Langit semakin menggelap. Langit yang tadinya biru cerah kini berubah menjadi hitam. Tidak lupa bintang-bintang saling mengisi kekosongan untuk memperindah langit malam.
Malam ini tidak ada kegiatan yang berarti. Hanya ada kumpul-kumpul mengelilingi api unggun dan akhirnya mengobrol santai atau malah benyanyi bersama. Ini kegiatan refreshing. Untuk hari ini tidak ada begitu banyak kegiatan, tapi tidak untuk hari esok.
Iqbaal yang baru saja selesai membuat coklat hangat duduk di samping (Namakamu) yang sedang sibuk memandang langit. Gadis itu tampak sangat fokus, sampai Iqbaal jadi ragu hendak mengganggu gadis itu.
"Kapan-kapan kita harus balik ke sini lagi, Baal. Kita main bareng lagi di sini." Ucap (Namakamu) tanpa mengalihkan pandangan sedikit pun dari langit.
Dahi Iqbaal berkerut. "Kenapa?" Tanyanya seraya meraih tangan kanan (Namakamu) dan menyerahkan coklat hangat itu.
(Namakamu) menoleh dan tersenyum. "Biar kita bisa liat bintang bareng. Di sini bagus soalnya." Ucapnya yang kemudian mulai meminum coklat hangat itu.
"Nggak usah jauh-jauh dateng ke sini kalo cuma liat bintang. Ini sebelah lo juga bintang, indah dan terang. Jadi nggak perlu ke sini lagi." Ucap Iqbaal seraya sok merapikan rambutnya.
(Namakamu) tertawa dan mendorong bahu Iqbaal. "Bodo amat! Pede banget sih lo jadi cowok." Cibirnya namun masih dengan tawa yang meledak.
Melihat tawa (Namakamu), Iqbaal semakin gencar membuat lelucon-lelucon yang semakin membuat tawa (Namakamu) meledak. Gadis itu sampai beberapa kali mengusap sudut matanya atau sesekali memegang perutnya.
"Eh... kalo ketawa jangan kenceng-kenceng. Entar kedengeran tawa yang lain, lho." Ucap Iqbaal dengan wajah sok horrornya.
Dengan sekali gerakan, tangan (Namakamu) memukul lengan Iqbaal cukup keras membuat pria itu meringis seraya mengusap cepat lengannya yang terasa panas. "Omongan lo, tuh. Entar mulut lo di tabok gimana?"
Iqbaal hanya tertawa kecil. Seketika hawa di sekitarnya berubah. Lebih ngeri.
"Perhatian! Perhatian!"
Teriakan sang ketua osis mengalihkan atensi semua peserta kemah. Suasana yang tadinya ramai mendadak hening. Hanya ada suara jangkrik dan suara samar kobaran api yang terdengar. Semua tampak menatap serius ke arah sang ketua osis yang berdiri di tengah-tengah lingkaran yang mereka bentuk.
"Malem ini ada yang bakal nyumbangin suara emasnya buat ngehibur kita semua. Jadi nggak usah di tunda lagi, kita sambut temen seangkatan kita, Devano Danendra!!"
Semua bertepuk tangan. Pria bertubuh tinggi itu berjalan ke tengah-tengah lingkaran dengan sebuah gitar di tangannya. Ia duduk bersila di atas tanah, kemudian memposisikan gitarnya dengan nyaman.
Tanpa mengucapkan sapaan pembuka, Devano mulai memetik senar gitarnya dengan mahir. Manik matanya tampak mengedar dan akhirnya berhenti tepat ke arah (Namakamu) yang sedang menatapnya. Gadis itu mengulas senyuman seraya bertepuk tangan mengikuti irama seperti yang lainnya lakukan.
Jangan takut sendiri
Kamu takkan lagi sepi
Jangan takut kehilangan
Aku beri kekuatan
Belum saatnya menyerah
Tetap di sampingkuDevano menatap sendu ke arah (Namakamu) yang masih tersenyum ke arahnya. Mendadak ia takut kehilangan gadis itu dari hidupnya.
Bila saat engkau jatuh
Dan mulai merasa rapuh
Pundakku siap tersandar
Tanganku slalu menggenggamIqbaal terdiam. Ia mengerti arti tatapan Devano itu. Ia menoleh dan menatap (Namakamu) yang sedang mengembangkan senyumnya. Perlahan, tangannya bergerak meraih tangan (Namakamu), kemudian menggenggamnya. (Namakamu) sendiri hanya menoleh dan menatap bingung ke arah Iqbaal.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐊𝐈𝐀𝐌𝐀𝐓 𝐊𝐄𝐂𝐈𝐋 𝐇𝐀𝐓𝐈𝐊𝐔 ✔
Fanfiction"Love is when the other person's happiness is more important than your own."-H.Jackson Brown, Jr. Iqbaal Dhiafakhri, pria tampan dengan sejuta pesonanya. Zidny Iman, gadis cantik paling beruntung. Dan (Namakamu) Anandita, gadis yang paling mudah ber...