15. Penutup Hari

3.9K 517 42
                                    

Langit yang tadinya biru perlahan berubah warna menjadi jingga. Namun Iqbaal dan (Namakamu) masih tetap bertahan di dufan. Mereka baru saja membeli beberapa barang kecil seperti yang kebanyakan orang beli, seperti bando, gelang, dan lain sebagainya. Bahkan, (Namakamu) sudah memeluk sebuah teddy bear putih yang Iqbaal dapatkan dari hadiah bermain game tadi.

"Kita pulang jam berapa, Baal?" Tanya (Namakamu) saat baru saja duduk di bangku taman yang berada tidak jauh dari wahana komidi putar. (Namakamu) ingin menaiki wahan itu sebelum akhirnya mengakhirinya dengan menaiki bianglala.

Iqbaal melirik jam tangannya. Jam sudah menunjukkan pukul enam petang. "Habis naik bianglala kita langsung pulang. Atau mau makan dulu?" Tanya Iqbaal seraya menyelipkan rambut (Namakamu) ke belakang telinga gadis itu.

(Namakamu) membasahi bibirnya, sebelum akhirnya menggeleng. "Langsung pulang, aja."

"Ya udah, nanti kita langsung pulang." Ucap Iqbaal final.

Akhirnya komidi putar pun berhenti berputar. Beberapa pengunjung yang menaiki pun turun dan  di gantikan dengan Iqbaal (Namakamu). Mereka juga baru menyadari bahwa hanya tinggal keduanya saja yang menaiki komidi putar.

(Namakamu) duduk di salah satu tempat duduk berbentuk ayunan, sedangkan Iqbaal memilih duduk di atas kuda-kudaan yang ada di samping (Namakamu) tepat. Perlahan, komidi putar mulai berputar. Iqbaal bisa melihat senyuman (Namakamu) merekah. Gadis itu tampak menikmati wahana ini.

Hingga akhirnya (Namakamu) mendongak, menatap lampu-lampu komidi putar yang menghiasi langit-langit wahana tersebut. Iqbaal memandang lekat (Namakamu).

Ia ingin tahu apa yang selalu (Namakamu) pikirkan selama ini. Walaupun gadis itu menunjukkan bahwa ia baik-baik saja, Iqbaal tahu, kenyataannya gadis itu tidak baik-baik saja. Bahkan terkadang ia tahu bahwa gadis itu menangis semalaman.

Iqbaal ingin tahu semuanya. Apa yang selama ini (Namakamu) pikirkan dan apa yang selama ini (Namakamu) rasakan. Ia ingin memahami semuanya, mempelajarinya, dan berakhir dengan ia selalu bersama dengan gadis itu. Namun, ia takut pada suatu kenyataan yang selama ini membuatnya tidak bisa melakukan apa yang seharusnya ia lakukan.

Tatapan sendu (Namakamu) terpancar. Iqbaal juga bisa mendapati setitik air mata keluar di sudut mata gadis itu. Ia yakin, gadis itu memiliki banyak masalah saat ini. Namun ia juga mengerti, (Namakamu) tidak semudah itu bercerita.

Sekitar lima menit komidi putar berputar menghibur Iqbaal dan (Namakamu). Sekarang mesin wahana itu berhenti. (Namakamu) segera turun, di bantu dengan Iqbaal.

"Naik bianglala, yuk." Ajak Iqbaal yang mendapat anggukan mantap dari (Namakamu).

Iqbaal menggenggam tangan (Namakamu) kembali. Sejak awal mereka berada di dufan, sekali pun Iqbaal tidak pernah melepaskan genggamannya pada (Namakamu). Hingga sesekali gadis itu mengeluh tangannya berkeringat.

"Ayo, Mas. Langsung masuk, aja." Ucap petugas bianglala dengan ramah.

Iqbaal hanya mengangguk dan membantu (Namakamu) untuk memasuki bianglala. Hingga keduanya duduk dan bianglala mulai bergerak.

Lagi-lagi senyuman (Namakamu) merekah. Iqbaal ikut tersenyum. Ia menatap kembali wajah (Namakamu). Mata indah berkilauan, hidung cukup mancung, dan bibir merah muda. Semua yang ada pada gadis itu cantik, itu menurut Iqbaal. Namun yang Iqbaal tidak suka adalah mata gadis itu. Terlalu banyak kesenduan di dalamnya. Bahkan jika gadis itu tersenyum sekali pun, Iqbaal bisa mengerti bahwa gadis itu menyembunyikan sesuatu.

Komidi putar berhenti tepat saat keduanya berada di paling puncak. Ibu kota terlihat berkelap-kelip. (Namakamu) tampak sangat antusias melihatnya. Namun semakin lama, senyumannya semakin memudar hingga akhirnya hanya sebuah senyuman tipis yang menghiasi wajah gadis itu.

𝐊𝐈𝐀𝐌𝐀𝐓 𝐊𝐄𝐂𝐈𝐋 𝐇𝐀𝐓𝐈𝐊𝐔 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang