarang!'

Setiap ucapan (Namakamu) satu jam yang lalu masih saja terngiang di kepala Iqbaal. Ia menatap (Namakamu) yang terlelap setelah menangis dalam pelukannya. Bahkan titik-titik air mata kering gadis itu terlihat.

'Gue kesepian, Iqbaal! Gue kesepian!'

Iqbaal menghela nafas. Ia meraih tangan (Namakamu) dan menggenggamnya. Bahkan ia lupa kapan terakhir kali ia bersama dengan (Namakamu) seperti ini. Wajar jika (Namakamu) merasa kehilangannya, karena mereka sudah selalu bersama sejak lama.

"Maafin gue, (Nam...). Gue terlalu fokus sama orang baru, sampe gue lupa kalo ada lo yang selalu ada buat gue." Gumamnya seraya mengusap punggung tangan (Namakamu).

Di sini ia juga bersalah. Ia meninggalkan (Namakamu) sendiri saat ia sudah sangat mengetahui fakta tentang kedua orang tua (Namakamu) yang terlalu sibuk sampai waktu untuk pulang pun tidak bisa mereka prediksikan.

Iqbaal seharusnya bisa lebih mengerti (Namakamu). Tanpa harus gadis itu suruh atau harapkan, seharusnya Iqbaal harus bisa memahami hidup (Namakamu) dengan baik.

"Gue bakal berusaha terus ada buat lo. Gue nggak akan pernah ninggalin lo." Ucapnya seraya mengusap kepala (Namakamu).

Tidak lama setelah itu, ponsel Iqbaal bergetar. Tertera nama Zidny sebagai nama pemanggilnya. Iqbaal menatap (Namakamu) sekilas, setelah itu memutuskan untuk mengangkat panggilan dari Zidny.

"Halo, Zid. Kenapa?"

(Namakamu) membuka matanya. Ia menatap Iqbaal yang sedang sibuk bertelfonan dengan Zidny. Dari raut wajahnya tampak sangat serius. Hingga tak lama kemudian pria itu mematikan ponselnya dan berlari keluar dari kamar (Namakamu).

(Namakamu) merubah posisinya menjadi duduk. Ia mengalihkan pandangannya ke arah jendela besar kamarnya. Tak lama setelah itu, (Namakamu) turun dari kasur dan berjalan mendekat ke jendelanya.

Matanya menatap sosok Iqbaal yang sedang kebingungan di depan rumah yang ada di seberangnya. Pria itu tampak menggeram kesal dan akhirnya pria itu berlari pergi.

'Baru aja gue ngerasa lebih baik karena ada lo. Sekarang? Bahkan Lo pergi tanpa mikirin gimana gue di sini, Baal.'

🍃🍃🍃

(Namakamu) terus mengaduk teh hangat buatannya dengan pelan. Ia menatap lekat air mancur kecil yang ada di taman belakang rumahnya. Suara aliran air itu rasanya menenangkannya.

Pintu utama rumah (Namakamu) terbuka. Aldi melangkah santai memasuki rumah bertingkat dua itu. Kantong plastik yang ada di tangan kanannya ia letakkan di atas meja ruang keluarga. Ia memandang ke arah tangga dan beralih ke arah dapur. Setelah itu, ia melangkah santai menuju dapur.

"Gue kira udah tidur." Ucapnya yang membuat (Namakamu) menoleh.

Aldi terdiam. Ia menatap (Namakamu) yang tampak sangat berantakan. Kedua matanya sembab dan wajahnya pucat. Dengan langkah cepat, Aldi menghampiri (Namakamu)  dan menangkup wajah gadis itu.

"Udah makan?" Tanyanya yang langsung mendapat gelengan singkat dari (Namakamu).

"Kenapa belum? Entar maag lo kambuh gimana?" Omel Aldi seraya beralih menuju ke kulkas.

"Udah kambuh. Baru aja gue minum obat."

Gerakan Aldi terhenti. Ia menatap (Namakamu) yang tersenyum ke arahnya. "Tuh, kan. Gue bikinin bubur, ya? Habis makan langsung istirahat. Gue temenin. Gue nginep malem ini."

(Namakamu) hanya bisa mengangguk dan membiarkan Aldi melakukan hal yang ia mau.

🍃🍃🍃

Aldi mengusap kepala (Namakamu) pelan. Ia menatap (Namakamu) yang baru saja terlelap setelah makan dan minum obat lagi. Wajah pucat dan mata sembab sudah membuktikan jika gadis itu sedang dalam keadaan yang tidak baik-baik saja.

