(Namakamu) tahu, pada akhirnya kenyataan tidak sebaik dugaannya. Ia yang terlalu lupa pada kenyataan yang akan ia terima karena terlalu hanyut akan keberadaan Iqbaal di hidupnya lagi. Seharusnya ia memang tetap menjalankan niatnya untuk berhenti mengharapkan Iqbaal.
Setelah tiga hari menghabiskan waktu di Bandung, akhirnya (Namakamu) bisa kembali ke Jakarta bersama dengan semua teman-temannya. Tidak ada yang berubah di antara ia, Iqbaal, dan Devano. Iqbaal masih tetap menjaga dan ada untuknya. Devano juga tetap menyambutnya dengan senyuman khasnya. Hanya saja, luka di hatinya yang baru saja sembuh kembali menganga. Sakit yang teramat saat mengingat bagaimana kenyataan yang baru saja a dengar itu.
Mobil Iqbaal berhenti di jarak beberapa meter dari rumah (Namakamu). Pria itu mengangkat telpon dan tampak terkejut.
"Iya, habis ini saya ke sana, tante. Iya. Iya. Walaikumsalam."
Iqbaal menghela nafas dan kembali mengantongi ponselnya. Sedangkan (Namakamu) kini menatap pria di sampingnya penuh tanya.
"Kenapa, Baal?" Tanya (Namakamu) yang menangkap kekhawatiran dari Iqbaal.
"Zidny keserempet mobil. Dia sekarang lagi ada di rumah sakit deket sini. Habis ini gue nemuin dia." Ucap Iqbaal seraya mulai menginjak pedal gas.
Namun (Namakamu) menghentikannya, membuat Iqbaal menahan kakinya yang sudah siap menginjak pedal gas. "Lo langsung aja ke sana. Gue turun di sini, aja. Rumah gue tinggal beberapa meter aja, kok."
"Tapi--"
"Nggak papa. Gue tau Zidny lebih butuh lo."
Iqbaal menghela nafas dan mengusap kepala (Namakamu) lembut. "Sori nggak bisa anterin sampe rumah." Ucap Iqbaal yang mendapat anggukan mantap dari (Namakamu).
(Namakamu) meraih tasnya dan beranjak keluar dari mobil Iqbaal yang tak lama setelahnya melaju kembali keluar dari komplek. Ia memandang mobil yang akhirnya hilang di belokkan. Setelah itu, ia melangkah santai menyusuri trotoar komplek.
Hingga akhirnya, langkah (Namakamu) membawanya sampai di depan rumahnya. Pagar rumahnya terbuka lebar dan sebuah mobil hitam terparkir di halaman rumahnya. Karena penasaran siapa yang datang, akhirnya (Namakamu) melangkahkan kakinya memasuki rumah.
"Assalamualaikum. (Namakamu) pulang!"
(Namakamu) menghentikan langkahnya saat baru saja memasuki ruang tamu. Kedua orang tuanya tidak menyambutnya dengan senyuman manis seperti biasanya. Bahkan ada dua pria lain yang duduk bersama dengan kedua orang tuanya. Keduanya memakai pakaian formal seperti yang biasanya papanya pakai saat bekerja.
(Namakamu) menatap salah satu pria yang mendekatinya. Pria itu tersenyum ramah ke arahnya dan menyuruh (Namakamu) untuk duduk di sofa kosong yang ada. Kemudian pria itu berjongkok dan menunjukkan sebuah kertas ke hadapan (Namakamu).
"Sekarang kamu pilih, mau ikut sama papamu atau mamamu. Semua keputusan di tangan kamu." Ucap pria itu lembut.
(Namakamu) terdiam. Manik matanya bergetar membaca judul surat yang menjadi tulisan pertama yang paling jelas ia baca.
Surat Gugatan Cerai.
"Nanti pilihan kamu akan di pertimbangkan oleh pengadilan. Kamu bisa memilih sekarang atau nanti saat persidangan di mulai." Ucap pria itu masih dengan nada lembutnya.
Apalagi ini.
Kenapa hatinya semakin di buat hancur saja dengan semua ini. Ternyata kebahagiaan sesaatnya dengan Iqbaal juga menjadi kebahagiaan sesaat dengan keluarganya. Keluarga yang ia harapkan menjadi sebuah keluarga harmonis kini kacau.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐊𝐈𝐀𝐌𝐀𝐓 𝐊𝐄𝐂𝐈𝐋 𝐇𝐀𝐓𝐈𝐊𝐔 ✔
Fanfic"Love is when the other person's happiness is more important than your own."-H.Jackson Brown, Jr. Iqbaal Dhiafakhri, pria tampan dengan sejuta pesonanya. Zidny Iman, gadis cantik paling beruntung. Dan (Namakamu) Anandita, gadis yang paling mudah ber...