(Namakamu) hanya terdiam seraya menatap selang infus yang terpasang rapi di punggung tangan Iqbaal. Siang tadi, saat masih di sekolah, ia mendapat kabar bahwa Iqbaal drop. Jadi ia memutuskan segera menuju rumah sakit walau harus meninggalkan beberapa mata pelajaran.
"Lo kenapa bisa drop?" Tanya (Namakamu) yang akhirnya membuka suara.
Iqbaal tersenyum tipis dan menatap (Namakamu) lekat. "Nggan papa, kok. Kata dokter gue cuma kurang darah, aja." Jawab Iqbaal seadanya.
(Namakamu) hanya mengangguk-angguk paham. Suasana terasa snagat canggung. Ia tidak suka seperti ini. Iqbaal dan (Namakamu) yang selalu ramai dan kocak, kini berubah menjadi Iqbaal dan (Namakamu) yang canggung, yang bingung akan membahas apa di saat berdua seperti ini. Padahal biasanya mereka memiliki banyak topik untuk di bicarakan.
"Lo ke sini naik apa? Ini, kan, masih jam sekolah." Iqbaal menatap (Namakamu) penuh tanya. (Namakamu) ini bukan tipe siswi yang suka membolos, kecuali saat menemani Iqbaal yang bosan belajar.
"Naik taksi. Lo udah nggak papa?" (Namakamu) masih menatap khawatir Iqbaal. Sekecewanya (Namakamu) kepada Iqbaal, gadis itu akan tetap khawatir jika hal buruk terjadi kepada Iqbaal.
Iqbaal mengangguk mantap. "Iya, (Nam...), Gue nggak papa. Lo tenang, aja." Ucapnya meyakinkan.
(Namakamu) kembali mengangguk. Keadaan kembali hening. Suara detakan jam bahkan terdengar jelas. Iqbaal tampak sedang berpikir topik apa yang akan ia bahas dengan (Namakamu). Berbeda dengan (Namakamu) yang tampak ragu untuk membuka suara.
"Lo pasti udah tau, kan, tentang keputusan papa?" (Namakamu) menatap Iqbaal yang langsung menoleh ke arahnya.
Iqbaal terdiam sejenak, sebelum akhirnya mengangguk pelan. "Iya, gue tau, kok. Jadi habis kelulusan lo bakal pindah?" Tanya Iqbaal. Hatinya sesak jika memikirkan bagaimana perpisahan antara dirinya dan (Namakamu) nanti.
(Namakamu) menggeleng. "Gue bakal pindah setelah ujian. Seminggu setelah ujian, gue bakal berangkat." Ucapnya dengan sedikit susah. Jujur, ia tidak ingin pergi.
Iqbaal kembali terdiam. "Kalo gitu good luck! Semoga semuanya lancar sampe lo ada di sana." Ucapnya.
"Doain, ya."
Iqbaal mengangguk dengan senyuman tipis yang terulas. "Selalu. Apapun yang lo lakuin, gue selalu doain. Apapun yang terbaik buat lo, selalu gue semogakan." Ucap Iqbaal dengan tulus.
Iqbaal yang (Namakamu) kenal tidak pernah berubah. Selalu mendukungnya dan selalu mendoakannya dalam keadaan apapun. Pria itu selalu tersenyum di saat ia merasa ragu untuk melakukan sesuatu. Iqbaal pasti akan menyemangatinya, entah dalam bentuk tindakan maupun doanya.
"Gue... boleh minta sesuatu ke lo?" Tanya (Namakamu) dengan sedikit ragu. Ia takut permintaannya terlalu berlebihan.
Iqbaal langsung mengangguk mantap, membuat (Namakamu) merasa lega. Gadis itu menatap lekat Iqbaal dan mengulas senyuman tipis. "Lo bisa, kan, habisin waktu sama gue di malem sebelum gue berangkat? Ada banyak hal yang mau gue sampein. Bisa, nggak?" Tanyanya.
"Bisa. Gue bakal usahain. Gue bakal temenin lo." Ucap Iqbaal. Setidaknya ia memiliki kesempatan untuk mengatakan segalanya.
(Namakamu) tersenyum. Ia merasa lega Iqbaal mau memenuhi keinginannya. "Makasih. Kalo gitu gue pulang dulu. Bye."
Iqbaal menatap (Namakamu) yang beranjak berdiri dan mulai melangkah menjauh darinya.
"(Namakamu)."
(Namakamu) menoleh dan menatap Iqbaal yang meraih sebuah kotak berukuran cukup besar yang sudah di hias secantik mungkin. Pria itu mengangkat kotak itu, memberikan kode agar ia mengambil kotak tersebut dari Iqbaal.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐊𝐈𝐀𝐌𝐀𝐓 𝐊𝐄𝐂𝐈𝐋 𝐇𝐀𝐓𝐈𝐊𝐔 ✔
Fanfiction"Love is when the other person's happiness is more important than your own."-H.Jackson Brown, Jr. Iqbaal Dhiafakhri, pria tampan dengan sejuta pesonanya. Zidny Iman, gadis cantik paling beruntung. Dan (Namakamu) Anandita, gadis yang paling mudah ber...