Tak lama kemudian, ponsel Aldi bergetar. Ia merogoh saku jaketnya dan menatap layar ponselnya yang menunjukkan nama Iqbaal di sana. Ia menatap (Namakamu) sejenak, sebelum akhirnya melangkah keluar menuju balkon dan mengangkat panggilan dari Iqbaal.

"Halo?"

'Al... (Namakamu) udah bangun, nggak?'

Aldi memutar malas matanya mendengar ucapan Iqbaal. "Jadi tadi lo sama dia? Apa-apaan lo ninggalin dia waktu dia sakit kayak gini?"

'Apa?! Sakit? Gue bener-bener nggak tau kalo dia sakit.'

"Bukan nggak tau. Tapi karena lo emang nggak peduli. Mending lo jauh-jauh deh dari sepupu gue."

'Ck! Apaan sih lo! Kenapa jadi ngegas coba.'

"Udahlah! Males gue ngomong sama lo."

Pip.

Aldi menjauhkan ponselnya dan meremasnya erat. Ia memandang ke arah balkon rumah yang berhadapan tepat dengan balkon kamar (Namakamu).

"Aldi..."

Panggilan itu membuat Aldi menoleh. Ia tersenyum dan melangkah mendekati (Namakamu) yang baru saja merubah posisinya duduk.

"Kebangun, ya? Sori, sori." Ucap Aldi seraya menatap (Namakamu) dengan tatapan merasa bersalah.

(Namakamu) menggeleng. Ia menatap Aldi lekat. "Lo baca buku diary gue?" Tanyanya yang mampu membuat rahang Aldi mengeras.

Aldi mengalihkan pandangannya ke arah lain, namun kembali menghadap (Namakamu) karena ulah gadis itu. "Lo baca, kan?"

"Gue nggak sengaja. Kenapa sih lo nutup-nutupin selama ini? Gue pikir lo adalah cewek yang beda. Ternyata lo sama kayak yang lain. Lo pembohong." Ucap Aldi pelan.

"Aldi, gue cuma gak mau persahabatan gue sama dia rusak. Cukup hati gue yang rusak, jangan persahabatan gue sama dia. Gue nggak papa, kok."

Setelah itu, (Namakamu) menunduk. Bahkan walau sudah tidak bertemu Iqbaal beberapa jam, setiap kata yang diucapkan seolah sebuah lagu yabg diputar berkali-kali, terus terngiang tanpa ada niat untuk berhenti.






Siang hari...

Iqbaal menghela nafas. Ia meraih tangan (Namakamu) dan menggenggamnya. Bahkan ia lupa kapan terakhir kali ia bersama dengan (Namakamu) seperti ini. Wajar jika (Namakamu) merasa kehilangannya, karena mereka sudah selalu bersama sejak lama.

"Maafin gue, (Nam...). Gue terlalu fokus sama orang baru, sampe gue lupa kalo ada lo yang selalu ada buat gue." Gumamnya seraya mengusap punggung tangan (Namakamu).

Ia menatap lekat wajah (Namakamu). "Gue harap... persahabatan kita nggak pernah berakhir kayak persahabatan lawan jenis lainnya. Gue nggak mau sampe di antara kita timbul rasa cinta dan akhirnya hancurin persahabatan kita. Karena gue sayang sama lo,












Sebagai sahabat terbaik gue."



(Namakamu) menatap Aldi yang sejak tadi mendengarnya bercerita. "Bahkan tanpa sadar, Iqbaal nyuruh gue buat mundur. Terus kalo lo mau marah ke Iqbaal, apa semuanya bakal balik kayak semula? Nggak, kan? Jadi cukup gue aja yang ngerasain semuanya. Biar gue tetep kayak gini, sampe nanti pada akhirnya...










Gue nyerah untuk terus perjuangin Iqbaal."







Dear Diary...

Bahkan tanpa kamu sadari...

Aku yang paling tersakiti di sini. Tapi maaf, aku berani lancang jika itu mencintaimu, walau pada akhirnya berakhir dengan perasaanmu padaku yang hanya sebatas sahabat.


Tbc.

Gimana?
Btw, thank you buat yang udah recommend lagunya. Suka banget. Kalo yang punya list lagu mellow bisa bagi gue gitu.

For today, ask to me apa yang pengen kalian tau tentang cerita ini, maksimal sepuluh orang ya..

Sekian

𝐊𝐈𝐀𝐌𝐀𝐓 𝐊𝐄𝐂𝐈𝐋 𝐇𝐀𝐓𝐈𝐊𝐔 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang