Aldi turun dari mobil dan merapikan jasnya yang sedikit kusut. Ia melangkah lebar memasuki sebuah gedung bertingkat. Pertama kali memasuki lobi, seorang resepsionis menyapanya ramah.
"Clar, Iqbaal ada?" Tanya Aldi pada resepsionis di depannya.
Clara, teman seangkatan Aldi dulu di SMA itu mengangguk ramah dengan senyuman hangatnya. "Bapak Iqbaal sedang ada di ruangannya. Sudah membuat janji bertemu?" Tanya Clara yang sebenarnya malas harus seformal ini pada Aldi. Untung ia ingat bahwa ini masih jam kerja.
"Nggak ada. Tapi gue udah telpon Iqbaal barusan mau ke sini. Jadi... ya udah, gue ke ruangannya langsung, aja." Ucap Aldi yang kemudian melangkah pergi. Namun baru beberapa langkah, Aldi kembali ke hadapan Clara.
"Nggak usah formal-formal sama gue. Kagak pantes. Bye!" Ucap Aldi dengan nada menyebalkannya.
Clara meremas jemarinya dan menatap Aldi kesal. Sungguh, Aldi adalah pria termenyebalkan yang ada di hidupnya.
🍃🍃🍃
"Tolong di perbaiki. Laporan ini harus siap nanti malam. Tolong kirim ke email saya. Saya tunggu."
"Iya, pak. Kalau begitu saya permisi."
Iqbaal hanya mengangguk dan kembali terfokus pada layar laptopnya. Menjadi seorang CEO muda cukup melelahkan. Apalagi ia harus bekerja sama dengan orang-orang yang lebih tua darinya. Itu adalah hal yang cukup sulit untuknya.
Ia melepaskan kacamata yang bertengger di hidungnya, kemudian memijat pangkal hidungnya. Ia cukup pusing dengan semua pekerjaannya yang menumpuk akhir-akhir ini. Apalagi tugas-tugas Bastian yang di titipkan kepadanya karena pria itu sedang sibuk liburan. Seenaknya meninggalkan tanggung jawab, namun tidak ada salahnya Bastian liburan, pria itu terlalu sibuk bekerja juga. Mungkin nanti ia akan bertukar posisi dengan Bastian. Bastian bekerja di kantor dan gantian ia yang berlibur.
Cklek!
Iqbaal sontak menghentikan gerakannya dan menatap Aldi yang baru saja memasuki ruangannya. Ia menyandarkan punggungnya dengan nyaman dan memejamkan matanya. Ia ingin pulang dan beristirahat, namun pekerjaannya masih menumpuk.
Aldi menarik kursi yang ada dan duduk di sebelah Iqbaal. Pria itu meletakkan sebuah paper bag ke meja Iqbaal. Sedangkan Iqbaal hanya mengintipnya sebentar.
"Apaan?" Tanya Iqbaal yang sibuk menikmati rasa nyeri di punggungnya karena terlalu lama duduk.
"Makanan. Dari..." Aldi tampak berpikir sejenak. "Ah! Dari Vanesha." Jawabnya dengan yakin.
Bukannya membukanya, Iqbaal malah meraih paper bag tersebut dan memberikannya kembali kepada Aldi. "Lo makan, aja, ya? Gue kenyang." Ucapnya yang kemudian kembali fokus pada layar laptopnya.
Aldi berdecak dan meletakkan kembali paper bag itu ke atas meja Iqbaal. "Terima aja, sih! Capek tau tiap hari harus berurusan sama itu cewek. Emangnya apa yang salah sama si Vanesha? Dia cantik, baik juga, ya walaupun rada kecentilan, sih. Tapi kalo di liat, dia tulus sayang sama lo. Kenapa, sih, kagak lo terima aja itu cewek?"
Iqbaal menghela nafas kasar dan menutup laptopnya. Ia menatap Aldi dengan tatapan tajamnya. "Gue nggak suka, Di. Mau dia secantik apapun, sebaik apapun, kalo gue nggak ada rasa mau gimana? Lo juga tau sendiri alasan terkuat gue apa." Ucap Iqbaal dengan nada bicara yang perlahan memelan.
Aldi menatap sendu Iqbaal yang sedang merenung. Ia mendesah pelan. "Tujuh tahun, Baal. Lo nggak capek? Bahkan lo nggak tau gimana dia sekarang. Pencarian lo selama ini nggak pernah membuahkan hasil yang--"

KAMU SEDANG MEMBACA
𝐊𝐈𝐀𝐌𝐀𝐓 𝐊𝐄𝐂𝐈𝐋 𝐇𝐀𝐓𝐈𝐊𝐔 ✔
Fiksi Penggemar"Love is when the other person's happiness is more important than your own."-H.Jackson Brown, Jr. Iqbaal Dhiafakhri, pria tampan dengan sejuta pesonanya. Zidny Iman, gadis cantik paling beruntung. Dan (Namakamu) Anandita, gadis yang paling mudah ber...