(Namakamu) melepaskan pelukan Iqbaal yang ada di pinggangnya. Ia segera keluar dari mobil Iqbaal, kemudian menatap Iqbaal yang sedang menatapnya sendu. Tak lama kemudian, ia mengulas senyuman manis.
"Besok kita berangkat ke sekolah bareng, ya. Jangan lupa bangunin gue. Gue nggak bisa bangun pagi banget." Ucap (Namakamu) yang membuat senyuman Iqbaal merekah.
Pria itu segera keluar dari mobilnya dan berdiri di hadapan (Namakamu). "Lo maafin gue?" Tanyanya dengan wajah tidak percayanya.
(Namakamu) mencebik dan menarik kedua pipi Iqbaal gemas. "Sejak kapan gue marah sama lo? Lonya aja yang terlalu berpikiran buruk ke gue. Padahal niat gue tuh cuma nggak mau acara pedekate lo sama Zidny ke ganggu." Ucap (Namakamu) seraya menggoyangkan kepala Iqbaal ke kanan dan kiri.
Untuk kedua kalinya, Iqbaal kembali memeluk (Namakamu) dengan erat, menyalurkan rasa rindunya kepada gadis yang ia sukai secara diam-diam itu. Rasanya... aneh saat gadis yang ia peluk ini mengatakan masa pendekatannya dengan Zidny. Bahkan debaran antara saat dirinya dengan Zidny dengan (Namakamu) berbeda. Lebih parah saat bersama (Namakamu).
Namun Iqbaal tidak memiliki banyak nyali untuk mengungkapkan perasaannya. Terlebih melihat kedekatan antara (Namakamu) dan Devano. Mungkin ia memang harus menghapus perasaannya pada sahabatnya ini.
Lebih baik menjadi sahabat sampai kapanpun. Itu lebih baik.
(Namakamu) membalas pelukan Iqbaal dan menepuk-nepuk bahu pria itu. Setetes air matanya tiba-tiba saja turun dan jatuh ke kaos yang pria itu kenakan. Dengan cepat, (Namakamu) segera menepis air matanya dan mengeratkan pelukannya pada Iqbaal.
Ia rindu. Rindu pada sosok sahabat yang ia cintai selama ini.
Jika di tanya seberapa besar rasa rindu itu, kata sangat dan parah berada jauh di bawah. Ia benar-benar dan sangat sangat merindukan Iqbaal. Rasanya juga percuma ia menjauhi Iqbaal untuk berusaha menghapus perasaannya, bahkan sampai saat ini debaran saat bersama Iqbaal masih tetap sama, masih dua kali lebih cepat dari biasanya.
Di saat yang bersamaan, dua rasa menyelimuti hati (Namakamu). Sakit dan senang menjadi satu menyelimuti hatinya. Senang ia bisa kembali bersama dengan Iqbaal dan bisa melakukan banyak hal bersama. Sakit jika mengingat bagaimana nantinya perasaannya yang semakin terluka. Tapi jika semua itu membuat Iqbaal bahagia, tidak apa. Ia akan berusaha untuk tidak bergantung dan akan berusaha menghapus perasaannya.
Kembali lagi pada kenyataan yang ada. Cinta tidak harus memiliki, kan?
Tapi karena kenyataan itulah yang membuat (Namakamu) ragu untuk membuka hati pada orang lain.
Keduanya saling melepas pelukan. Iqbaal tersenyum dan mengusap kepala gadis itu lembut. Tanpa ada aba-aba, Iqbaal mengecup cukup lama dahi (Namakamu), membuat gadis itu terkejut bukan main.
"Good night. Nice dream. Jangan lupa mimpiin gue. Barang lo gue bawain, aja. Biar besok tinggal ambil aja. Oke?"
(Namakamu) hanya mengangguk. Ia masih berusaha mengontrol jantungnya yang terasa mau jatuh saja. Ia menatap Iqbaal yang akhirnya memasuki mobilnya dan mulai melajukan mobilnya memasuki halaman rumah di seberang rumahnya.
Mobil milik Iqbaal akhirnya memasuki garasi dan pria itu keluar dari garasi seraya melambaikan tangan ke arah (Namakamu) yang masih setia berdiri di depan pagar.
'Cepet masuk, terus tidur.'
Perintah Iqbaal menggunakan gerakan tangannya. (Namakamu) hanya mengangguk dan segera memasuki rumahnya. Di saat seperti inilah ia harus sadar diri, Iqbaal bukan untuknya.
(Namakamu) membuka pintu utama rumahnya yang ternyata sedikit terbuka. Ia hendak melangkah masuk, namun teriakan mamanya menghentikan langkahnya.
'Kalo kamu mau cerai, ayo! Aku juga udah ada pengganti kamu yang jauh lebih baik!!'
'Heh! kamu mikirin (Namakamu), nggak?! selama ini aku tahan semuanya demi anak kita dan sekarang kamu dengan gampangnya bilang kayak gitu?! Kalo dia sampe denger gimana?!'
'Kalo dia sampe denger, bagus! Seharusnya emang dia tau gimana nggak bertanggung jawabnya papanya ini!'
