(Namakamu) membuka matanya perlahan. Hal pertama yang ia lihat adalah plafon putih yang terkena sedikit cahaya matahari. Dan hal berikutnya yang ia lihat adalah seorang pria berjaket kulit yang sedang sibuk bermain ponsel di sofa UKS.
Tanpa sadar, (Namakamu) melenguh dan membuat pria itu menatapnya. Dengan gelagapan, pria itu berdiri dan berjalan cepat mendekati (Namakamu) yang berusaha bangun.
"Lo... nggak papa, kan? Sebelah mana yang sakit?" Tanya pria itu seraya menatap cemas (Namakamu) yang sedikit bingung.
"Gue kok bisa di sini? Sekarang jam berapa?" (Namakamu) menatap pria di hadapannya dengan sayu.
Rasanya sangat lemas.
"Ee..." pria itu melirik jam tangannya. "Sekarang jam sebelas. Tadi lo pingsan di koridor. Jadi akhirnya gue bawa ke sini. Lo nggak papa, kan?" Tanya masih dengan raut khawatirnya.
"Nggak, nggak papa." Jawab (Namakamu) seraya berusaha turun dari kasur UKS.
Dengan cepat, pria itu menolong (Namakamu) turun. Ia segera memegang lengan kanan (Namakamu) dan merangkul gadis itu. Sedangkan (Namakamu) hanya berusaha menolak walau pada akhirnya tidak di hiraukan.
"Kelas lo di mana? Biar gue ambilin tas lo." Ucapnya seraya tetap menjaga (Namakamu).
(Namakamu) menggeleng. "Nggak usah. Makasih. Habis ini ada ulang—"
"Sekolah udah bubaran. Guru-guru lagi mau rapat penting katanya. Jadi kita di pulangin lebih awal." Sahut pria itu tanpa membiarkan (Namakamu) menyelesaikan ucapannya.
(Namakamu) hanya mengangguk paham dan mulai melangkahkan kakinya keluar UKS. Ia meringis singkat, kemudian berusaha menegakkan tubuhnya. Ia melirik kedua tangan yang hendak membantu, namun urung.
"Makasih, udah jagain gue." Ucap (Namakamu) yang baru saja sampai di depan pintu kelasnya.
Pria itu hanya mengangguk dan menatap (Namakamu) yang melangkah memasuki kelas. Setelah itu ia melangkah pergi. Namun sebelum benar-benar pergi, pria itu menatap (Namakamu) yang tampak terdiam dengan raut wajahnya yang sulit di artikan.
(Namakamu) menatap bangku kosong yang berada di sebelah bangkunya. Bahkan Iqbaal pun lupa akan ketidakhadirannya. Namun bisa jadi, Iqbaal sempat mencarinya tadi.
(Namakamu) menghela nafas. Kedua kaki jenjangnya melangkah pelan menuju bangkunya dan ia pun segera memasukkan semua barangnya ke dalam tas. Ia merogoh lacinya dan menemukan ponselnya. Dengan segera, (Namakamu) membuka ponselnya, mungkin ada yang mencarinya atau bagaimana.
Nyatanya, nihil.
Tidak ada notifikasi apapun di ponselnya. (Namakamu) menghela nafas panjang dan kembali memasukkan semua barangnya ke dalam tas.
Bahkan seseorang yang menurutnya satu-satunya yang ia miliki pun dengan mudahnya lupa akan kehadirannya.
Iqbaal, apa mau pria itu?
🍃🍃🍃
Kedua kaki jenjang (Namakamu) berhenti melangkah. Ia menatap pria yang sedang bersandar di samping sebuah mobil merah yang sedang sibuk memainkan ponsel.
Hingga beberapa saat kemudian, pria itu mendongak dan menatap (Namakamu) dengan sedikit terkejut. Setelah itu, pria itu berlari kecil menghampiri (Namakamu) yang bingung.
"Kok masih di sini?" Tanya (Namakamu) dengan dahi berkerutnya.
Pria itu membasahi bibir bawahnya dan menatap (Namakamu) canggung. "E... gue anter pulang, ya? Gue khawatir lo kenapa-napa." Ucapnya seraya menggigit bibir bawahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐊𝐈𝐀𝐌𝐀𝐓 𝐊𝐄𝐂𝐈𝐋 𝐇𝐀𝐓𝐈𝐊𝐔 ✔
Fanfiction"Love is when the other person's happiness is more important than your own."-H.Jackson Brown, Jr. Iqbaal Dhiafakhri, pria tampan dengan sejuta pesonanya. Zidny Iman, gadis cantik paling beruntung. Dan (Namakamu) Anandita, gadis yang paling mudah ber...