Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih tujuh jam, akhirnya (Namakamu) sampai di sebuah apartemen yang akan menjadi tempat tinggalnya dan papanya sebelum akhirnya pindah ke rumah yang sudah di siapkan oleh papanya. Apartemen ini milik kantor, jadi tidak ada masalah untuk papa (Namakamu).
"Ini kamar kamu. Kamu istirahat, aja, dulu." Ucap papa (Namakamu) yang hanya mendapat anggukan dari putrinya.
Pintu berwarna putih itu terbuka. Seraya menarik kopernya, (Namakamu) memasuki kamarnya yang sudah di siapkan oleh papanya. Ia meletakkan kopernya di dekat lemari, kemudian melompat menaiki kasur. Ia merebahkan tubuhnya dan memandang plafon kamarnya.
Pikirannya melayang memikirkan Iqbaal di sana. Rasanya aneh saat melihat ia kini tinggal di sebuah apartemen, bukan komplek dan tidak bertetangga dengan Iqbaal lagi. Aneh rasanya ia tidak memiliki balkon yang biasa ia gunakan untuk bercanda jarak jauh dengan Iqbaal.
Walau baru beberapa jam, kini sebagian hidupnya berubah.
🍃🍃🍃
Bastian dan Aldi memandang Iqbaal dengan beberapa kali menghela nafas. Sejak pertama mereka memasuki kafe bersama, Iqbaal sama sekali tidak bersuara. Pria itu hanya sibuk terdiam seraya memandang pemandangan di luar jendela. Padahal biasanya, Iqbaal akan ikut menimbrung obrolan keduanya.
"Baal." Panggil Bastian. Namun tidak ada respon sedikit pun dari Iqbaal. Pria itu masih tetap terfokus ke arah luar jendela.
Aldi menghela nafas. Ia tahu alasana mengapa Iqbaal seperti ini hari ini. Namun setahunya ia apa alasannya, namun tetap saja ia tidak bisa berbuat banyak. Bahkan ia juga tidak tahu bagaimana solusi untuk Iqbaal sekarang.
Tiba-tiba Iqbaal bangkit dan meminum sedikit minuman jeruk pesanannya. "Gue pulang dulu." Ucapnya yang kemudian mulai melangkah pergi.
"Lah? Entar malem ketemu di prom, Baal!" Teriak Bastian dengan segera yang mendapat acungan jempol dari Iqbaal yang sudah menjauh dari mejanya.
Bastian memutar tubuhnya kembali menghadap meja. Ia melirik Aldi yang ternyata masih mengamati Iqbaal yang akhirnya menghilang di balik pintu kafe. Tak lama kemudian, Aldi juga menatapnya.
"Kita harus mulai terbiasa buat semua perubahannya, Bas." Ucap Aldi yang membuat Bastian bingung.
Bastian menggaruk kepalanya bingung, kemudian berpikir. "Perubahan? Perubahan apaan? Gue nggak ngerti maksud lo apa."
"Lama-lama lo juga bakal tau. Cabut, yuk!"
🍃🍃🍃
"Assalamualaikum! Iqbaal pulang!"
Rike menoleh dan memandang putranya yang berjalan ke arahnya. Pria itu membungkuk mencium punggung tangan bundanya, kemudian beralih duduk di samping Rike. Kedua matanya terpejam dan helaan nafas berat terdengar.
"(Namakamu) udah sampe Australia satu jam yang lalu. Kamu dapet kabar dari dia?" Tanya Rike seraya melirik putranya yang hanya terdiam.
"Le?"
Iqbaal bangkit. "Iqbaal ke kamar dulu, bun."
Rike memandang sendu punggung anaknya itu. Ia iba dengan putranya itu. Namun ia tidak bisa melakukan apa-apa. Iqbaal sudah dewasa, biarkan ia menyelesaikan semuanya sendiri. Ia hanya akan membantu jika memang di butuhkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐊𝐈𝐀𝐌𝐀𝐓 𝐊𝐄𝐂𝐈𝐋 𝐇𝐀𝐓𝐈𝐊𝐔 ✔
Fanfiction"Love is when the other person's happiness is more important than your own."-H.Jackson Brown, Jr. Iqbaal Dhiafakhri, pria tampan dengan sejuta pesonanya. Zidny Iman, gadis cantik paling beruntung. Dan (Namakamu) Anandita, gadis yang paling mudah ber...