'Nggak bertanggung jawab?! Bahkan aku jauh lebih baik dari kamu yang bahkan nggak pernah pulang! Aku masih bisa luangin waktuku buat liat anak kita walau harus pake berbagai macam alasan! Sedangkan kamu di luar sana enak-enakkan pacaran tanpa mikirin segimana kesepiannya anak kita!!'
'Jangan sok bener! Bahkan kamu juga ninggalin dia sendirian di rumah ini tanpa kamu kasih sayang kamu ke dia!! Apa bedanya kamu sama aku?!'
Air mata (Namakamu) meluruh. Baru saja ia bahagia karena bisa kembali seperti biasa dengan Iqbaal. Kini ia malah menemukan fakta bahwa selama ini hanya kebohongan yang orang tuanya tunjukkan padanya. Semua hal kecil karena orang tuanya yang membuatnya bahagia hanya semua kebohongan.
Dan inilah sebenarnya orang tuanya. Selalu beradu argumen dan menyampaikan emosi satu sama lain.
(Namakamu) menghembuskan nafas perlahan. Sesak rasanya mengetahui semua ini. Bahkan kebahagiaan sederhananya perlahan akan lenyap sekarang. Ia tidak tahu kapan hal itu akan terjadi. Tapu mendengar perdebatan orang tuanya benar-benar membuat (Namakamu) tidak menyangka.
Di hidupnya terlalu banyak kebohongan.
(Namakamu) mengeluarkan ponselnya dari tasnya dan mencari sebuah kontak. Ia mendekatkan ponselnya ke telinga seraya berusaha mengatur suaranya yang menajdi sedikit serak. Tak lama kemudian, sambungan terhubung.
"Halo, Ma."
'Halo, sayang. Kamu di mana sekarang? Nggak pulang?'
"Ini udah di rumah Iqbaal. Malem ini (Namakamu) nginep di rumah Iqbaal ya, Ma? Bunda katanya kangen (Namakamu). Nggak papa, kan?"
Helaan nafas terdengar di seberang sana. 'Ya udah, nggak papa. Tapi besok pagi pulang, ya.'
"Iya. Ya udah, (Namakamu) tutup. Bye, Ma."
'Bye, sayang. Good night, nice dream. Jangan lupa berdoa dulu sebelum tidur.'
"Iya."
Tutt..
(Namakamu) kembali mengarahkan pandangannya ke arah dalam rumahnya. Kedua orang tuanya kembali berdebat. Karena sudah tidak tahan, (Namakamu) memutuskan untuk beranjak pergi menuju rumah Iqbaal.
Ia butuh Iqbaal saat ini.
Tok.. tok..
"Assalamualaikum! Iqbaal!" Teriak (Namakamu) seraya mengetuk berkali-kali pintu rumah Iqbaal.
"Iqbaal!!"
Dan setelahnya, pintu utama rumah itu terbuka lebar menampakkan Iqbaal yang tengah menatap terkejut ke arah (Namakamu). Gadis itu langsung memeluk Iqbaal dan menumpahkan air matanya.
Iqbaal balas memeluk (Namakamu). Ia segera menarik tubuh (Namakamu) masuk ke dalam rumahnya dan segera menutup pintu rumahnya. Ia membawa (Namakamu) memasuki ruang keluarganya, tempat di mana ayah dan bunda Iqbaal sedang berkumpul.
Rike terkejut saat melihat Iqbaal yang sedikit menggendong (Namakamu) yang menangis keras di pelukan anaknya. Beliau segera menuntun Iqbaal untuk mendudukkan (Namakamu) di sofa.
Iqbaal duduk di sofa, kemudian mengusap punggung (Namakamu) pelan. "Sstt... Hei, kenapa? cerita sama gue." Ucap Iqbaal lembut seraya terus mengusap punggung (Namakamu) lembut.
"Semuanya cuma boongan, Baal! Semuanya nipu gue! Semuanya jahat sama gue!" Ucap (Namakamu) seraya meremas kaos yang Iqbaal pakai.
Rike mengusap kepala (Namakamu) lembut dan mengecupnya cukup lama. "Sayang... Nggak ada yang jahat sama (Namakamu). Bunda di sini. Ada ayah juga di sini. Ada Iqbaal yang bakal jagain kamu."
(Namakamu) melepaskan pelukannya dari Iqbaal. Ia menatap Rike yang masih terus mengusap kepalanya. "Kenapa (Namakamu) nggak jadi anak bunda sama ayah aja? (Namakamu) pengen hidup normal dan bahagia kayak cewek lainnya, Bun. (Namakamu) nggak mau hidup sama semua kebohongan ini bunda. Tolong (Namakamu)."
Saat itu juga, Iqbaal ikut menangis.
Ternyata serapuh itu gadis yang selama ini ia anggap yang terkuat.
Tbc.
Maaf baru update. Sibuk magang soalnya😪
Vote komennya jangan lupa
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐊𝐈𝐀𝐌𝐀𝐓 𝐊𝐄𝐂𝐈𝐋 𝐇𝐀𝐓𝐈𝐊𝐔 ✔
Fanfiction"Love is when the other person's happiness is more important than your own."-H.Jackson Brown, Jr. Iqbaal Dhiafakhri, pria tampan dengan sejuta pesonanya. Zidny Iman, gadis cantik paling beruntung. Dan (Namakamu) Anandita, gadis yang paling mudah ber...